Salurkan Zakat, Infaq, Shadaqah dan Wakaf anda ke ZISWAF al-Muhajirin

Panitia Renovasi Masjid Al-Muhajirin

renovasi Masjid Al-Muhajirin ke Bank Syariah Mandiri KCP Jatinangor an. Panitia Renovasi Al Muhajirin Nomor Rekening 1000-555-777

iklan

jazakamullah ahsanal jaza' semoga Allah SWT akan membalas kalian dengan balasan yang terbaik. aamiin yaa robbal 'alamiin...

Selasa, 25 Februari 2014

CARA RASUL MEMPERLAKUKAN ANAK-ANAK


CARA RASUL MEMPERLAKUKAN ANAK-ANAK
Oleh :
 Abdul Wahid
Andrias harifa dalam bukunya yang berjudul “Menjadi Manusia Pembelajar”, berpendapat; “Kanak-kanak memiliki pengetahuan yang amat terbatas hampir dalam segala hal, baik tentang dirinya, orang lain, alam semesta, apalagi tentang Sang Khalik. Kanak-kanak juga belum mampu untuk menentukan sikap, apakah harus positif atau negatif, kritis atau nrimo, terhadap hampir semua hal yang terjadi di lingkungan sekitarnya.”
Anggapan ini menunjukan bahwa masa kanak-kanak merupakan masa dimana proses pembelajaran harus menjadi prioritas. Ibarat kertas, maka anak-anak kita adalah kertas putih yang bersih, yang belum ditulis siapapun, sehingga lingkungan diluar dirinya, terutama orang tuanya yang akan memberikan pengaruh besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak, baik dari segi fisik, psikis, mental dan ruhaninya.
Islam, sebagaimana yang diajarkan dan diteladankan oleh Rasulullah SAW, menyuruh umatnya agar memperlakukan dan mendidik anak dengan sebaik mungkin. Mendidik dengan penuh kesungguhan, dengan hati dan keteladanan. Dalam pandangan Rasul, anak adalah calon manusia dewasa yang telah memiliki hati, perasaan, harga diri yang sama dengan manusia dewasa, dan telah memiliki hak-hak tertentu. Berikut adalah cara Nabi Muhammad dalam memperlakukan dan mendidik anak-anak.
1.        Tidak membedakan perlakuan antara anak kecil dan orang dewasa
Ketika Nabi membagi madu kepada orang dewasa dan di situ ada anak kecil, maka Rasul memberi jatah juga pada anak tersebut. Nabi pernah bersabda, “Siapa yang mempunyai anak, hendaklah dia ‘menjadi anak’ pula (yakni memahami, bersahabat, dan menjadi teman bermain anaknya).”
2.      Tidak membedakan perlakuan antara anak laki-laki dan perempuan
Pernah suatu ketika ada seorang laki-laki duduk di sebelah Nabi, hingga kemudian anak laki-lakinya datang dan duduk di pangkuannya. Tak lama kemudian, datanglah anak perempuannya, tetapi laki-laki itu tidak memangkunya. Melihat kejadian ini, kemudian Nabi bersabda,  “Mengapa engkau tidak menyamakan keduanya?” Hal ini menunjukan bahwa kita harus memperlakukan sama antara anak laki-laki dan anak perempuan
3.      Memperlakukan anak dengan penuh kelembutan dan kasih sayang
Ketika ada anak seorang sahabat yang buang air kecil di gendongan Beliau dan ibu anak tersebut membentaknya, Rasul menegur dengan mengatakan bahwa air kencing bisa dicuci sedangkan sakit hati anak susah diobati. Beliau tidak mengganggu anak-anak yang sedang bermain, bahkan pernah menonton anak-anak yang sedang bermain dengan penuh senanghati. Rasul pun tidak mengganggu boneka Siti Aisyah yang dinikahinya ketika masih kecil.
Rasulullah mendidik anak dengan penuh kasih sayang, kehangatan, penuh perhatian dan tanggungjawab. Beliau bersabda, “Alzimuauladakum” yang artinya “Dekatianak-anakmu!” Beliau sering menggendong anak sahabat yang dibawa berkunjung kerumahnya. Beliau juga memangku Hasan di atas paha yang satu dan memangku anak sahabat di atas paha lainnya kemudian memeluk mereka berdua.
Beliau tidak melakukan sesuatu yang membahayakan anak. Walau sedang shalat, beliau tidak bangkit dari sujud karena cucunya sedang duduk di pundaknya. Beliaupun kerap menyuruh untuk mencium dan mengusap kepala anak.
4.      Mendidik anak dengan ketegasan yang didasari cinta
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Nabi memerintahkan agar orangtua memerintahkan shalat kepada anaknya sejak umur tujuh tahun. Kemudian, jika pada usia sepuluh tahun anak tidak shalat, maka Nabi memerintahkan orangtua untuk memukul mereka.
Perintah beliau untuk memukul anak yang tidak mau shalat pada usia sepuluh tahun bukanlah perintah untuk melakukan kekerasan. Pukulan yang dilakukan adalah dharbanrafiiqan, pukulan yang disertai rasa kasih sayang, bukan pukulan sebagai luapan kemarahan. Pukulan itu tidak boleh mengenai wajah (falyajtanibal-wajha) atau anggota tubuh yang vital. Pukulan itu juga tidak boleh menimbulkan bekas (dharbanghairamubarrih).
Nabi Saw. bersabda, “Gunakanlah cinta dan kasih sayang dalam mendidik dan membina, dan jangan menggunakan kekejaman. Sebab, seorang penasihat yang bijak adalah lebih baik ketimbang seorang yang kejam.”
5.      Tidak memanjakannya dengan berbagai fasilitias
Nabi tidak menganjurkan untuk memanjakan anak. Fathimah, putri Nabi, melakukan semua pekerjaan rumahtangga, seperti menyapu rumah, membuat tepung dan memanggang roti, serta mengambil air dari sumur. Semua perkerjaan ini membuat warna kulitnya gelap dan tangannya kasar.
Ketika Fatimah menemui Nabi untuk meminta seorang pembantu, beliau bersabda, “Orang-orang Suffah sangat miskin dan lebih membutuhkan bantuan dari pada Engkau. Akan kuajarkan kepada mu tentang suatu hal yang lebih baik dari pada memiliki seorang pembantu. Apabila Engkau pergi tidur, bertasbihlah sebanyak tiga puluh tiga kali, bertahmid sebanyak tiga puluh tiga kali, dan bertakbirlah sebanyak tiga pulu hempat kali.”
Akhirnya, dengan meneladani cara rasul dalam memperlakukan dan mendidik anak tersebut, diharapkan anak-anak kita akan tumbuh menjadi generasi yang sukses dan menjadi kebanggaan orang tua, dan masyarakatnya.

Selasa, 18 Februari 2014

BIOGRAFI NABI MUHAMMAD Bag. 2


 BIOGRAFI NABI MUHAMMAD Bag. 2
 
E. NABI MUHAMMAD SAW DIANGKAT MENJADI NABI DAN RASUL
 
 
1.      Nabi Muhammad bertahannus di Gua Hira 
 
            Perilaku masyarakat Arab jahiliyah seperti menyembah berhala, berjudi, mabuk-mabukan, suka berkelahi dan tidak suka anak perempuan telah mendorong Nabi Muhammad Saw. untuk mencari jalan keluar agar dapat mengatasi kebiasaan buruk tersebut. Beliau sering mengasingkan diri dari keramaian,  untuk mendapatkan ilham dan beribadah dengan memilih tempat yang jauh dari keramian orang yaitu di Hira.
goa-hira3.jpg     http://t1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSvL7W681e4Q-FZ4V-rpLzdrJcJRTFHcnll6rRbaThJ4wg19Tz7hiTZQeRWhttp://t1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQqHGwbEuB6lZlC-l-66LADNdTiEQY1t9BfUCfIYnv26Edm1M9iQg
Foto Gunung Jabal Nur                                     Foto : Gua Hira terleatk di puncak Jabal Nur
(sumber: Wordpress.com)                             

