Salurkan Zakat, Infaq, Shadaqah dan Wakaf anda ke ZISWAF al-Muhajirin

Panitia Renovasi Masjid Al-Muhajirin

renovasi Masjid Al-Muhajirin ke Bank Syariah Mandiri KCP Jatinangor an. Panitia Renovasi Al Muhajirin Nomor Rekening 1000-555-777

iklan

jazakamullah ahsanal jaza' semoga Allah SWT akan membalas kalian dengan balasan yang terbaik. aamiin yaa robbal 'alamiin...

Jumat, 21 Desember 2012

Wahyu Pertama



Wahyu Pertama
Oleh : Iyan Rofianto
Bismillahirrahmaanirrahiim,
Bacalah dengan (menyebut) Nama Rabb-mu yang menciptakan, (QS . 96:1) Dia telah menciptakan manusia dengan segumpal darah. (QS. 96:2) Bacalah, dan Rabb-mulah Yang Paling Pemurah, (QS. 96:3) Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. (QS. 96:4) Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. 96:5)

Menurut pendapat yang paling kuat, ayat-ayat Al-Qur’an ini adalah ayat yang pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ayat-ayat tersebut merupakan rahmat yang dengannya Allah memuliakan hamba-Nya sekaligus sebagai nikmat pertama yang diberikan kepada mereka. Alhamdulillah, banyak diantara kaum muslimin baik muda maupun tua, yang hafal ayat yang mulia ini. Dan pada kesempatan yang baik ini, sebagai bahan renungan saya pribadi dan para pembaca, insya Allah saya akan menyampaikan apa yang tercantum dalam hadits shahih mengenai peristiwa pada saat turunnya wahyu pertama ini, yang juga haditsnya dinukil oleh Al Hafizh Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya ketika beliau menafsirkan ayat ini, yaitu sebagai berikut,
Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Aisyah, dia mengatakan : “Wahyu yang pertama kali diturunkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah mimpi yang benar melalui tidur. Dimana beliau tidak bermimpi melainkan datang sesuatu seperti falaq Shubuh. Setelah itu, beliau menjadi lebih senang mengasingkan diri. Kemudian beliau mendatangi Gua Hira. Di sana beliau beribadah untuk beberapa malam dengan membawa perbekalan yang cukup. Setelah itu, beliau pulang kembali kepada Khadijah untuk mengambil bekal yang sama sampai akhirnya datang kepada beliau wahyu secara tiba-tiba, yang ketika itu beliau masih berada di Gua Hira. Di gua itu beliau didatangi oleh Malaikat Jibril seraya berkata : ‘Bacalah!’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, maka kukatakan : ‘Aku tidak dapat membaca.’ Lebih lanjut beliau bersabda : : “lalu Jibril memegangku seraya mendekapku sampai aku merasa kepayahan. Selanjutnya, Jibril melepaskanku dan berkata : ‘Bacalah’. ‘Aku tidak dapat membaca’ jawabku. Kemudian Jibril mendekapku untuk kedua kalinya sampai aku merasa benar-benar kepayahan. Selanjutnya, dia melepaskanku lagi seraya berkata, ‘Bacalah’. Aku tetap menjawab : ‘Aku tidak dapat membaca.’ Lalu dia mendekapku untuk ketiga kalinya sampai aku benar-benar kepayahan. Setelah itu, dia melepaskanku lagi seraya berketa : “Bacalah dengan nama Rabb-mu yang menciptakan - sampai pada ayat- ‘Apa yang tidak diketahuinya’.”
Dia berkata : “Maka beliaupun pulang dengan sekujur tubuh dalam keadaan menggigil hingga akhirnya masuk menemui Khadijah dan berkata : “Selimuti aku, selimuti aku.” Mereka pun segera menyelimuti beliau sampai akhirnya rasa takut beliau hilang. Selanjutnya beliau bersabda, “Apa yang terjadi padaku?’ Lalu beliau menceritakan peristiwa yang dialaminya  seraya bersabda, “Aku khawatir sesuatu akan menimpa diriku.” Maka Khadijah pun berkata kepada beliau : “Tidak, bergembiralah. Demi Allah, Allah tidak akan pernah menghinakanmu. Sesungguhnya engkau adalah orang yang paling suka menyambung tali silaturrahmi, berkata jujur, menanggung beban (orang lain), menghormati tamu, dan membantu menegakkan pilar-pilar kebenaran.”
