Salurkan Zakat, Infaq, Shadaqah dan Wakaf anda ke ZISWAF al-Muhajirin

Panitia Renovasi Masjid Al-Muhajirin

renovasi Masjid Al-Muhajirin ke Bank Syariah Mandiri KCP Jatinangor an. Panitia Renovasi Al Muhajirin Nomor Rekening 1000-555-777

iklan

jazakamullah ahsanal jaza' semoga Allah SWT akan membalas kalian dengan balasan yang terbaik. aamiin yaa robbal 'alamiin...

Rabu, 26 Desember 2012

PUNGLI DI KUA BISA CAPAI Rp 1,2 TRILIUN/ TAHUN

PUNGLI DI KUA BISA CAPAI Rp 1,2 TRILIUN/ TAHUN

Pungli di Indonesia benar-benar telah menggurita. Bahkan pungli ada di lembaga negara yang bergerak di bidang keagamaan seperti Kantor Urusan Agama (KUA). Jumlahnya tak main-main, bisa mencapai Rp 1,2 triliun per tahun!

Irjen Kemenag, M Jasin mengatakan pungli paling besar yang terjadi di KUA terkait dengan penghulu pernikahan. Banyak pungutan liar yang dilakukan oleh penghulu kepada pihak yang meminta dinikahkan. Ironisnya, pungutan liar itu ditargetkan oleh KUA asal si penghulu.

Jasin mengatakan pungutan liar kebanyakan terjadi ketika penghulu meminta 'ongkos' menikahkan dari pasangan yang telah mendaftar ke KUA. Tak tanggung-tanggung, mereka minta Rp 500 ribu untuk tiap pernikahan. Padahal, ongkos sebenarnya hanya Rp 30 ribu. (dtc)
sumber: PRFM 

Senin, 24 Desember 2012

MENAG: TAK MASALAH ORANG ISLAM UCAPKAN SELAMAT NATAL

MENAG: TAK MASALAH ORANG ISLAM UCAPKAN SELAMAT NATAL

Menteri Agama (Menag), Suryadharma Ali menyatakan, bagi seorang umat Islam menyampaikan ucapan selamat kepada kalangan umat Nasrani yang merayakan Natal tak menjadi persoalan dan itu merupakan hal biasa.

Pernyataan Menag itu menjawab pertanyaan wartawan terkait dengan adanya fatwa MUI yang disampaikan KH Maruf Amin bahwa menyampaikan ucapan selamat Natal kepada umat Nasrani yang sedang merayakan hari Natal disebut sebagai perbuatan haram. Suryadharma menjelaskan, hal itu tak menjadi persoalan karena disampaikan di luar kontek ritual. Bukan ketika disampaikan dalam suasana ritual Natal.

Pendapat berbeda antara MUI dan Kemenag itu, menurut dia, bisa saja terjadi. Hal itu dilatarbelakangi oleh referensi hukum yang berbeda-beda. Sumber hukum Islam adalah Alquran, Sunnah, dan pendapat para ulama. Pihaknya harus menghormati adanya perbedaan tersebut. Tetapi bagi Suryadharma Ali menyampaikan ucapan seperti itu tidaknya menjadi persoalan. (mrd)

Jumat, 21 Desember 2012

Wahyu Pertama



Wahyu Pertama
Oleh : Iyan Rofianto
Bismillahirrahmaanirrahiim,
Bacalah dengan (menyebut) Nama Rabb-mu yang menciptakan, (QS . 96:1) Dia telah menciptakan manusia dengan segumpal darah. (QS. 96:2) Bacalah, dan Rabb-mulah Yang Paling Pemurah, (QS. 96:3) Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. (QS. 96:4) Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. 96:5)

Menurut pendapat yang paling kuat, ayat-ayat Al-Qur’an ini adalah ayat yang pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ayat-ayat tersebut merupakan rahmat yang dengannya Allah memuliakan hamba-Nya sekaligus sebagai nikmat pertama yang diberikan kepada mereka. Alhamdulillah, banyak diantara kaum muslimin baik muda maupun tua, yang hafal ayat yang mulia ini. Dan pada kesempatan yang baik ini, sebagai bahan renungan saya pribadi dan para pembaca, insya Allah saya akan menyampaikan apa yang tercantum dalam hadits shahih mengenai peristiwa pada saat turunnya wahyu pertama ini, yang juga haditsnya dinukil oleh Al Hafizh Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya ketika beliau menafsirkan ayat ini, yaitu sebagai berikut,
Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Aisyah, dia mengatakan : “Wahyu yang pertama kali diturunkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah mimpi yang benar melalui tidur. Dimana beliau tidak bermimpi melainkan datang sesuatu seperti falaq Shubuh. Setelah itu, beliau menjadi lebih senang mengasingkan diri. Kemudian beliau mendatangi Gua Hira. Di sana beliau beribadah untuk beberapa malam dengan membawa perbekalan yang cukup. Setelah itu, beliau pulang kembali kepada Khadijah untuk mengambil bekal yang sama sampai akhirnya datang kepada beliau wahyu secara tiba-tiba, yang ketika itu beliau masih berada di Gua Hira. Di gua itu beliau didatangi oleh Malaikat Jibril seraya berkata : ‘Bacalah!’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, maka kukatakan : ‘Aku tidak dapat membaca.’ Lebih lanjut beliau bersabda : : “lalu Jibril memegangku seraya mendekapku sampai aku merasa kepayahan. Selanjutnya, Jibril melepaskanku dan berkata : ‘Bacalah’. ‘Aku tidak dapat membaca’ jawabku. Kemudian Jibril mendekapku untuk kedua kalinya sampai aku merasa benar-benar kepayahan. Selanjutnya, dia melepaskanku lagi seraya berkata, ‘Bacalah’. Aku tetap menjawab : ‘Aku tidak dapat membaca.’ Lalu dia mendekapku untuk ketiga kalinya sampai aku benar-benar kepayahan. Setelah itu, dia melepaskanku lagi seraya berketa : “Bacalah dengan nama Rabb-mu yang menciptakan - sampai pada ayat- ‘Apa yang tidak diketahuinya’.”
Dia berkata : “Maka beliaupun pulang dengan sekujur tubuh dalam keadaan menggigil hingga akhirnya masuk menemui Khadijah dan berkata : “Selimuti aku, selimuti aku.” Mereka pun segera menyelimuti beliau sampai akhirnya rasa takut beliau hilang. Selanjutnya beliau bersabda, “Apa yang terjadi padaku?’ Lalu beliau menceritakan peristiwa yang dialaminya  seraya bersabda, “Aku khawatir sesuatu akan menimpa diriku.” Maka Khadijah pun berkata kepada beliau : “Tidak, bergembiralah. Demi Allah, Allah tidak akan pernah menghinakanmu. Sesungguhnya engkau adalah orang yang paling suka menyambung tali silaturrahmi, berkata jujur, menanggung beban (orang lain), menghormati tamu, dan membantu menegakkan pilar-pilar kebenaran.”
Kemudian Khadijah mengajak beliau pergi hingga akhirnya dia membawa beliau menemui Waraqah bin Naufal bin Asad bin ‘Abdil ‘Uzza bin Qushay, yaitu anak paman Khadijah, saudara laki-laki ayahnya. Dia seorang penganut Nashrani pada masa jahiliyah. Dia menulis kitab berbahasa Arab dan juga menulis Injil dalam Bahasa Arab dengan kehendak Allah. Dia adalah seorang yang sudah berumur lagi buta. Lalu Khadijah berkata : “Wahai anak paman, dengarkanlah cerita dari anak saudaramu ini.” Kemudian Waraqah berkata, “Wahai anak saudaraku, apa yang telah terjadi padamu?” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan apa yang beliau alami kepadanya. Lalu Waraqah berkata, “Ini adalah Namus (malaikat Jibril) yang diturunkan kepada Musa. Andai saja saat itu aku masih muda. Andai saja nanti aku masih hidup saat engkau diusir oleh kaummu.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apakah mereka akan mengusirku?” Waraqah menjawab, “Ya. Tidak akan ada seorang pun yang datang dengan membawa apa yang engkau bawa melainkan akan disakiti. Dan jika aku masih hidup pada masamu, niscaya aku akan mendukungmu dengan pertolongan yang sangat besar.” Dan tidak lama kemudian, Waraqah meninggal dunia dan wahyu terhenti, sehingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam benar-benar bersedih hati.
Hadits di atas diriwayatkan di dalam kitab Shahih Bukhari, dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha. Menurut Ibnu Katsir, kesedihan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam disebabkan oleh kerinduan beliau yang amat sangat untuk dapat melihat kembali apa yang pernah dilihatnya dahulu. Kerinduan yang terbersit karena kelezatan  apa yang beliau saksikan dari wahyu Allah yang diturunkan [kepada beliau]. Para ulama berbeda pendapat mengenai jeda waktu turunnnya wahyu ini, namun terdapat riwayat yang menyebutkan bahwa masa terhentinya wahyu tersebut lebih kurang selama dua tahun atau lebih. Setelah itu, datanglah Malaikat menampakkan wujudnya kepada beliau di antara langit dan bumi, di atas sebuah kursi. Malaikat itu meneguhkan hati beliau dan menyampaikan kabar gembira bahwasanya beliau benar-benar utusan Allah. Ketika melihat Malaikat itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merasa takut terhadapnya. Beliau segera mendatangi Khadijah sambil berkata : “Selimuti aku, selimuti aku.” Maka Allah pun menurunkan firman-Nya :
Hai orang-orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berikanlah peringatan! Dan Rabb-mu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah.” (Q.S. Al-Muddatstsir : 1-4)
                Demikian yang tercantum dalam kitab Sahiihul Bukhari dan Shahih Muslim. Banyak sekali ibrah atau pelajaran dan hikmah yang dapat diambil dari riwayat di atas, sangat banyak bahkan. Dan Insya Allah, pada kesempatan yang lain saya berkeinginan untuk menyampaikan sebagian kecilnya sebagai bahan renungan saya pribadi, dan pembaca yang memerlukannya. Untuk saat ini, kiranya cukuplah apa yang telah saya sampaikan dapat menambah keyakinan kita terhadap risalah yang dibawa oleh Nabi kita tercinta, dan sebagai pengingat betapa beratnya perjuangan beliau dalam menegakkan risalah Islam, dan bahkan riwayat di atas hanya menggambarkan setetes saja dari beratnya perjuangan beliau.
 Akhirnya, semoga artikel ini bermanfaat, dan semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga hari Kiamat. Wallaahu A’lam.
_____________
Sumber rujukan :
1.       Tafsir Ibnu Katsir, karya Al-Hafizh Ibnu Katsir
2.       Sirah Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam, karya Al-Hafizh Ibnu Katsir
3.       Fathul Bari, Syarah Shahih Al Bukhari, karya Ibnu Hajar al-Asqalani
4.       Zaadul Ma’ad, karya Ibnu Qayyim Al-Jauziyah

Kamis, 20 Desember 2012

MENGIMANI URUSAN GHAIB


aris saptiono

MENGIMANI URUSAN GHAIB
(Dia-lah Allah) yang mengetahui urusan ghaib, Dia tidak menerangkan kepada siapapun perkara ghaib itu. Kecuali kepada Rasul yang diridhai-Nya. Sesungguhnya Dia mengadakan penjagaan di muka dan di belakangnya. Supaya terbukti bagi-Nya, bahwa sesungguhnya mereka telah menyampaikan risalah-risalah Tuhan-Nya. Padahal ilmu-Nya meliputi apa yang ada pada mereka, dan Dia menghitung segala sesuatu satu persatu. Q.S. Jin:26-28
Tafsir Mufradat
(Alghaibu) makna asalnya adalah (Assatru) tertutupi, seperti kata (Ghaabasy Syamsu) apabila cahayanya tertutupi dari pandangan mata. Kemudian kata ini digunakan untuk setiap yang luput dari panca indera dan pengetahuan manusia. Dari kata ini terbentuk kata lain seperti (AlGhayabatu) yaitu seseorang menceritakan aib orang lain, yang sebenarnya tak perlu diceritakan. Dia (Alghayaabatu) yaitu tanah yang curam. Dan yang dimaksud pada ayat diatas adalah sesuatu yang keberadaannya di luar jangkauan panca indera dan tidak dapat dicapai dengan kemampuan akal tetapi hanya dapat diketahui dengan berita dari para nabi. Al-Mufradat:380-381. Tafsir Al-Qasimi,I:35
Tafsir Ayat
Ayat diatas menerangkan bahwa semua yang ghaib itu hanya Allah-lah yang mengetahuinya. Dan Ia menerangkan perkara ghaib itu hanya kepada para Rasul-Nya tentang apa yang Ia wahyukan kepada mereka dan tentang apa yang Ia tetapkan hukumnya. Serta Ia tidak memberitahukan hal itu kepada selain mereka.
Ayat diatas juga mengisyaratkan batal dan bohongnya orang-orang yang mengaku mnegetahui urusan ghaib, seperti dukun/paranormal, peramal bintang, tukang sihir dan orang yang mengaku memiliki karomah. Karena mereka itu jauh sekali jika dikatakan termasuk orang yang diridhai Allah, bahkan mereka termasuk yang dimurkai Allah. Dan kaum muslimin haram hukumnya mempercayai mereka.
Dari Ibnu Mas’ud, ia berkata, “Siapa yang mendatangi seorang dukun atau tukang sihir, kemudian membenarkan apa yang diramalkannya (urusan ghaib). Sesungguhnya ia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad saw.” H.R. Al-Bazar
Ketika Ali bin Abu Thalib hendak memerangi kaum Khawarij pada peperangan Nahrawan, seorang peramal berkata kepadanya, “Jangan engkau berangkat pada waktu ini, tetapi berangkatlah tiga jam setelah siang!” Ali berkata, “Maksudmu, jika aku berangkat saat ini, bahaya dan kecelakaan akan menimpaku dan sahabat-sahabatku. Dan jika aku berangkat pada saat yang engkau ramalkan, kemenangan akan kuraih?” Ali berkata lagi, “Adalah Muhammad saw. tidak pernah mempercayai ramalan, begitu pun kami setelah beliau. Siapa yang yang membenarkan ramalanmu ini adalah seperti orang yang menyekutukan Allah, ‘Ya Allah, tidak ada ramalan kecuali ramalan-Mu dan tidak ada kebaikan kecuali kebaikan-Mu.” Kemudian ia berkata kepada peramal itu, “Kami mendustakanmu dan menyalahimu untuk berangkat pada saat yang engkau larang ini.” Kemudian dia menghadap pada orang-orang dan berkata, “Wahai manusia, hati-hatilah kamu terhadap ramalan yang akan membawa kamu kepada kegelapan di daratan dan lautan. Peramal itu seperti sihir, dan sihir itu seperti kafir dan kafir itu di neraka. Demi Allah jika engkau mempercayai ramalan dan mengamalkannya, aku akan kurung selamanya, dan Kuharamkan pemberian kepadamu selama aku berkuasa, ”Kemudian ia berangkat pada saat itu dan memenangkan peperangan tersebut. Setelah peperangan ini selesai, ia berkata, “Kalaulah kita berangkat pada saat yang diramalkan lalu mendapat kemenangan, pasti ada yang berkata, “Karena ia berangkat pada saat diramalkan”, padahal Muhammad saw. tidak pernah mempercayai ramalan begitu pun kita setelah beliau. Allah memberikan kemenangan kepada kita mengalahkan negeri Persia dan Romawi dan negeri lainnya, wahai manusia bertakwalah kepada Allah dan berpegang teguhlah dengan-Nya.” Tafsir Al-Qurtubhi,XIX:28-29
Mempercayai urusan ghaib wajib hukumnya, selama urusan ghaib tersebut bersumber dari wahyu, Alquran dan hadis yang merupakan mukjizat kebenaran risalah Nabi saw. selain itu haram mempercayainya.
Tidak semua urusan ghaib oleh Allah swt. diterangkan kepada Rasul-Nya, termasuk malaikat terdekat pun. Ada lima kunci ghaib hanya Allah-lah yang mengetahuinya, yaitu mengenai kiamat, tidak ada yang tahu kapan kejadiaanya. Mengenai turunnya hujan, siang atau malamkah. Mengenai janin yang ada pada rahim, laki-laki, perempuan dan apa warna kulit, rezeki, nasib, ajal, surga dan nerakanya. Mengenai apa yang besok akan dilakukan, baik-burukkah. Dan mengenai dimana seseorang akan mati.
Lihat, Q.S. Luqman:34
Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Dari Ibnu Umar r.a Rasulullah saw. bersabda, “Kunci-kunci ghaib itu ada lima, tidak ada yang dapat mengetahuinya kecuali Allah. Tidak ada yang mengetahui apa yang akan terjadi besok kecuali Allah. Tidak pula kapan terjadi kiamat kecuali Allah. Tidak mengetahui yang ada di rahim kecuali Allah. Tidak pula kapan turun hujan kecuali Allah. Dan Tidak ada seseorang pun tahu dimana ia akan mati kecuali Allah.” H.R. Al-Bukhari dan Muslim
Oleh karena itu, jika ada orang yang mengaku memiliki ilmu tentang lima perkara ghaib tersebut, berarti ia telah mengangkat dirinya melebihi derajat Nabi dan Malaikat. Ia telah kufur terhadap Allah dan Rasul-Nya. Dan kaum muslimin haram mempercayainya.
Wallahu a’lam bish-shawab

MUI: UMAT ISLAM TIDAK USAH UCAPKAN SELAMAT NATAL

 
Majelis Ulama Indonesia menyarankan umat Islam tidak mengucapkan selamat Natal kepada pemeluk agama Nasrani. "Itu jadi perdebatan, sebaiknya enggak usah sajalah," kata Ketua MUI Bidang Fatwa Maruf Amin.