             Hira merupakan sebuah  Gua  yang berada di puncak Jabal  Nur terletak kurang lebih 6 km di sebelah utara Masjidil Haram. Di gua inilah Nabi Muhammad saw menerima wahyu yang pertama, yaitu surat Al-'Alaq ayat 1-5.  berjarak sekitar 7 kilometer dari kota Mekah. Gua Hira dipilih sebagai tempat yang cocok untuk melakukan tahannus yaitu perenungan dan beribadah untuk mendapatkan ilham dan petunjuk yang baik untuk mengatasi kehancuran kepercayaan dan moral masyarakat Arab jahiliyah.
      Nabi Muhammad Saw sering bertahannus di tempat itu  bahkan ketika usianya mencapai 40 tahun, apalagi di bulan Ramadan beliau lebih  banyak bertahannus dibandingkan dengan waktu-waktu sebelumnya. Beliau membebaskan diri dari kebatilan dan menghadapkan hatinya ke jalan yang lurus dan kepada kebenaran abadi.
2.      Permulaan Turunnya Wahyu
Sebelum wahyu turun kepada Nabi Muhammad saw, sekitar enam bulan sebelumnyA Nabi Muhammad saw. selalu mendapat mimpi-mimpi. Diriwayatkan  dalam sebuah hadis, bahwa Aisyah r.a. memberi keterangan sebagai berikut: “Yang pertama sekali mendahului kedatangan wahyu kepada Rasulullah saw. adalah mimpi-mimpi yang benar. Setiap mimpi beliau selalu terbukti (kebenarannya) secara nyata, seterang cahaya di pagi hari. Setelah itu beliau terdorong untuk menyendiri (bertahanus), bertempat di Gua Hira untuk beribadah beberapa malam dan kembali lagi kepada keluarganya untuk mengambil bekal bertahannus berikutnya. Hingga suatu ketika datang kepada beliau Al Haqq, kebenaran Mutlak, yaitu dengan datangnya malaikat yang menyampaikan “Igra’ dan seterusnya.” (HR Imam Bukhari)
Beberapa waktu menjelang turunnya wahyu yang pertama, Nabi Muhammad saw. sering kali mendengar suara yang berkata, “Wahai Muhammad, sesungguhnya engkau adalah pesuruh Allah (Rasulullah) yang benar.” Dan ketika beliau mengarahkan pandangan mencari sumber suara itu, beliau mendapati seluruh penjuru telah dipenuhi oleh cahaya yang gemerlap dan hal ini mencemaskan beliau sehingga dengan tergesa-gesa beliau menemui istri tercinta, Khadijah.
Khadijah menyarankan beliau menemui Waraqah bin naufal, seorang tua yang mempunyai pengetahuan tentang agama-agama terdahulu. Dalam pertemuan tersebut terjadilah dialog. “Dari mana engkau mendengar suara tersebut?” Tanya Waraqah. “Dari atas,” jawab Nabi. Waraqah berkata lagi, “Yakinlah bahwa suara itu bukan suara setan, karena setan tidak akan mampu datang dari arah atas, tidak pula dari arah bawah. Suara itu adalah suara dari malaikat.”
Foto: Mushaf Al Quran (Sumber : wordspress.com)
       Tepat Pada malam 17 Ramadhan (6 Agustus 610 Masehi), saat Nabi Muhammad Saw. bertahannus di gua Hira, datanglah malaikat Jibril membawa wahyu dan menyuruh Nabi Muhammad Saw untuk membacanya, “Bacalah!” Nabi Muhammad Saw. dengan terperanjat menjawab,  “Aku tidak bisa menbaca!” Jibril mengulangi lagi suruhannya, ”Bacalah!”  tetapi nabi Muhammad Saw. tetap menjawab, “saya tidak bisa membaca!”. Begitulah berulang sampai tiga kali, dan akhirnya berkata: “Apa yang harus kubaca?” Jibril berkata:
1. bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan.
2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah.
4. yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam
 5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
(QS. Al-Alaq : 1-5)
Lalu beliau mengucapakan wahyu itu. Jibril pun pergi, setelah wahyu itu tersimpan dalam kalbu nabi Muhammad Saw.
Wahyu al-Quran ini merupakan wahyu pertama yang diterima Nabi Muhammad Saw., yaitu lima ayat pertama dari surat Al-Alaq. Diturunkan pada malam al- Qadar . Peristiwa turunnya Al Quran dikenal dangan  Nuzul al-Quran.
3.      Peranan Siti Khadijah ketika Nabi Muhammad Menerima Wahyu Pertama
            Setelah menerima wahyu itu Nabi Muhammad Saw. segera pulang ke rumah dalam keadaan gemetar, sehingga meminta untuk diselimuti kepada istrinya, Siti Khadijah. Setelah agak tenang Nabi Muhammad Saw. menceritakan apa yang dialaminya di gua Hira. Karena terlampau lelah maka beliau pun tertidur.
            Sementara Siti Khadijah pergi ke rumah pamannya yang bernama Waraqah bin Naufal . Khadijah menceritakan peristiwa yang dialami oleh suaminya. Mendengar cerita Khadijah, Waraqah bin Naufal berkata: “Quddus, quddus, demi Tuhan yang jiwa Waraqah ditangan-Nya, jika engkau membenarkan aku, ya Khadijah sesungguhnya telah datang kepadanya  Namus Akbar (petunjuk yang maha besar), sebagaimana pernah datang kepada Nabi Musa, dia sesunguhnya akan menjadi Nabi bagi ummat kita ini. Dan katakanlah kepadanya hendaklah ia tetap tenang.”
          Setelah mendapat penjelasan dari pamannya  Siti Khadijah segera kembali ke rumah dan menyampaikan kembali berita gembira itu kepada suaminya dengan kata-kata yang lemah lembut, dan penuh ketenangan bahwa yang diterima oleh suaminya itu merupakan wahyu dari Allah Swt. yang menandakan beliau diangkat menjadi nabi rasul Allah.
F. BEBERAPA TAHAPAN DALAM DAKWAH NABI MUHAMMAD SAW
          Sebagaimana yang sudah diketahui, Mekah merupakan pusat agama Bangsa Arab. Rumah suci Baitullah atau Ka’bah peninggalan nabi Ibrahim dan Ismail sebagai tempat beribadah kepada Allah Swt. berubah menjadi pusat kemusyrikan dan peribadatan kepada berhala dan patung-patung yang disucikan seluruh Bangsa Arab.                                                                                                                 
         Cita-cita untuk memperbaiki keadaan mereka tentu bertambah sulit dan berat jika orang yang hendak mengadakan perbaikan jauh dari lingkungan mereka. Hal ini membutuhkan kemauan keras dan cara-cara yang baik dan bertahap. Maka dalam menghadapi keadaan seperti ada beberapa tahapan dakwah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw, yaitu :
1. Dakwah Secara Sembunyi-Sembunyi
Setelah menerima wahyu pertama yang menandakan beliau diangkat menjadi nabi dan rasul, Nabi Muhammad Saw tidak bersegera untuk berdakwah tetapi menunggu perintah terlebih dahulu.  Selama kurang lebih dua setengah tahun beliau berharap-harap cemas menunggu wahyu berikutnya yang akan memberi petunjuk apa yang harus beliau lakukan selanjutnya. Dan perintah yang ditunggu-tunggu pun  akhirnya datang juga berupa wahyu yang kedua yaitu QS al-Muddassir ayat 1-7
1. Hai orang yang berkemul (berselimut),
2. bangunlah, lalu berilah peringatan!
3. dan Tuhanmu agungkanlah!
4. dan pakaianmu bersihkanlah,
5. dan perbuatan dosa tinggalkanlah,
6. dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak.
7. dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.

Dengan turunnya wahyu ini, maka jelaslah apa yang harus dilakukan dalam menyampaikan risalah-Nya, yaitu mengajak umat manusia menyembah Allah Swt. maka mulailah beliau menyiarkan agama Allah kepada seluruh manusia.
Dakwah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad terlebih dahulu dilakukan dengan cara sembunyi-sembunyi atau secara rahasia. Hal ini  Untuk menghindari rintangan dan tindakan buruk orang-orang Quraisy yang fanatik terhadap agama nenek moyangnya.
Nabi Muhammad Saw tidak menampakkan dakwahnya di majlis-majlis umum tetapi beliau secara sembunyi-sembunyi mulai menyeru keluarganya yang tinggal satu rumah dan sahabat-sahabat terdekatnya seorang demi seorang agar mereka menyembah Allah Swt.
Dakwah secara sembunyi-sembunyi atau rahasia yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw. selama 3 tahun dan berhasil mengajak manusia untuk beriman dan beribadah kepada Allah Swt berjumlah 40 orang laki-laki dan perempuan. Kebanyakan dari mereka merupakan orang-orang fakir, kaum budak, dan orang-orang Quraisy yang tidak memiliki kedudukan. Untuk pembinaan dan pengajaran para pengikutnya dilakukan di rumah  salah serang dari mereka yaitu rumah al-Arqam bin Abil  Arqam.
2. Orang-Orang yang Pertama Beriman
Orang yang pertama beriman kepada ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw.  ialah istri beliau sendiri, Khadijah, kemudian disusul dari golongan anak-anak yaitu Ali bin Abi Thalib dan dari golongan hamba sahaya yaitu Zaid bin Harisah, sedangkan dari golongan dewasa yaitu Abu Bakar.
Abu Bakar setelah menyatakan diri masuk Islam, ia pun mulai berdakwah, dengan penuh semangat. Dia dikenal sebagai seorang laki-laki yang lemah lembut, pengasih dan ramah, memiliki akhlak yang mulia dan terkenal. Kaumnya suka mendatangi Abu Bakar dan menyenanginya, karena dia dikenal sebagai orang yang memiliki pengetahuan dan sukses dalam berdagang serta baik pergaulannya dengan orang lain. Maka dia menyeru orang-orang dari kaumnya yang biasa duduk-duduk bersamanya dan yang dapat dipercayainya. Berkat seruannya, ada beberapa orang yang masuk Islam, antara lain :
1.                 Usman bin Affan
2.                  Zubair bin Awwam
3.                 Sa’ad bin Abi Waqas
4.                 Abdurrahman bin Auf
5.                  Talhah bin Ubaidillah 
6.                 Ubaidillah bin Jarrah
7.                  Arqam bin Abil Arqam
8.                 Fatimah binti Khattab 
9.                 Said bin Zaid Al Adawi (suami fatimah)
 
       Meraka mendapat gelar Assabiqunalawwalun artinya golongan yang pertama tama masuk agama Islam.   
 