Kemudian Khadijah mengajak beliau pergi hingga akhirnya dia membawa beliau menemui Waraqah bin Naufal bin Asad bin ‘Abdil ‘Uzza bin Qushay, yaitu anak paman Khadijah, saudara laki-laki ayahnya. Dia seorang penganut Nashrani pada masa jahiliyah. Dia menulis kitab berbahasa Arab dan juga menulis Injil dalam Bahasa Arab dengan kehendak Allah. Dia adalah seorang yang sudah berumur lagi buta. Lalu Khadijah berkata : “Wahai anak paman, dengarkanlah cerita dari anak saudaramu ini.” Kemudian Waraqah berkata, “Wahai anak saudaraku, apa yang telah terjadi padamu?” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan apa yang beliau alami kepadanya. Lalu Waraqah berkata, “Ini adalah Namus (malaikat Jibril) yang diturunkan kepada Musa. Andai saja saat itu aku masih muda. Andai saja nanti aku masih hidup saat engkau diusir oleh kaummu.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apakah mereka akan mengusirku?” Waraqah menjawab, “Ya. Tidak akan ada seorang pun yang datang dengan membawa apa yang engkau bawa melainkan akan disakiti. Dan jika aku masih hidup pada masamu, niscaya aku akan mendukungmu dengan pertolongan yang sangat besar.” Dan tidak lama kemudian, Waraqah meninggal dunia dan wahyu terhenti, sehingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam benar-benar bersedih hati.
Hadits di atas diriwayatkan di dalam kitab Shahih Bukhari, dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha. Menurut Ibnu Katsir, kesedihan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam disebabkan oleh kerinduan beliau yang amat sangat untuk dapat melihat kembali apa yang pernah dilihatnya dahulu. Kerinduan yang terbersit karena kelezatan  apa yang beliau saksikan dari wahyu Allah yang diturunkan [kepada beliau]. Para ulama berbeda pendapat mengenai jeda waktu turunnnya wahyu ini, namun terdapat riwayat yang menyebutkan bahwa masa terhentinya wahyu tersebut lebih kurang selama dua tahun atau lebih. Setelah itu, datanglah Malaikat menampakkan wujudnya kepada beliau di antara langit dan bumi, di atas sebuah kursi. Malaikat itu meneguhkan hati beliau dan menyampaikan kabar gembira bahwasanya beliau benar-benar utusan Allah. Ketika melihat Malaikat itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merasa takut terhadapnya. Beliau segera mendatangi Khadijah sambil berkata : “Selimuti aku, selimuti aku.” Maka Allah pun menurunkan firman-Nya :
Hai orang-orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berikanlah peringatan! Dan Rabb-mu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah.” (Q.S. Al-Muddatstsir : 1-4)
                Demikian yang tercantum dalam kitab Sahiihul Bukhari dan Shahih Muslim. Banyak sekali ibrah atau pelajaran dan hikmah yang dapat diambil dari riwayat di atas, sangat banyak bahkan. Dan Insya Allah, pada kesempatan yang lain saya berkeinginan untuk menyampaikan sebagian kecilnya sebagai bahan renungan saya pribadi, dan pembaca yang memerlukannya. Untuk saat ini, kiranya cukuplah apa yang telah saya sampaikan dapat menambah keyakinan kita terhadap risalah yang dibawa oleh Nabi kita tercinta, dan sebagai pengingat betapa beratnya perjuangan beliau dalam menegakkan risalah Islam, dan bahkan riwayat di atas hanya menggambarkan setetes saja dari beratnya perjuangan beliau.
 Akhirnya, semoga artikel ini bermanfaat, dan semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga hari Kiamat. Wallaahu A’lam.
_____________
Sumber rujukan :
1.       Tafsir Ibnu Katsir, karya Al-Hafizh Ibnu Katsir
2.       Sirah Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam, karya Al-Hafizh Ibnu Katsir
3.       Fathul Bari, Syarah Shahih Al Bukhari, karya Ibnu Hajar al-Asqalani
4.       Zaadul Ma’ad, karya Ibnu Qayyim Al-Jauziyah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar