Salurkan Zakat, Infaq, Shadaqah dan Wakaf anda ke ZISWAF al-Muhajirin

Panitia Renovasi Masjid Al-Muhajirin

renovasi Masjid Al-Muhajirin ke Bank Syariah Mandiri KCP Jatinangor an. Panitia Renovasi Al Muhajirin Nomor Rekening 1000-555-777

iklan

jazakamullah ahsanal jaza' semoga Allah SWT akan membalas kalian dengan balasan yang terbaik. aamiin yaa robbal 'alamiin...

Jumat, 07 Desember 2012

Husnudzon Kepada Allah

Ust. Abdul Wahid, M.Ag
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah
SWT mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui.” (Q.S. Al-Baqarah [2]:216).
Ayat tersebut mengindikasikan bahwa manusia memiliki pengetahuan yang
sedikit tentang segala sesuatu yang terjadi. Allahlah yang mengetahui
dibalik segala sesuatu yang terjadi. Manusia terkadang mendahulukan
nafsunya, sehingga ketika menerima kenyataan hidup yang berbeda dengan
yang ia harapkan,  ia mencari sesuatu yang dapat dijadikan sebagai
pelampiasan kesalahan (mencari kambing hitam).

Allah pun tidak luput dari tuduhan buruk manusia. Allah bahkan sering
disalahkan sebagai tuhan yang tidak memberikan taqdir terbaik
kepadanya. Lantas, bagaimana seharusnya manusia menyikapi ketentuan
Allah SWT.? Jawabannya adalah husnudzon atau baik sangka kepada taqdir
Allah SWT.
Musibah merupakan kejadian yang sering menyebabkan manusia suudzon
(buruk sangka) kepada Allah. Musibah hanya dianggap sebagai sesuatu
yang menyakitkan dan menghinakan manusa.
Padahal, musibah paling tidak memiliki tiga makna. Pertama, musibah
sebagai hukum sebab akibat. Artinya musibah yang terjadi adalah akibat
dari ulah manusia sendiri, seperti banjir, tanah longsor, wabah
penyakit. Itu semua disebabkan karena manusia  tidak serius dalam
mengelola alam dan berpaling pada aturan yang telah ditetapkan-Nya.
“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah SWT, dan apa saja
bencana yang menimpamu, maka itu adalah dari kesalahan dirimu sendiri.
(QS An-Nisa [4]: 79).
Kedua, musibah merupakan sarana penebus dosa. Allah SWT menghendaki
datangnya musibah berupa kesusahan, rasa sakit, kekurangan harta, dan
kematian tidak lain sebagai penghapus dosa hamba-hambanya. “Apabila
Allah SWT menghendaki kebaikan bagi hamba-hambanya, maka didahulukan
baginya hukuman di dunia dan bila Allah SWT menghendaki keburukan,
maka dibiarkan dengan dosa-dosanya, sehingga dosa-dosanya itu dibalas
pada hari kiamat.” (HR Abu Daud).
Ketiga, musibah adalah ujian untuk kenaikan derajat di sisi-Nya.
“Sesungguhnya orang-orang saleh akan diperberat (musibah) atas mereka.
Dan tidaklah seorang Mukmin tertimpa suatu musibah, seperti tertusuk
duri, atau lebih ringan dari itu, kecuali akan dihapuskan dosa-dosanya
dan ditingkatkan derajatnya.” (HR Ahmad, Ibnu Hiban).
Dalam hadits Qudsi disebutkan, “Siapa saja yang tidak rela terhadap
ketetapan-Ku dan tidak berlaku sabar terhadap cobaan-Ku dan tidak
bersyukur terhadap nikmat-nikmat-Ku, maka carilah olehmu Tuhan selain
Aku.”
Tak ada cara lain kecuali berserah diri kepada Allah SWT, berprasangka
baik dan selalu beristighfar memohon ampun kepada-Nya. Karena, bisa
jadi yang tidak kita sukai justru baik bagi kita, sebaliknya, bisa
jadi  yang kita sukai justru akan mencelakakan kita. Semoga kita
senantiasa menjadi hamba yang sabar dan selalu husnudzon terhadap
ketentuan  Allah SWT.infoabdulwahid.wordpress.com

1 komentar:

  1. Ya setuju, Pak Ustad. Kita selaku makhluk Allah SWT, kita berkewajiban untuk terus berikhtiar, dan hasilnya kita serahkan kepada Allah SWT, dengan selalu berbaik sangka kepada semua ketentuan Allah SWT. Best wishes

    BalasHapus