3. Dakwah Secara Terang-Terangan
Setelah selama 3 tahun Nabi Muhammad Saw berdakwah secara sembunyi-sembunyi atau secara rahasia. Kemudian beliau melakukan dakwahnya secara terang-terangan atau terbuka. Hal ini dilakukan setelah beliau mendapat perintah dari Allah Swt berupa wahyu, QS al-Hijr [15] : 94.
Artinya :Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.
Setelah menerima wahyu tersebut Nabi Muhammad Saw. segera melaksanakan perintah Allah itu dengan pergi ke atas bukit Shafa lalu memanggil seluruh kabilah Quraisy, kemudian beliau menyampaikan bahwa dirinya seorang nabi dan rasul dan menyeru kepada mereka untuk masuk agama Allah dan meninggalkan kemusyrikan yang selama ini mereka kerjakan.
Setelah itu Nabi Muhammad turun dari bukit Shafa untuk mengumpulkan semua keluarga dan kerabatnya dan memperingatkan mereka agar menyelamatkan diri dari siksa neraka dengan mengikuti dan mengimani ajaran yang disampaikan oleh beliau. Di antra tokoh Quraisy yang hadir bernama Abdul Uzza bin Abdul Mutalib yang lebih dikenal dengan panggilan Abu Lahab. Dan di sela-sela pembicaraan Nabi Muhammad, Abu Lahab berseru : “Binasa kamu! Apakah hanya untuk ini kamu mengumpulkan kami?”
Sebetulnya kebinasaan tidak akan menimpa Nabi Muhammad, sebagaimana yang diucapkan oleh Abu Lahab, tetapi kebinasaan akan menimpa Abu Lahab sendiri dan istrinya, serta orang-orang yang berperilaku seperti Abu Lahab yang suka memfitnah dan menghalang-halangi dakwah Nabi Muhammad Saw. ancaman ini tercantum dalam QS. Al-Lahab : 1-5
1. binasalah kedua tangan Abu Lahab dan Sesungguhnya Dia akan binasa
2. tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan
3. kelak Dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak
4 dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar
5. yang di lehernya ada tali dari sabut
 
Dalam dakwah secara terang-terangan ini Nabi Muhammad Saw. mengingatkan bahwa tuhan-tuhan yang mereka sembah berupa patung-patung itu tidak dapat memberi faedah dan bahaya sehingga tidak patut untuk mengikuti kebiasaan buruk yang telah diwariskan oleh nenek moyang mereka. Tetapi dakwah dan ajakan beliau ditentang dan ditolak oleh bangsa Quraisy dengan alasan mereka tidak dapat meninggalkan agama warisan nenek moyangnya. 
 
4.      Dakwah Nabi Kepada Kerabat Keluarganya
Allah Swt., memerintahkan kepada Nabi Muhammad Saw., agar mengajak dan memperingatkan agar kerabat beliau untuk memasuki agama Allah, sebagaimana firman-Nya :
Artinya :  Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat       ( al-Syu’ara [15]: 214)
Sesuai dengan perintah Allah Swt, maka Nabi Muhammad Saw., menyampaikan dakwahnya itu ditujukkan pula kepada keluarganya sendiri terutama istrinya, Khadijah dan orang-orang yang ada di rumah beliau, yaitu keponakannya,  Ali bin Abi Thalib yang saat itu dipelihara dan diasuh oleh beliau serta anak angkatnya, Zaid bin Harisah. Keluarga beliau dengan mudah untuk menerima ajaran yang disampaikannya dan dengan sukarela mereka memeluk Islam.
Kemudian beliau mengarahkan dakwahnya kepada kerabat dekatnya, paman-pamannya dan saudara dekat yang lainnya, namun sedikit sekali dari mereka yang mau menerimanya, bahkan pamannya yang bernama Abu Lahab menolak secara kasar dan melakukan sikap permusuhan terhadap nabi Muhammad Saw., Abu Lahab berusaha untuk menghalangi dakwah, dan juga menghasut agar masyarakat Quraisy memusuhi dan menolak dakwah yang dilakukan Nabi Muhammad Saw., 
tetapi Nabi Muhammad pun mendapat pembelaan yang luar biasa dari salah seorang pamannya, Abu Talib yang walaupun dia tidak secara jelas berikrar untuk masuk Islam. 
G. UPAYA KAFIR QURAISY UNTUK MENGHENTIKAN 
      NABI   MUHAMMAD SAW DALAM BERDAKWAH
 
1. Bujukan Kaum Quraisy Terhadap Nabi Muhammad Saw.
 
Dakwah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad semakin hari semakin meluas, dan pengikutnya semakin bertambah banyak. Hal ini mendorong tokoh-tokoh Quraisy untuk berusaha mencegah dan menghentikan dakwah Nabi muhammad Saw.
Para tokoh Quraisy mengutus Utbah bin Rabiah membujuk Nabi Saw dengan menawarkan beberapa hal, dengan harapan beliau bersedia menerima salah satunya. Tawaran itu antara lain harta kekayaan yang banyak, dinobatkan menjadi raja, dan jika sakit bersedia untuk mencari tabib dan menanggung biaya berapa pun yang diperlukan sampai sembuh.   
Tokoh yang lain pun datang menemui Nabi Muhammad Saw dengan menawarkan harta kekayaan dan gadis tercantik. Dan ada juga yang menawarkan untuk menyembah Tuhan secara bergantian, mereka menawarkan, “Bagaimana kalau engkau menyembah tuhan-tuhan kami sehari dan kami menyembah Tuhanmu sehari?”
Ajakan dari kafir dan dan penolakan dari Nabi Muhammad untuk beribadah secara bergantian diabadikan oleh Allah dalam QS. Al Kafirun: 1-6 
ÇÊÈ  
1. Katakanlah: "Hai orang-orang kafir
2. aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
3. dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah
4. dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah
5. dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah
6. untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku."
  
                                                                                                                         
Apapun yang ditawarkan kepada Nabi Muhammad Saw semua ditolak. Nabi Muhammad Saw mengatakan kepada mereka, “Aku tidak memerlukan semua yang kalian tawarkan. Aku berdakwah bukan karena menginginkan harta kekayaan, kehormatan atau kekuasaan, tetapi Allah Swt. mengutusku sebagai Rasul. 
 
2. Bujukan Kaum Quraisy Terhadap Abu Thalib
Setelah tokoh Quraisy gagal membujuk nabi Muhammad Saw secara langsung, kini mereka meminta bantuan kepada Abu Thalib, untuk menghentikan dakwah Nabi Muhammad Saw, tetapi  ia pun menolaknya. 
Para tokoh Quraisy mencoba untuk membujuk Abu Thalib, dengan mengutus Walid bin Mughirah untuk menukar Umarah bin Walid dengan Nabi Muhammad Saw. hal itu pun ditolak keras oleh Abu Thalib.  
Kemudian para tokoh Quraisy datang lagi dengan mengajukan dua pilihan kepada Abu Thalib, yaitu menghentikan dakwa Nabi Muhammad Saw. atau mereka sendiri yang akan menghentikannya.
Ketika orang-orang kafir Quraisy menggunakan berbagai macam cara untuk menghalangi dakwah Nabi, sampai kepada menawarkan iming-iming berupa jabatan, harta dan wanita. Jika Nabi menerimanya maka dia mendapatkan seluruh kemewahan duniawi yang diingini banyak orang, tapi karena tujuannya bukanlah ketiga hal tersebut maka ia menolaknya. Maka kemarahan orang kafir Quraisy dipimpin Abu Sofyan pun memuncak. Mereka lalu bermusyawarah dan bersepakat akan membunuh Nabi Muhammad, mereka menunjuk agar masing-masing kabilah (suku) mengutus utusannya dan dipilih orang yang paling kuat, paling gagah dan paling berani untuk membunuh Nabi. Akan tetapi sebelum mereka menyerang Nabi, mereka bersepakat mengirim utusan terakhir untuk disampaikan kepada Abu Thalib paman Nabi. Mereka pun pergi dan menghadap kepada paman Nabi dan menyampaikan keinginan mereka yang tegas bahwa jika Abu Thalib tidak bisa menghentikan keponakannya menyampaikan agama barunya itu, maka kami akan membunuhnya.
Berita itu membuat pamannya cemas, akhirnya ia memanggil keponakannya Muhammad dan berkata, Wahai Muhammad, orang-orang itu datang dan meminta kepadaku agar menyampaikan kepada engkau agar menghentikan agama barumu itu karena aku khawatir akan keselamatanmu. Nabi Muhammad menjawab, Wahai pamanku andaikata mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan rembulan di tangan kiriku, aku tidak akan mundur selangkah pun meskipun aku hancur karenanya.' Ucapan Nabi yang demikian teguhnya membuat pamannya terharu, simpatik dan semakin yakin dengan kebenaran agama baru itu. Ketika orang-orang kafir Quraisy itu menemui paman Nabi untuk yang kesekian kalinya Abu Thalib berkata kepada mereka, Kalian tidak dapat menyentuh Muhammad sebelum kalian menguburkanku. Dari catatan sejarah itu, awalnya Abu Thalib kelihatan  berada pada posisi di tengah atau netral, namun setelah melihat sikap Nabi yang demikian meyakinkan dirinya membuat itu menjatuhkan pilihan untuk membela Nabi sampai titik darah penghabisan.
Demikianlah tekad dan pembelaan  Abu Thalib terhadap Nabi Muhammad Saw., Walaupun pemuka-pemuka Quraisy berkali-kali membujuknya. 
 