Meskipun melarang, Maruf meminta umat Islam menjaga kerukunan dan toleransi. Dia menyatakan ada fatwa MUI yang melarang untuk mengikuti ritual Natal.

Dia menegaskan, mengikuti ritual Natal adalah haram. "Karena itu ibadah (umat lain)," kata dia.

MUI telah mengeluarkan fatwa pada 1981 di masa Ketua Umum MUI Prof. Dr. Buya Hamka. Fatwa MUI yang ditandatangani Ketua Komisi Fatwa KH. Syukri Ghazali dan Sekretaris H. Masudi. Isi fatwa ini menyatakan haram mengikuti perayaan dan kegiatan Natal

Senin, 17 Desember 2012

Mencari Berkah

Aris Saptiono



Dan Alquran ini adalah satu kitab (peringatan) yang mempunyai barakah yang telah Kami turunkan. Maka mengapakan kamu mengingkarinya. Q.S. Al-Anbiya:50
Kata-kata barakah banyak sekali diungkapkan didalam Alquran dan hadis, dan sering juga diungkapkan dalam percakapan sehari-hari, baik yang berkaitan dengan waktu, tempat, barang maupun yang berkaitan dengan kehidupan manusia baik pribadi maupun masyarakat atau bangsa.
Kata-kata berkah ini di kalangan masyarakat lebih cenderung berkonotosi kepada sesuatu yang terlihat indah atau yang dirasakan menguntungkan atau menyenangkan menurut zahirnya.
Seperti usaha maju, jabatan meningkat, badan sehat, keluarga tenang, semuanya itu kedekatan berberkah. Namun apabila sebaliknya, maka dikatakan semua itu tidak ada berkahnya.
Karena itu apabila seseorang atau keluarga mengalami yang sebaliknya, yaitu tertimpa kemalangan, baik kerugian dalam perniagaan, pertanian, atau tertimpa penyakit hal seperti ini sering dikatakan kehidupannya tidak diberkahi.
Pemahaman tentang makna berkah seperti diatas itu tidaklah tepat dan bisa menyesatkan dan lebih sesat lagi apabila ada pemahaman bahwa berkah itu bisa didapatkan dari tempat-tempat tertentu yang dianggap keramat, seperti kuburan para wali dan lainnya atau dari orang yang dianggap memiliki pengetahuan tentang perkara gaib dan sebagainya.
Jika berangkat dari makna berkah seprti diatas, maka tidak heran apabila banyak orang yang pergi untuk mencari berkah dengan penuh semangat, seakan-akan pasti mendapatkan berkah itu, walaupun harus menempuh perjalanan yang jauh dengan ongkos yang mahal. Andaikan ia pulang, maka pulang dengan hati bahagia, dengan yakin berkah sudah didapatkan dan dibawa pulang ke rumah.
Kenyataan ini sering dimanfaatkan oleh orang-orang tertentu untuk mengeruk keuntungan dari ketidaktahuan umat, baik oleh orang yang mengaku sebagai wali atau sebagai kuncen (penunggu para kuburan wali), atau tokoh-tokoh lain yang sengaja berpenampilan sebagai orang alim, disertai pengakuan bahwa dirinya mempunyai berkah atau mengaku bahwa dia tahu tempat-tempat berkah dan siap untuk memimpin upacara pengambilan berkah.
Mereka umpamakan berkah itu bagaikan beras atau air yang bisa ditimbang dan ditakar kemudian dibagikan menurut kemauan masing-masing.
Hal ini akan terus berlangsung dan sulit dihentikan, selama pemahaman tentang berkah masih seperti diatas, apalagi dengan adanya kelompok-kelompok tertentu yang sengaja merekayasa untuk melestarikan pemahaman seperti itu, karena merasa mendapat keuntungan dari kebodohan umat.
Untuk meluruskan makna berkah ini, kita coba mengungkap berkah itu dengan dua pertanyaan, yaitu “Apakah berkah itu?” dan “Siapakah pemilik berkah yang sebenarnya?”
Berkah ialah tetapnya kebaikan ilahi pada sesuatu perkara.
Berdasarkan takrif, jelas bahwa ada dan tidak adanya berkah pada sesuatu perkara bukan ditentukan oleh pandangan manusia dengan ukuran duninawi, tetapi diukur dengan ukuran ilahi.
Berkah itu hanyalah milik Allah swt. semata, Dia akan memberikan kepada apa dan siapa yang dikehendaki-Nya. Tidak ada satu makhlukpun yang berhak mengatur pemberian berkah dan Allah swt. Ayat-ayat dan hadis-hadis yang berkaitan dengan hal tersebut diatas sebagai berikut.
Maha berkah (Allah) yang pada tangan-Nya kerajaan. Dan Dia itu Mahakuasa atas segala perkara. Q.S. A-Muluk:1
Maha berkah (Allah) yangtelah menurunkan Alquran kepada hamba-Nya, agar ia menjadi nadzir (pemberi peringatan) kepada seluruh alam. Q.S. Al-Furqan:1
Ya Allah, Engkaulah sumbernya keselematan dan dari-Mu datangnya keselamatan. Mahaberkah wahai yang memiliki Kegagahan dan Kemuliaan. H.R. Al-Jamaah, Kecuali AL-Bukhari
Jelaslah bahwa pemilik berkah itu adalah Allah, tidak ada satu makhluk pun yang memiliki berkah, karena itu tidak ada satu makhluk pun yang bisa memberi berkah kepada yang lain.
Andaikan ada yang mengaku-ngaku bisa memberikan berkah atau ada yang mengatakan bahwa barang keramat, tempat atau waktu, itu semua bisa memberikan berkah itu adalah dusta belaka.
Rasulullah saw. sendiri tidak dengan begitu saja memberikan berkah kepada siapapun, beliau hanya memohon kepada Allah swt. agar Allah melimpahkan berkah, seperti kita bisa lihat dalam doa dibawah ini,
Semoga Allah memberikan berkah kepadamu, dan semoga Allah melanggengkan berkah-Nya kepadamu dan semoga dia menyatukan kamu dalam kebaikan. H.R. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah.
Namun tidaklah salah jika kita mengatakan bahwa barang, tempat atau waktu dan lain sebagainya, semua itu ada berkahnya, tetapi bukan berarti sebagai pemiliknya, itu adalah merupakan rahmat dari Allah bagi hambanya yang harus dipelihara jangan sampai berkurang nilai berkahnya atau hilang sama sekali.
Ayat diatas menerangkan bahwa Alquran itu mengandung berkah, karena diberkati oleh Allah swt. karena itu, jika ingin hidup penuh berkah ikutilah petunjuk Alquran.
Ada sekelompok orang yang berusaha untuk mendapatkan berkah dari Alquran dengan cara membaca surat Al-Ikhlas, Yaa siin, Ayat kursi dan yang lainnya dengan jumlah seratus kali atu lebih, katanya “Tabarruk kepada Alquran”.
Cara seperti itu tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah saw. karena tidak mungkin mendapatkan berkah dari Alquran dengan cara menyalahi sunnah Rasulullah saw.
Jika seseorang ingin mendapatkan berkah dari Alquran, hendaklah ia menerima segala ketetapan dalam Alquran itu dengan iman dan ikhlas, dengan demikian, kehidupannya baik perorangan maupun kelurga atau bangsa akan selalu terpimpin dengan pimpinan Allah Swt, maka selama dalam pimpinan-Nya, selama itu pulalah ada dalam berkah (kebaikan ilahi).
Namun apabila kehadiran Alquran itu tidak diterima dengan iman dan ikhlas bahkan isinya diingkari, maka tentu saja kehidupannya tidak diberkahi.
Pada dasarnya Allah swt, telah menetapkan berkah pada setiap perkara dan akan tetap berkah itu ada selama dalam ketetapan ilahi.
Dan kita sebagai hamba Allah telah menerima amanat itu dan wajib bagi kita semua untuk memelihara berkah itu.
Bagi siapa saja yang merasa kehilangan berkah, janganlah mencari ke tempat-tempat yang dianggap keramat atau kepada orang yang dianggap wali yang akibatnya akan lebih menjauhkan berkah itu darinya. Tetapi hendaklah ia menyadari bahwa setiap langkah hidupnya jika keluar dari pimpinan Allah, maka hakikatnya ia telah melepaskan diri dari berkah Allah, karena itu segeralah kembali kepada pimpinan Allah, maka dengan sendirinya berkah itu akan ada kembali.