                                          
3. Penghinaan Kaum Quraisy Terhadap Nabi Muhammad Saw
Segala bujuk rayu telah dilakukan oleh tokoh-tokoh Quraisy agar Nabi Muhammad Saw. menghentikan dakwahnya, tetapi mereka tidak berhasil. Maka permusuhan kafir Quraisy kepada Nabi Muhammad Saw. semakin keras dan gencar. Mereka mencerca, memaki, mencemooh, menghina, dan mengejek setiap kali beliau lewat di hadapan mereka.
 Sebagian dari kafir Quraisy pernah menaburkan tanah di atas kepala Nabi Muhammad Saw. ketika beliau sedang berjalan di sebuah lorong Mekah sehingga beliau kembali ke rumah dengan kepala yang sangat kotor. Pernah juga suatu hari, ketika Nabi Muhammad Saw. sedang sujud seorang kafir Quraisy mencampakkan kotoran kambing ke atas punggung beliau.  Semua penghinaan yang dilakukan kafir Quraisy beliau hadapi dengan penuh kesabaran. Beliau tidak pernah membalas keburukan dengan keburukan melainkan memaafkan dan bersabar, dan menyerahkan segala urusannya kepada Allah Swt. 
 
4. Penyiksaan Kaum Quraisy Terhadap Para Sahabat Nabi Muhammad Saw
Tindakan kekerasan yang dilakukan kafir Quraisy tidak hanya dilakukan terhadap pribadi Nabi Muhammad Saw., tetapi mereka pun bersikap keras dan melakukan penganiayaan juga penyiksaan terhadap para sahabatnya. Para sahabat telah merasakan berbagai penyiksaan, di antara mereka bahkan ada yang sampai buta bahkan meninggal dunia.
Para sahabat dan pengikut setia Nabi Muhammad Saw yang mengalami penyiksaan yang luar biasa, antara lain : Bilal bin Rabbah, Amar bin Yasir beserta ayah dan ibunya.
 
a.      Bilal bin Rabbah
       Bilal bib Rabbah  disiksa oleh majikannya, yang bernama Umayyah, Dia disiksa dengan cara dijemur di atas pasir pada siang hari yang sangat panas, perut dan punggungnya dibolak-balik dan ditindih dengan sebuah batu besar. Dalam keadaan seperti itu dia paksa untuk mengingkari Allah dan Rasul-Nya dan dipaksa untuk menyembah Latta dan Uzza, tetapi dalam penderitaan yang sangat berat itu Bilal tetap berucap: “Ahad, Ahad, Ahad,.. (Allah hanya satu, Allah hanya satu, Allah hanya satu...)
Dalam keadaan seperti itu Abu Bakar lewat dan segera menolong dan menebus dari Umayyah lalu dimerdekakannya. Mengetahui tindakan yang dilakukan oleh Abu Bakar, Nabi Muhammad Saw merasa gembira. 
Dan sebagai penghormatan atas keteguhan dalam mempertahankan keimanan ,maka Bilal bin Rabbah diangkat sebagai muazin, dialah yang selalu mengumandangkan azan setiap waktu salat fardu.
 
b.      Ammar bin Yasir
Ammar bin Yasir mengalami nasib yang sama dengan Bilal bin Rabbah, ia diseret oleh orang kafir Quraisy ke tengah padang pasir yang sangat panas, ia disiksa dengan kejam tanpa ampun. Begitupun ayahnya yang bernama Yasir, disiksa dengan begitu kejam sampai meninggal dihapan Ammar sendiri, hal ini dilakukan agar agar Ammar menyerah untuk melepaskan diri dari menjadi pengikut setia Nabi Muhammad Saw. dan kembali lagi bergabung dengan orang kafir, untuk berlaku musyrik.
Ibu Ammar pun yang bernama Sumaiyah menjadi korban keganasan orang kafir, saat Sumaiyah melihat suaminya meninggal di bawah kekejaman kafir Quraisy, ia memaki-maki Abu Jahal. Tanpa ampun lagi Sumaiyah pun ditusuk jantungnya oleh Abu Jahal dengan tombaknya, hingga mati sebagai syuhada.
Kematian ayah dan ibunya sebagai syuhada tidak menggoyahkan hati Ammar untuk keluar dari Islam, maka penyiksaan terhadap dirinya yang dilakukan kafir Quraisy semakin keras. Ia dibolak-balik di atas pasir di bawah pancaran sinar matahari yang sangat panas, bahkan dibenamkan ke dalam kubangan.
Siksaan yang menimpa Ammar bin Yasir sangat biadab, sehingga ia tidak sanggup lagi menahan dan menanggungnya. Sehingga ia mencoba membaut taktik berpura-pura ke luar dari Islam, pada hal hatinya tetap beriman. Dengan taktik itu penyiksaan pun dihentikan dan mereka merasa puas dengan penngakuan Ammar. 
Siasat pura-pura keluar dari Islam yang dilakukan Ammar, kemudian dia melaporkan kepada Nabi Muhammad Saw., bahwa dia melakukan kebohongan itu karena sudah tidak tahan lagi menahan siksaan yang sangat berat. Mendengar pengakuan itu Nabi Muhammad berkata: Kalau mereka datang lagi kepadamu, katakanlah seperti itu!” Hal ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad setuju dengan apa yang dilakukan oleh Ammar, kemudian dikuatkan oleh firman Allah dalam QS. al-Nahl : 106, sebagai berikut :
   
Artinya : Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah Dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir Padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, Maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar.
 Dengan demikian apa yang dilakukan Ammar telah dibenarkan oleh ajaran Islam. Dan Ammar dapat hidup normal tanpa siksaan dan deraan. Selanjutnya Ammar menjadi salah seorang sahabat Nabi Muhammad yang setia dan dihormati oleh para sahabat yang lain. Sepanjang hidupnya Ia selalu mengabdikan dirinya dalam memperjuangkan dan membela agama Allah dan kaum muslimin. 
 
c.       Khabbab bin Arit
Khabbab bin Arit merupakan sahabat yang lainnya yang mendapat penganiayaan dan perlakuan buruk dari kaum kafir Quraisy. Seluruh tubuhnya dalam keadaan lebam, memar-memar, dan babak belur. Dalam keadaan seperti itu dia menghadap nabi Muhammad Saw. untuk memohon doa bagi kemenangan kaum muslimin.
Atas permohonan yang disampaikan oleh Khabbab bin Arit, nabi Muhammad Saw. bersabda : 
“Jika engkau merasa heran dan terkejut melihat penyiksaan dan penganiayaan yang dialami oleh orang-orang yang berjihad di jalan Allah, ketahuilah bahwa itu adalah jalan yang seharusnya ditempuh. Itu adalah sunnatullah yang berlaku pada semua hamba-Nya yang beriman. Ada yang disikat dengan sikat besi, hingga terkelupas kulitnya. Akan tetapi siksaan-siksaan itu tidak menggoyahkan tekad mereka untuk mempertahankan keimanan. Adalah keliru jika engkau mengira bahwa penganiayaan dan penyiksaan itu akan menimbulkan keputusasaan, tetapi sebaliknya malahan menjadi prtanda akan dekatnya kemenangan. Demi Allah, Allah pasti akan memenangkan agama ini sehingga orang berani berjalan dari San’a ke Hadramaut tanpa rasa takut kepada siapa pun juga selain kepada Allah dan hanya takut kambingnya disergap serigala.”
Apa yang dikatakan oleh Nabi Muhammad Saw. menjadi kenyataan, kemenangan demi kemenangan diraihnya, dan para pengikutnya semakin bertambah banyak dan kuat.
 
                                            
H.  HIJRAH ke HABSYAH
 
1. Hijrah ke Habsyah yang Pertama
Ketika Nabi Muhammad Saw. melihat keganasan kaum kafir Quraisy kian hari bertambah keras, sementara beiau tidak mampu memberikan perlindungan kepada kaum muslimin, maka beliau menganjurkan kepada para pengikutnya itu, agar hijrah (pindah) ke luar kota Mekah.
 
http://3.bp.blogspot.com/_J6gkUpIH2LU/TP0r7PKYtAI/AAAAAAAAAW0/-FVK-Kxgs0o/s320/sahara_morroco.jpg
Gambar : melintasi gurun pasir (saiderblog.blogspot.com)
 
Nabi Muhammad Saw. menetapkan Habsyah sebagai negeri tempat hijrah bagi para pengikutnya.  Habsyah suatu negeri yang terletak di jauh dari Mekah, negeri itu berada di Afrika Timur. Negeri Habsyah dikenal juga dengan nama Abessinia dan sekarang lebih dikenal dengan nama Ethiopia. 
Alasan Muhammad Saw. menetapkan Habsyah sebagai negeri tempat hijrah para pengikutnya  antara lain raja yang berkuasa di negeri itu yang bernama Najasyi dikenal sebagai raja yang adil, baik hati, dan suka menghormati tamu.
Maka dalam hadis beliau menyarankan dengan sabdanya sebagai berikut :”Sesungguhnya negeri Habsyah terdapat seorang raja yang tidak seorang pun dizalimi di sisinya, pergilah ke negerinya, hingga Allah membukakan jalan ke luar bagi kalian dan penyelesaian atas peristiwa yang menimpa kalian.”
Akhirnya atas anjuran dari Nabi Muhammad Saw. berangkatlah kaum muslimin dari Mekah menuju ke tepian Laut Merah tepatnya pelabuhan Shuhaibah. Di sana, dua perahu telah siap membawa mereka ke sebuah negeri yang mereka tuju, yaitu negeri Habsyah. 
Romobongan hijrah pertama ke Habsyah diikuti oleh 14 orang yang terdiri dari 10 Laki-laki dan 4 perempuan. Ikut serta dalam rombongan itu Usman bin Affan dan istrinya Ruqayyah putri Rasulallah Saw., Zubair bin Awwam dan Abdurrahman bin Auf. Rombongan ini dipimpin oleh Usman bin Maz’un.
Sesampainya di Habsyah para pengikut dan sahabat Nabi Muhammad ini disambut oleh Raja Najasyi dan para ajudannya dengan penuh keramahan dan persahabatan. Kemudian mereka ditempatkan di daerah yang bernama Negash. Mereka hidup aman di sana dengan mendapatkan perlindungan keamanan dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari dari Raja Najasyi. 
 
2. Hijrah Ke Habsyah yang Kedua
Para pengikut Nabi Muhammad Saw sudah 3 bulan tinggal di Habsyah, dengan diperlakukan dengan baik oleh penguasa negeri itu, kini mereka mendengar bahwa kaum kafir Quraisy telah menghentikan permusuhannya terhadap Islam dan membiarkan pemeluknya hidup bebas. Maka mereka berpendapat tidak ada bahaya lagi kalu mereka pulang lagi ke Mekah. Maka mereka pun memutuskan untuk pulang ke kampung halamannya di Mekah. 
Akan tetapi sekembalinya ke Mekah mereka mendapati kenyataan yang sangat memprihatinkan. Karena ternyata berita tentang mekah yang aman bagi kaum muslimin ternyata jauh dari kenyataan. 
Gangguan dan juga tindakan kekerasan yang dilakukan oleh kafr Quraisy terhadap Nabi Muhammad Saw dan kaum muslimin ternyata lebih keras. Tindakan permusuhan yang dilakukan kafir Quraisy tidak pernah berhenti walau hanya sehari.
Maka sekali lagi Nabi Muhammad Saw. menganjurkan kembali kaum muslimin yang tidak mempunyai pelindung dan tidak sanggup bertahan hidup di Mekah agar hijrah ke Habsyah mengikuti saudara seimannya yang telah berhijrah terlebih dahulu. 
Maka dengan anjuran dan dorongan Nabi Muhammad Saw. berangkatlah kaum muslimin untuk hijrah ke Habsyah, rombongan hijrah ke Habsyah yang kedua ini terdiri dari 83 laki-laki dan 18 perempuan di bawah pimpinan  Jafar bin Abi Talib. Kedatangan mereka di Habsyah diterima dengan baik oleh rajanya.
Ketika kaum kafir Quraisy mengetahui peristiwa ini, mereka mengutus Abdullah bin Abi Rabiah, dan Amr bin Ash dengan membawa berbagai hadiah untuk membujuk raja Najasy agar menolak kedatangan kaum muslimin dan mengembalikan mereka ke Mekah, tetapi usahanya itu gagal dan kaum muslimin diterima dan dilindungi dengan baik. 
               Sementara itu, Nabi Muhammad Saw tetap tinggal Mekah berdakwah mengajak orang-orang untuk masuk Islam. Dan berkat perjuangannya yang tidak mengenal lelah dan juga atas  hidayah dari Allah Swt. 2 orang tokoh Quraisy yang disegani yaitu Hamzah bin Abdul Mutalib dan Umar bin Khattab berkenan masuk Islam, sehingga barisan Islam menjadi kokoh, sebaliknya kaum kafir Quraisy menjadi gentar dan merasa ketakutan. 
 
3. Raja Habsyah Masuk Islam
Raja negeri Habasyah yang bernama Najasyi merupakan seorang raja yang berlaku iklas dan jujur dalam menjalankan agama Nasraninya, ia tidak mengikuti orang yang aqidahnya berbeda dengan yang diajarkan oleh Nabi Isa as. Ia meyakini bahwa Isa adalah hamba dan utusan Allah, bukan anak Allah, sebagaimana yang dipercayai oleh kebanyakan orang Nasrani.
Najasyi seorang raja yang arif dan bijaksana, Ia mengenal Allah dengan baik dan meyakini bahwa Nabi Isa, as. Sebagai hamba Allah dan Rasul-Nya. Ia meyakini bahwa Al Quran yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad dan Injil yang diwahyukan kepada Nabi Isa berasal dari sumber yang sama, yaitu Allah Swt.
Pengetahuan Raja Najasyi tentang Islam dan Al-Quran diperolehnya dari hasil dialog antara dirinya dengan kaum Muslimin yang diwakili oleh Jafar bin Abdul Muthalib. Pada salah satu kesempatan berdialog dengan Raja Najasyi,   Jafar bin Abi Talib, menjelaskan ajaran-ajaran dasar Islam, seperti menyembah Allah Swt. dan tidak mempersekutukannya, berlaku jujur, melaksanakan shalat, zakat serta puasa.  Jafar bin Abdul Muthalib pun membacakan QS. Maryam :1 -33, yang isi kandungannya tentang kisah Maryam dan putranya, bernama Isa yang juga terdapat dalam Injil. Mendengar penjelasan itu Raja Najasyi terharu. Ia pun menyimpulkan bahwa dasar ajaran Nabi Musa, Isya dan Nabi Muhammad Saw adalah sama. 
Bahkan Raja Najasyi pun mendapatkan surat dari Nabi Muhammad Saw. yang berisi ajakan untuk masuk Islam dan bertauhid kepada Allah Swt. Surat Nabi Muhammad yang dikirim ke Raja Najasyi berbunyi sebagai berikutn:
"Dari Muhammad utusan Islam untuk An-Najasyi, penguasa Abissinia (Ethiopia). Salam bagimu, sesungguhnya aku bersyukur kepada Allah yang tidak ada Tuhan kecuali Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, dan aku bersaksi bahwa Isa putra Maryam adalah ruh dari Allah yang diciptakan dengan kalimat Nya yang disampaikan Nya kepada Maryam yang terpilih, baik dan terpelihara. Maka ia hamil kemudian diciptakan Isa dengan tiupan ruh dari-Nya sebagaimana diciptakan Adam dari tanah dengan tangan Nya. Sesungguhnya aku mengajakmu ke jalan Allah. Dan aku telah sampaikan dan menasihatimu maka terimalah nasihatku. Dan salam bagi yang mengikuti petunjuk."

Ketika surat yang dikirim oleh Nabi Muhammad Saw. sampai ke tangan  Raja Najasyi,  beliau lalu meletakkan ke wajahnya dan turun dari singgasana. Raja Najasyi  lalu mengirimkan surat balasan  kepada Nabi Muhammad Saw yang berisi pernyataan bahwa dirinya menerima Islam sebagai agamanya. Raja Najasyi masuk Islam dibimbing oleh Jafar bin Abi Talib.
Raja Najasyi akhirnya meninggal dunia pada bulan Rajab tahun ke-9 Hijriyyah. Nabi Muhammad Saw menyampaikan berita kematiannya kepada para sahabat kemudian datang ke masjid dan melakukan shalat ghaib.Beliau juga mengabarkan bahwa Raja Najasyi kelak akan masuk surga.
4. Suku Najran Masuk Islam
Pada saat Nabi Muhammad Saw. dan para sahabatnya sedang menghadapi siksaan dan gangguan dari kaum kafir Quraisy datanglah utusan dari luar Mekah dengan didampingi oleh Ja’far bin Abi Talib menemui Nabi Muhammad Saw untuk menyatakan dukungan kepada dakwah agama baru yaitu Islam dan sekaligus mempelajarinya.
 Mereka berjumlah 30 orang lebih berasal dari kaum Nasrani Habsyah. Setelah bertemu dan mengetahui sifat-sifat Nabi Muhammad Saw. serta mendengar ayat-ayat al-Quran yang dibacakannya kepada mereka, segeralah mereka beriman dan masuk Islam semuanya.
Ketika berita ini sampai kepada Abu Jahal, ia segera mendatangani mereka seraya berkata: “kami belum pernah melihat utusan yang paling bodoh kecuali kamu! Kamu diutus oleh kaummu untuk menyelidiki orang ini, tetapi belum sempat kamu duduk dengan tenang di hadapannya, kamu sudah melepaskan agamamu dan membenarkan apa yang diucapakannya.”
Utusan itu itu menjawab: “Semoga keselamatan atasmu. Kami tidak mau bertindak bodoh seperti kamu. Biarlah kami mengikuti pendirian kami dan kamu pun bebas mengikuti pendirianmu. Kami tidak ingin kehilangan kesempatan yang baik ini.”
Berkaitan dengan peristiwa ini Allah Swt menurunkan firman-Nya:
Artinya :
52. orang-orang yang telah Kami datangkan kepada mereka Al kitab sebelum Al Quran, mereka beriman (pula) dengan Al Quran itu.
53. dan apabila dibacakan (Al Quran itu) kepada mereka, mereka berkata: "Kami beriman kepadanya; sesungguhnya; Al Quran itu adalah suatu kebenaran dari Tuhan Kami, Sesungguhnya Kami sebelumnya adalah orang-orang yang membenarkan(nya).
54. mereka itu diberi pahala dua kali  disebabkan kesabaran mereka, dan mereka menolak kejahatan dengan kebaikan, dan sebagian dari apa yang telah Kami rezkikan kepada mereka, mereka nafkahkan.
55. dan apabila mereka mendengar Perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata: "Bagi Kami amal-amal Kami dan bagimu amal-amalmu, Kesejahteraan atas dirimu, Kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil". (QS. Al-Qashash : 52-55)
 
 
I. PEMBOIKOTAN KAFIR QURAISY TERHADAP 
    NABI MUHAMMAD SAW DAN PENGIKUTNYA
 
1.      Latar Belakang Pemboikotan 
 
Para tokoh kafir Quraisy mengetahui bahwa sebagian besar dari kaum Muslimin telah pindah ke Habsyi dan tinggal di sana dalam keadaan aman dan tenteram, sebab mereka mendapatkan perlindungan dan pembelaan dari Najasyi penguasa sekaligus raja negeri tersebut. Kaum Muslimin yang tidak ikut pindah ke Habsyi mendapatkan perlindungan dari dua orang tokoh Quraisy yang baru masuk Islam yaitu Umar bin Khattab dan Hamzah, kedua tokoh ini sangat disegani di kalangan penduduk Mekah, sehingga kafir Quraisy tidak berani untuk menganiaya kaum Muslimin. Dakwah Islam yang dilakukan oleh Nabi Muhammad beserta para pengikutnya semakin berkembang pesat dan menyebar hampir di setiap kabilah.
Menghadapi perkembangan seperti itu para tokoh kafir Quraisy berusaha lebih keras lagi untuk membujuk Muhammad Saw. agar menghentikan dakwahnya. Mereka bersama-sama mendatangi beliau menawarkan kembali apa yang pernah ditawarkan sebelumnya, yaitu kekuasaan, harta kekayaan, dan kepemimpinan. Tetapi Nabi Muhammad Saw. tetap menolak apapun yang ditawarkan kepadanya.
Setelah segala bujukrayu tidak berhasil maka akhirnya para tokoh kafir Quraisy itu  bersepakat untuk membunuh Nabi Muhammad Saw. dan keputusan ini disampaikan kepada bani Hasyim dan bani Abdul Mutalib, kedua bani ini tidak mau menyerahkan Nabi Muhammad Saw kepada mereka, karena nabi Muhammad Saw masih termasuk keluarga besar dari bani Hasyim dan bani Abdul Mutalib, sehingga kedua bani ini berusaha melindungi Nabi Muhammad Saw. dari ancaman pembunuhan kafir Quraisy.
2. Pemboikotan Kaum Quraisy Terhadap Keluarga Nabi Muhammad Saw
Setelah kafir Quraisy tidak berhasil membunuh Nai Muhammad Saw. mereka sepakat untuk memboikot Nabi Muhammad Saw. dan  kaum Muslimin  serta keluarga besarnya, yaitu bani Hasyim dan bani Abdul Mutalib yang selalu melindunginya. 
Untuk keperluan pemboikotan tersebut kafir Quraisy telah menulis suatu piagam perjanjian yang berisi larangan bagi seluruh penduduk Mekah   berhubungan dengan Nabi Muhammad Saw. dan  para pengikutnya serta seluruh keluarga besarnya, baik berupa jual beli,  pernikahan, ziarah menziarahi, dan mengadakan hubungan-hubungan lain dalam bentuk apapun juga. Piagam pemboikotan dipasang di dinding Ka’bah.
Dengan diberlakukannya pemboikotan ini, maka Nabi Muhammad Saw  dan para pengikutnya dan juga seluruh keluarga besarnya dikucilkan di Syi’ib (pemukiman) bani Mutalib. Akibat pemboikotan itu  mereka mengalami penderitaan yang sangat luar biasa. Mereka  kekurangan bahan makanan hingga mereka terpaksa makan daun-daunan. 
Penderitaan akibat pemboikotan ini dirasakan pula oleh Nabi Muhammad Saw. beserta istri dan putrinya. Bahkan Fatimah putri kesayangan beliau sampai jatuh sakit karena kekurangan makanan.
Setiap ada kafilah dagang yang masuk ke kota Mekah kaum muslimin yang berada di luar daerah pemboikotan mereka datang ke pasar untuk membeli bahan makanan untuk keluarganya, akan tetapi mereka tidak dapat membeli apapun  karena dirintangi oleh Abu Lahab yang selalu berteriak menghasut agar para pedagang menaikkan harga setinggi-tingginya. Kaum muslimin terpaksa pulang ke rumah dengan tangan kosong, tidak membawa apapun untuk makanan anaknya yang kelaparan.
 
3.  Sukap Sebagian Tokoh Quraisy terhadap Pelaksanaan Pemboikotan
 
Pemboikotan itu sudah berjalan selama 3 tahun, hal ini mengakibatkan kemiskinan dan kesengsaraan serta penderitaan yang mendalam di kalangan kaum muslimin, dan hal ini pula yang mengundang simpati dan keprihatinan serta  mulai meragukan tepatnya tindakan yang diambil terhadap Nabi Muhammad Saw. dan pengikutnya. 
Tokoh kafir Quraisy yang simpati terhadap penderitaan Nabi Muhammad Saw. beserta pengikutnya di antaranya Mut’am. Dia berniat menghentikan pemboikotan itu dengan cara merobek-robek naskah perjanjian yang telah  tandatanganinya tiga tahun lalu. 
Tokoh Quraisy lainnya yang bersimpati atas penderitaan yang dialami oleh Nabi Muhammad Saw. dan pengikutnya adalah Hisyam bin Amr. Dalam mewujudkan rasa simpatinya itu dia pergi mendatangi Zuhair bin Abi Umayah yang dikenal sebagai orang yang sangat simpati kepada kaum muslimin dan merasa iba melihat kesengsaraan yang diderita oleh nabi Muhammad Saw. kemudian menghubungi al-Bakhtari dan Zam’ah bin al-Aswad. Mereka berlima berkumpul di sebuah tempat yang bernama Khatnul Khujun, untuk merencanakan pembatalan naskah pemboikotan terhadap kaum muslimin.
Pada esok harinya mereka pergi ke Ka’bah. Kepada orang banyak yang ditemuinya Zuhair berkata: “Hai penduduk Mekah, apakah kita bisa bersenang-senang makan dan minum, sedangkan orang-orang bani Hasyim kita biarkan binasa, tidak bisa menjual dan membeli apapun! Demi Allah aku tidak akan tinggal diam sebelum merobek-robek naskah pemboikotan yang celaka itu!
Abu Jahal yang sedang berada di sekitar Ka’bah menyahut: “Engkau dusta, engkau tidak akan dapat merobek-robek naskah itu!  Ucapan Abu Jahal disanggah oleh Zam’ah : “Engkau berdusta! Demi Allah, aku tidak setuju ketika engkau menulis  naskah itu.
Kemudian Abul Bakhtari memperkuat ucapan Zam’ah: “Zam’ah tidak dusta! Demi Allah memang Zam’ah tidak menyetujui apa yang tertulis pada naskah itu!”
Tiba giliran Muth’am memperkuat jawaban Zam’ah dan Abul Bakhtari: ”Kalian berdua tidak berdusta , yang tidak mengatakan seperti itulah mereka yang berdusta!”
Mereka tidak menghiraukan teriakan-teriakan Abu Jahal mereka bergerak mendekati naskah yang tergantung di tengah Ka’bah, bermaksud untuk merobek-robeknya, tetapi tiba-tiba mereka melihat naskah itu telah habis dimakan rayap, kecuali yang bertuliskan “ Bismika Allahumma” (dengan nama-Mu Ya Allah)
Dengan habisnya naskah pemboikotan, maka berakhir pula masa berlaku pemboikotan terhadap nabi Muhammad Saw. dan juga kaum muslimin.
4. Nabi Muhammad Saw dan Keluarga Besar dari Pemboikotan
 
Nabi Muhammad Saw beserta kaum muslimin berjuang menghadapi pemboikotan ini selama 3 tahun. Dan ketika pemboikotan ini telah mencapai puncaknya dan kelaparan melilit mereka, Allah Swt. memberitahukan kepada Nabi Muhammad Saw. bahwasannya rayap telah memakan ancaman pemboikotan yang tertulis dalam piagam itu, tiada yang tertulis lagi dalam piagam itu, kecuali nama Allah. Setelah peristiwa itu para tokoh kafir Quraisy mengakhiri pemboikotan tersebut.
Nabi Muhammad Saw. didampingi istri yang setianya, Khadijah dan putri kesayngannya, Fatimah serta seluruh keluarga besarnya Bani Hasyim dan Bani Abdul Mutalib mereka bebas kembali dan dapat berhubungan kembali dengan penduduk Mekah yang lainnya, baik berupa jual beli maupun hubungan pernikahan. Bahkan Nabi Muhammad Saw dan kaum Muslimin dapat melanjutkan kembalai dakwahnya seperti sediakala.
Kaum Muslimin telah berhasil membuktikan ketabahan, ketulusan, keimanan dan kesabaran yang luar biasanya. Ketabahan mereka dalam menghadapi penderitaan akan dibalas oleh Allah Swt. dengan menempatkan mereka pada kedudukan yang sangat tinggi di Akhirat dan menjadikan mereka sebagai pemimpin-pemimpin besar di dunia. Itulah balasan bagi orang yang bersabar dan bersyukur.
  
 
J. NABI MUHAMMAD SAW MENGALAMI TAHUN BERDUKA CITA
 
1. Abu Talib  Wafat 
Nama aslinya adalah Abdul Manaf, sedangkan nama Abu Thalib adalah nama ‘kuniyah’ atau gelar yang berasal dari nama putera pertamanya yaitu  Thalib. Abu berarti ayah. Abu Thalib adalah paman dan ayah asuh Nabi Muhammad Saw. dia mengasuh Nabi saw dengan jiwa raganya. Ketika Nabi Muhammad Saw berdakwah dan mendapat rintangan dan halangan, Abu Thalib lah yang membelanya.
Abu Talib salah seorang dari putra Abdul Mutalib, ia kakak dari Abdullah bin Abdul Mutalib ayahanda Nabi Muhammad Saw. 
 
                                     Silsilah Abu Talib  
 


Abdul Mutalib
 
                                                                       
 


 
 

                                                                                    


Hamzah
 
Abbas
 
Abu Lahab
 
Haris
 
 
 
 

                                                                                    


Muhammad
 
Aqil
 
Ali
 
Ja’far
 
 
 
 
 
 

Sebelum wafat Abdul Mutalib sempat memberi wasiyat kepada Abu Talib, agar mengasuh dan memelihara cucunya, Muhammad Saw. dengan baik.  Maka wasiyat itu dia laksanakan dengan sebaik-baiknya dan penuh tanggung jawab, memelihara dan mendidiknya sesempurna mungkin. Dia menganggap keponakannya itu sebagai anaknya sendiri, bahkan lebih diutamakan, dihormati dan dihargai.
Abu Talib termasuk keluarga yang sederhana, keadaan ekonomi serba terbatas, anaknya banyak sedangkan harta yang dimilikinya sedikit, sehingga menimbulkan kesadaran pada diri Muhammad Saw untuk membantu kesukaran hidup yang selalu dialami oleh pamannya.  Muhammad Saw. berusaha meringankan beban pamannya itu bertindak sebagai penggembala kambing baik milik keluarga ataupun milik orang lain, dari pekerjaannya itu beliau mendapatkan upah untuk membantu keperluan keluarga pamannya. Meningkat remaja beliau membantu perniagaan pamannya. Di tengah-tengah keluarga  sederhana itulah  Muhammad Saw tumbuh dan dibesarkan.
Peran Abu Thalib tidak hanya sampai dalam melindungi fisik Nabi, tapi memikirkan masa depan rumah tangga Nabi. Abu Thalib yang melakukan pendekatan dan meyakinkan agar Muhammad keponakannya menerima lamaran Khadijah, meskipun awalnya Nabi kelihatan ragu untuk menerima pinangan Khadijah, tapi karena peran Abu Thalib dalam meyakinkan Nabi bahwa Khadijah adalah seorang wanita yang berbudi pekerti luhur dan memiliki kedudukan terhormat, maka Nabi menerima Khadijah sebagai istri. Berhasilnya peran Abu Thalib menghubungkan keduanya menjadi suami istri, membuat Nabi tidak saja disegani, tapi dihormati karena kedudukan Nabi yang berstatus sebagai orang yang berkecukupan dan memiliki kedudukan yang terhormat karena menjadi suami dari seorang wanita yang kaya raya lagi disegani masyarakatnya.  
Tidak berlebihan jika dikatakan Abu Thaliblah yang memiliki jasa paling besar dalam mendidik Nabi dan memikirkan masa depannya. Sehingga Abu Thalib bukan saja sebagai sosok seorang paman, tapi juga sudah menjadi seperti seorang ayah bagi Nabi. 
Abu Talib telah memberikan bantuan dan perlindungan kepada Nabi Muhammad Saw. selama lebih dari 40 tahun. Ia bersahabat dan kadang-kadang melawan kepada orang lain demi melindungi dan membela Nabi Muhammad dari sejak anak-anak, samapai beliau menjadi seorang nabi dan rasul. Dia dengan gagah berani telah membela dan melindungi keselamatan Nabi Muhammad Saw., dalam menghadapi berbagai rintangan dalam berdakwah. 
Akan tetapi sangat disayangkan pada saat-saat menjelang ajalnya ia tidak sempat menyatakan masuk Islam, ia tetap memeluk agama nenek moyangnya. 
Abu Talib meninggal pada tanggal 12 Ramadhan tahun ke-10 dari kenabian dalam usia 87 tahun. Ketika pamannya meninggal, Nabi sangat terpukul dan bersedih, air mata beliau basah mengaliri pipinya, sambil mengusap kening pamannya, Nabi mendoakan agar pamannya diberikan imbalan yang sebaik-baiknya dari Allah karena jasanya yang demikian besar.
 Setelah Abu Thalib meninggal, kafir Quraisy bertambah leluasa melancarkan penyiksaan terhadap Nabi Muhammad Saw., mereka sangat berani untuk menghina dan menyakiti beliau, mereka secara terang-terangan memusuhinya bahkan orang awam pun berani melempar kotoran ke atas kepala -nya sehingga pulang ke rumah dalam keadaan berlumuran kotoran.  Karena begitu berat dan hebatnya penderitaan yang dialami Nabi Muhammad Saw. sehingga beliau menamainya sebagai Amul Huzni, yaitu tahun berduka cita. 
 
2.      Siti Khadijah Wafat
Siti Khadijah dia adalah Ummul Mukminin, yang bersih dan suci. Wanita pertama mengucapkan syahadat setelah Nabi Muhammad, suaminya. Dia tidak pernah menyembah berhala sebagaimana yang dilakukan kafir quraisy pada umumnya. Sehingga dia menyandang gelar Al-Thahirah (wanita yang suci).
Siti Khadijah tumbuh dan besar di kota Mekah dan Baitullah, ayahnya bernama Khuwalid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushai bin Kilab. Ia keturunan suku Quraisy dari keluarga bani Asad. Sedangkan ibunya bernama Fatimah binti Zaidah Al-Amiriyah, lahir di Mekah 15 tahun sebelum tahun Gajah. Siti Khadijah masih ada pertalian nasab dengan Nabi Muhaamd Saw. bertemu pada Qusai.
 
                               Silsilah Siti Khadijah
 


Qusai
 
 

                
                   


 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

                                                                       


Muhammad Saw.
 
 
 
 
 

Kedua orang tuanya telah mendidiknya tentang akhlak dan sifat-sifat yang mulia. Bersama ibunya mengenal masa-masa indah, mendengarkan kicauan burung saat fajar muncul. Sedangkan oleh ayahnya dia sering dibawa ke Baitullah (Ka’bah) utuk melihat patung-patung dan berhala yang diagungkan dan disembah oleh orang-orang musyrik.
Siti Khadijah pun pernah dibawa oleh ayah dan ibunya untuk mengungsi ke luar kota Mekah, tinggal di antara gunung untuk menghindari amukan tentara bergajah di bawah pimpinan Abrahah yang bermaksud menghancurkan Ka’bah.
Siti Khadijah di bawah asuhan kedua orang tuanya tumbuh dewasa menjadi seorang wanita yang berpikiran cerdas, pandai menjaga kesucian diri, dan terpandang.
Setelah dewasa Siti Khadijah pernah beberapa kali menikah. Suami pertamanya adalah Abu Halah bin Zurarah al-Tamimi. Siti Khadijah mendorong suaminya untuk menjadi orang yang terhormat di tenga-tengah kaumnya, namun ajal segera tiba akhirnya suaminya meninggal dengan meningalkan seorang anak bernama, Hindun. Beberapa lama kemudian Siti Khadijah pun menikah lagi dengan seorang pembesar Quraisy bernama Atiq bin Abid bin Abdullah Al-Makhzum. Namun pernikahan yang kedua pun tidak berlangsung lama . Setelah itu dia hidup sendirian, walaupun banyak pemuka Quraisy yang melamarnya.
Siti Khadijah seorang saudagar terhormat dan kaya raya. Ia biasa mempekerjakan beberapa laki-laki untuk menjalankan perniagaannya dan memberi upah kepada mereka dalam bentuk bagi hasil.
Suatu saat Siti Khadijah mendengar tentang sifat-sifat Nabi Muhammad Saw. yang terpuji, seperti jujur dalam bicara, pandai menjaga amanah, dan berakhlak mulia. Ia segera mengutus seseorang untuk menawarkan kerja sama dalam menjalan perniagaan. Nabi Muhammad menerima tawaran itu dan tidak lama kemudian beliau berangkat menuju Syam dengan membawa kafilah dagang   Siti Khadijah ditemani oleh Maisarah. 
Setibanya di Syam Nabi Muhammad Saw. menggelar barang dagangannya, dan barang yang dijualnya itu banyak diminati pembeli, sehingga dalam waktu yang singkat sudah habis terjual . Kemudian bergegas pulang ke Mekah. Berkat kerja sama dalam perniagaan dengan Nabi Muhammad, Siti Khadijah memperoleh keuntungan yang sangat besar hingga mencapai dua kali lipat.
Siti Khadijah sangat gembira dapat bekerja sama dengan seseorang sangat jujur dan mau berkorban untuk menyelesaikan tugasnya dengan baik dan menerima imbalan yang diterimanya dengan perasaan puas. Sampai akhirnya Siti Khadijah pun tertarik hatinya, untuk menikah dengannya. Dan keinginan Siti Khadijah pun terwujud setelah diterima lamarannya, kemudian melangsungkan pernikahan dengan Nabi Muhammad Saw. yang kala itu berusia 25 tahun sedangkan Khadijah berusia 40 tahun.
Kini kebahagian menyelimuti hati Siti Khadijah, ia telah mendapatkan suami idaman, Nabi Muhammad Saw yang memiliki sifat yang sangat lembut dan penuh kasih sayang, pemberani,  penyabar, dan dermawan.
Siti Khadijah sangat mencintai suaminya, Nabi  Muhammad Saw., dengan segenap perasaannya. Siti khadijah senantiasa menyediakan setiap hal yang dapat memberi ketenangan dan kesenangan suaminya, ia tidak pernah ragu untuk merelakan hartanya dipergunakan oleh suaminya dalam berdakwah.
Dari hasil pernikahannya ini lahir putra pertama yang diberi nama al-Qasim kemudian disusul oleh putri-putri lainnya, yakni Zainab, Ruqayyah, Ummu Kulsum, dan Fatimah dan terakhir seorang putra diberinama Abdullah yang dijuluki al-Thayyib (lelaki baik).
Siti Khadijah seorang wanita yang sangat dermawan dan pemurah, ia menyukai sesuatu yang disukai oleh suaminya, dan berusaha untuk dapat membahagiakan hati suaminya. Saat suaminya sering berkhalwat di gua Hira, Khadijah senantiasa mendukungnya dengan mempersiapkan bekal yang cukup untuk suaminya selama tinggal berkhalwat dan beribadah di gua Hira.
Saat Nabi Muhammad Saw. menggigil ketakutan setelah menerima wahyu pertama, Siti Khadijah berusaha untuk menenangkannya, ia selalu mendampingi suaminya di saat-saat sulit dengan tulus.  
Siti Khadijah selalu mendampingi Nabi Muhammad Saw. baik sebelum diangkat menjadi rasul maupun setelahnya, ia meraskan pahit manis dalam mendampingi suaminya dalam berdakwah.
Usia Siti Khadijah terbilang sudah cukup tua, maka Allah Swt berkenan untuk memanggilnya menghadap keharibaan-Nya. Siti Khadijah meninggal tepatnya pada tanggal 15 Ramadhan tahun ke-10 dari kenabian. 
Siti Khadijah seorang istri yang senantiasa menghibur dan membesarkan hati Nabi Muhammad Saw. di saat-saat menghadapi permasalahan berat dan telah merelakan seluruh hartanya untuk mendukung dakwahnya, kini telah meninggalkan dirinya untuk selamanya. 
Hal ini melengkapi kesedihan Nabi Muhammad Saw  setelah ditinggal wafat  Abu Thalib selaku  pamannya yang selalu memberikan dukungan dalam menghadapi kaumnya.
Karena begitu berat dan hebatnya penderitaan di jalan dakwah yang alami Nabi Muhammad  setelah ditinggal oleh istrinya , sehingga beliau menamakan tahun tersebut sebagai Amul Huzni, yaitu tahun berduka cita. 
 
3. Penghinaan Kaum Quraisy Terhadap Nabi Muhammad Saw
    Sepeninggal Khadijah dan Abu Thalib 
Setelah dua orang yang sangat dicintainya yaitu Abu Thalib sebagai pamannya dan Siti Khadijah sebagai Istrinya meninggal dunia, tekanan dan ancaman kafir Quraisy semakin meningkat. Mereka sudah mulai berani menyakiti badan Nabi Muhammad Saw. 
Mereka sudah tdak segan lagi untuk melumuri beliau yang sujud dengan kotoran. Mereka tertawa terbahak-bahak ketika melihat cairan najis membasahi punggung Nabi yang sedang shalat. Selian itu, mereka meletakkan duri-duri di depan pintu Nabi Muhammad Saw. 
Dalam sebuah hadis yang dari Ibn Mas’ud dikisahkan sebagai berikut: “Pada suatu hari di saat Nabi Muhammad Saw. sedang bersembahyang di dalam Ka’bah, Abu Jahal dan beberapa temannya duduk tidak jauh dari beliau. Abu Jahal teringat, kemarin ada beberapa ekor kambing telah disembelih. Kemudian Abu Jahal berkata kepada teman-temannya, Siapakah di antara kalian yang mau mengambil isi perut kambing untuk diletakkan di atas pundak Muhammad waktu ia sedang sujud? Salah seorang dari mereka yang paling jahat segera berangkat mengambil kotoran tersebut. Di saat Nabi Muhammad Saw. sedang sujud, isi perut kambing yang sangat kotor itu diletakkan di atas pundak beliau. Setelah itu mereka tertawa terbahak-bahak sambil saling memandang. Rasul terus bersujud, tidak mengangkat kepalanya, hingga seorang memberitahu Fatimah, putri beliau yang masih anak-anak itu tiba, lalu mengangkat kotoran itu sambil berteriak memaki-maki Abu Jahal dan teman-temanya.
Seusai salat, dengan suara keras Nabi Muhammad Saw. berdoa kepada Allah: Ya Allah, binasakanlah orang-orang Quraisy itu! Mendengar doa beliau mereka berhenti tertawa dan tampak ketakutan. Beliau berdoa lagi: “Ya Allah, binasakanlah Abu Jahal bin Hisyam, Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin Rabi’ah, Al Walib bin Utbah, Umayah bin Khalaf, dan Uqbah bin Mu’ait..!
Menurut keterangan Ibn Mas’ud, orang-orang yang disebut oleh Nabi Miuhammad Saw. semuanya mati dalam perang Badar, mayatnya diseret-seret dan dimasukkan ke dalam sumur yang sudah kering. 
 Demikianlah beberapa penghinaan yang dilakukan oleh kaum kafir Quraisy sepeninggal Siti Khadijah, istrinya  dan Abu Talib, selaku pamannya.

Daftar pustaka
Al Ghazaly, Muhammad. Fiqhus Sirah. Bandung: AL Ma’arif
Al-Buthy, Muhammad Said Ramadhan, 2010. Shirah Nabawiyah Jakarta:  Rabbani Press
Al-Mishri, Mahmud. 2010. 35 Sirah Shahabiyah. Jakarta : Al-I’tishom
Departeman Agama RI. 2004. Al-Quran dan terjemahnya.  
Haekal, Muhammad Husain. 2006. Sejarah Hidup Muhammad. Jakarta :  Litera Antarnusa
Hassan, Hasan Ibrahim. 1997. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Semarang:   Kota Kembang
Syalabi A. 2003 Sejarah Kebudayaan Islam Jilid 1. Jakarta Pustaka  Al Husna  Baru
Umairah,  Abdurrahman. 2009. Wanita-wanita dalam Al Quran. Jakarta: Pustaka Al Kautsar
Yatim, Badri. 1998. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada