Salurkan Zakat, Infaq, Shadaqah dan Wakaf anda ke ZISWAF al-Muhajirin

Panitia Renovasi Masjid Al-Muhajirin

renovasi Masjid Al-Muhajirin ke Bank Syariah Mandiri KCP Jatinangor an. Panitia Renovasi Al Muhajirin Nomor Rekening 1000-555-777

iklan

jazakamullah ahsanal jaza' semoga Allah SWT akan membalas kalian dengan balasan yang terbaik. aamiin yaa robbal 'alamiin...

Selasa, 28 Mei 2013

Rabi’ah Al-’Adawiyah

Sebuah Model Ibadah Dengan Rasa Cinta Kepada Allah
Oleh : Abdul Wahid
Dalam khasanah dunia tasawuf, Rabi’ah Al-adawiyah adalah sebuah nama yang selalu disebut-sebut. Rabi’ah hadir dengan satu konsep mahabbahnya kepada Allah SWT., menurut Rabi’ah, atas dasar cinta kepada Allahlah seharusnya manusia menjalani hidup ini, bukan karena yang lainnya.
Nama lengkap Rabi’ah  adalah Ummu al-Khair Rabi’ah Binti Isma’il Al-Adawiyah al-Qisiyah. Dia lahir di Bashrah pada tahun 96 H/713 M. Rabi’ah berasal berasal dari keluarga miskin, dan dari kecil tinggal di kota kelahirannya.[1]
Selama hidupnya Rabi’ah Al-Adawiyah tidak menikah. Beliau merupakan wanita zahidah[2] yang selalu menampik lamaran setiap pria yang datang dengan mengatakan : ”Akad Nikah adalah hak pemilik alam semesta. Sedangkan bagi diriku, hal itu tidak ada, karena aku telah berhenti maujud dan telah lepas dari diri!, aku maujud dalam Tuhan dan diriku sepenuhnya milikNya. Aku hidup dalam naungan firmanNya. Akad nikah mesti diminta dariNya, bukan dariku.”[3]
Isi pokok ajaran tasawuf Rabi’ah adalah tentang cinta. Karena itu, dia mengabdi, melakukan amal shalih bukan karena takut masuk neraka atau mengharap masuk surga, akan tetapi karena cintanya kepada Allah SWT. Cintalah yang mendorongnya selalu dekat dengan Allah SWT, dan cinta itu pulalah yang membuatnya sedih dan menangis karena takut terpisah dari Zat yang dicintainya. Pendek kata, Allah bagi Rabi’ah adalah  Zat yang dicintainya, bukan sesuatu yang harus ditakuti.[4]
Dalam sebuah kisah diungkapkan betapa Rabi’ah sangat cinta kepada tuhannya. Disamping jawaban diatas, ketika Hasan Bashri datang untuk melamarnya, Rabi’ah justru mengajukan sarat dengan empat pertanyaan yang sulit untuk dijawab. Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah :[5]
Pertama; ”Apakah yang akan dikatakan oleh hakim dunia ini saat kematianku nanti, akankah aku mati dalam Islam ataukah murtad?”.
Kedua; ”Pada waktu aku dalam kubur nanti, disaat malaikat Munkar dan Nakir menanyaiku nanti, dapatkah aku menjawabnya?”.
Ketiga; ”Pada saat manusia dikumpulkan di padang Mahsyar di hari perhitungan nanti, semua akan menerima buku di tangan kanan dan di tangan kiri, bagaimana denganku, apakah akan menerima di tangan kanan ataukah tangan kiri?”.
Dan keempat;”Pada saat hari perhitungan nanti, sebagian manusia akan masuk surga, dan sebagian lain masuk neraka, dimanakah aku akan berada?” Dengan pertanyaan-petanyaan semacam ini tentu Hasan Basri tidak mampu untuk menjawabnya, sehingga tidak berhasil menyunting Rabi’ah.
Keengganan Rabi’ah untuk menikah, nampaknya cukup bagi kita untuk menilai betapa sosok Rabi’ah rela melakukan apapun demi mewujudkan rasa cintanya kepada Allah SWT. Walaupun dari sudut pandang yang lain, hal ini masih dapat diperdebatkan. Sebab menikah adalah sesuatu yang bernilai sunnah dari kaca mata fiqih. Bahkan Rasulullah menganggap bukan termasuk golongan beliau bagi mereka yang tidak mau melaksanakannya karena alasan yang tidak kuat.
Alasan kecintaan kepada Allah yang dikemukakan oleh Rabi’ah, barangkali alasan yang bersifat subyektif. Karena memang mahabbah, khauf, dan raja’ adalah sesuatu yang berada pada wilayah rasa. Dan yang namanya rasa adalah subyektif, tergantung kondisi orangnya, yang dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan, keimanan, pengalaman batin, ruhani dan sebagainya.

Al-Hujwiri dalam Kasyf Al-Mahjub, sebagaimana dikutip oleh Asmaran, A.S menyatakan sepenggal kisah Rabi’ah Al-Adawiyah : ”Suatu ketika aku membaca cerita bahwa seorang hartawan berkata kepada Rabi’ah Al-Adawiyah : ”Mintalah kepadaku segala kebutuhanmu!” Rabi’ah kemudian menjawab :”Aku ini begitu malu  meminta hal-hal duniawi kepada Pemiliknya, maka bagaimana bisa meminta hal itu kepada orang yang bukan pemiliknya”.[6]
Nampak jelas bahwa betapa Rabi’ah selalu mengembalikan segala sesuatunya kepada pemiliknya, dalam hal ini adalah allah SWT.  Rabi’ah tidak mau ada Zat selain Allah SWT. yang menjadi sumber kehidupannya.
 Konsep kecintaan (al hub) ini kemudian memancar dalam seluruh hidupnya, sehingga selama hidup ia selalu beribadah, bertaubat dan menjauhi hidup duniawi.  Ia hidup dalam kemiskinan dan menolak segala bantuan materi yang diberikan kepadanya. Bahkan dalam do’anya ia tidak mau meminta hal-hal yang berbau materi kepada Tuhan. Ia betul-betul hidup dalam keadaan zuhud dan hanya ingin berada dekat dengan Tuhan.[7] 
Allah SWT. bagi Rabi’ah adalah Zat yang dicintai, bukan seuatu yang harus di takuti. Dalam hal ini ia pernah berucap : ”Aku mengabdi kepada Tuhan bukan karena takut kepada neraka.....bukan pula karena ingin masuk surga......tetapi aku mengabdi karena aku mencintaiNya. Tuhanku, jika kupuja engkau karena takut neraka, bakarlah aku di dalamnya; dan jika kupuji Engkau karena  mengharap surga, jauhkanlah aku dari padanya; tetapi jika kupuja engkau karena semata-mata karena engkau, maka janganlah engkau sembunyikan kecantikanMu yang kekal itu dari diriku.” [8]
Dalam syair yang lain Rabi’ah berucap :
Engkau durhaka kepada Tuhan di dalam bathin
Tetapi di lidah engkau menyebut taat kepadaNya
Demi umurku, ini perbuatan yang amat ganjil
Jika cinta sejati, tentu kau turut apa kata perintah
Karena pecinta, ke yang di cinta taat dan patuh[9]
Nampak jelas dari puisi-puisi Rabia’ah tersebut bahwa yang mendasari interaksi antara dia dengan Tuhan adalah cinta, bukan yang lainnya, seperti harapan-harapan untuk mendapat balasan dari Allah, ataupun sebaliknya karena rasa takut akan ancaman-ancaman siksa Allah. Memang, rasa cinta itu akan merubah segalanya. Orang yang sedang dimabuk cinta akan melalukan apapun yang diinginkan oleh yang dicintainya, apaun halangan yang merintang, seterjal apapun medan yang harus ia lalui, setinggi apapun bukit yang harus ia daki, securam apapun jurang yang harus ia turuni, demi sang kekasih hati, maka apapun akan ia lakukan.
            Pada dasarnya konsep al-hub yang dikembangkan oleh Rabi’ah merupakan  hasil pengembangan konsep zuhudnya Hasan Al-Bashri. Konsep zuhud Hasan Al-Bashri adalah karena khauf (takut) dan raja’ (harapan). Oleh Rabi’ah kemudian diubah menjadi zuhud karena cinta kepada Allah SWT.
R.A. Nicholson, seorang orientalis menganggap sangat penting kedudukan Rabi’ah karena ia menandai konsep zuhud dengan corak yang lain dari konsepnya Hasan Al-Bashri yang ditandai dengan rasa takut. Rabi’ah melengkapinya dengan unsur baru, yaitu cinta, yang menjadi sarana manusia dalam merenungkan keindahan Allah SWT. yang abadi.[10] Hal ini tampak dalam beberapa puisinya yang lain.
            Di saat melakukan munajat, Rabi’ah berdialog dengan Tuhan sebagai berikut: ”Tuhanku, bintang-bintang di langit telah gemerlapan, orang-orang telah  bertiduran, pintu-pintu istana telah ditutup dan pada saat itulah semua pecinta telah menyendiri dengan yang dicintainya. Inilah aku berada di hadiratMu.”
Pada saat yang lain ia berujar : ”Tuhanku, malam telah berlalu dan siang segera menampakan diri. Aku gelisah, apakah amalanku Engkau terima hingga aku merasa bahagia, ataukah engkau tolak hingga aku merasa sedih. Demi kemahakuasaanMu, inilah yang yang akan kulakukan selama aku engkau beri hayat. Sekiranya aku engkau usir dari pintuMu, aku tidak akan pergi, karena cintaku padaMu telah memenuhi seluruh lorong hatiku.”[11]
Barangkali inilah gambaran sederhana dari kondisi ruhani Rabi’ah yang begitu menggebu cintanya kepada allah SWT. Ia tidak mempedulikan apapun yang menimpa dirinya, harta, dan kedudukan tidak ia hiraukan, bahkan sampai untuk berumah tanggapun rela ia tanggalkan demi untuk mengejar kecintaannya kepada Allah SWT.
Pelajaran berharga dari Rabi’ah adalah betapa sesungguhnya kecintaan seorang hamba kepada Tuhannya mengalahkan segalanya dalam hidupnya. Walaupun memang masih ada hal yang kemudian diperdebatkan oleh para ahli tentang sosok Rabi’ah ini. Semoga kita bisa mengambil hikmah dari perjalanan hidup Rabi’ah ini. Wallahu a’lam bi shawab.


[1] Asmaran A.S., Pengantar Studi Tasawuf, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1994. hlm. 268
[2] Istilah ini di berikan kepada seorang wanita yang mempunyai perilaku zuhud. Menurut HAMKA zuhud muncul sebagai manifestasi dari iman. Sehingga zuhud artinya tidak ada perhatian yang lain, kecuali kepada Allah, selain dari Allah tidak ada yang terkenang dalam hati, sebab itu orang zuhud merasa tidak mempunyai apa-apa dan tidak dipunyai oleh apa-apa. Dalam pandangan Aa Gym orang yang zuhud terhadap dunia melihat apapun yang dimilikinya tidak mejadi jaminan. Ia lebih suka dengan jaminan Allah karena walaupun tidak tampak dan tidak tertulis, tetapi Dia Mahatahu akan segala kebutuhan kita, dan bahkan, lebih tahu dari kita sendiri. Lihat Sulaiman Al-Kumayi, Kearifan Spiritual dari HAMKA ke Aa Gym, Semarang, Pustaka Nun, 2004. hlm. 123
[3] Ibid., hlm. 268
[4] Ibid., hal.269
[5] Margareth Smith, Rabi’ah; Pergulatan Spiritual Perempuan, Surabaya, Risalah Gusti, 1997. hlm. 14
[6] Ibid., hlm. 269
[7] Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1973. hlm. 72
[8] Asmaran AS, op.cit.,  hal. 270
[9] HAMKA, Tasawuf ; Perkembangan dan Pemurniannya,Jakarta,  Pustaka Panjimas, Cet. IV.,  1994. hlm. 75
[10] Asmaran AS, op.cit., hlm.270
[11] Harun Nasution, op.cit., hlm. 73

Jumat, 24 Mei 2013

POHON PUN MALU BERBUAH

Aris Saptiono


POHON PUN MALU BERBUAH
Dunia ini seperti kebun yang dihiasi dengan lima macam : ilmu para ulama, keadalian para pemimpin, ketaatan ibadah hamba-hamba Allah, kejujuran para penguasa dan kejujuran para pekerja.
Setan tidak senang dunia menjadi indah karena terhias dengan kelima macam hiasan itu, maka ia pun berusaha mendampingkan dengan lima macam pula, didampingkannya hasud disamping ilmu, kalaliman disamping keadilan, ria disamping ibadah, khianat disamping amanat dan kepalsuan disamping kejujuran.
Ilmu ulama itu tak ubahnya seperti air jernih yang mengalir dari sumbernya, keadilan pemimpin seperti penetap berbagai kebijakan agar air itu sampai ke bagian-bagian bumi dengan merata, sehingga tak sejengkal pun terdapat yang tidak mendapatkan bagian yang seharusnya. Pohon-pohon berbuah subur, binatang-binatang baik yang merayap di bumi maupun yang terbang diudara, semua mendapatkan kenikmatan dan kenyamanan hidup, karena tak pernah mendapatkan perlakuan yang tidak adil.
Keimanan dan ketakwaan penghuni negeri, membuat malu pohon-pohon bila tidak berbuah, demikian pula manusia akan selalu menikmati kecukupan. Tidak akan ada dalam dirinya rasa takut kekurangan, karena langit pun tiada hentinya mengangkat air dari bumi dan menurunkannya kembali dengan tidak membahayakan.
Dan kalau penduduk negeri-negeri itu beriman serta bertakwa, niscaya Kami karuniakan kepada mereka karunia-karunia dari langit dan bumi, namun mereka mendustakan, kemudian Kami menyiksa mereka, karena apa yang mereka telah usahakan.                  Q.S. Al A’raf : 96



Bila kelima macam penghias dunia itu telah terwujud, maka mereka tak akan dipimpin kecuali oleh pemimpin yang sesuai dengan keadaan mereka itu, Nabi saw. bersabda :
Sebagaimana keadaan kamu, maka dengan manusia seperti itulah kamu akan dipimpin.
Tetapi apabila kelima penghias dunia itu telah dikalahkan oleh kelima usaha-usaha iblis, maka mulailah pintu azab terbuka, baik dari atas maupun dari bawah.
Katakanlah (Muhammad) Dia-lah yang berkuasa untuk membangkitkan azab kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kamu, atau Ia akan mencampuradukkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan akan merasakan kepada sebagian dari kamu keganasan sebagian dari yang lain, perhatikanlah, bagaimana Kami mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami yang silih berganti, agar kamu memahaminya. Q.S. Al An’am : 65
Sahabat Jarir meriwayatkan, bahwa tatkala turun ayat “Katakanlah, Dia-lah yang berkuasa untuk membangkitkan azab kepadamu adri atas kamu” Rasulullah mengucapkan “ A’uudzu biwajhika (Aku berlindung pada keridhaanMu, dan tatkala turun ayat,.... atau dari bawah kaki kamu, “Beliau mengucapkan, “ A’uudzu biwajhika (Aku berlindung pada keridhaanMu dan tatkala turun ayat : Dan akan merasakan kepada kamu azab sebagian dari kamu sebagian dari yang lain” Rasulullah saw. mengucapkan : Ini lebih ringan. H.R. An Nasai
Persatuan dalam pencampuradukkan dan saling merasakan kekejaman keduanya lebih ringan, daripada timbulnya azab karena kelaliman pemimpin atau karena tuna tertib dan tuna malunya bawahan, karena kedua itu dapat diredam dengan keadilan pemimpin.
Sa’ad bin Abi Waqas mengatakan, “Kami berangkat bersama Rasulullah saw. hingga sampai di mesjid Bani Muawiah, beliau masuk dan salat dua rakaat, maka kami pun salat bersamanya, kemudian beliau munajat kepada Tuhan azza wa jalla dengan  munajat yang lama, setelah itu beliau bersabda, “Aku memohon kepadaNya tiga macam : Agar umatku tidak binasa karena bencana banjir, maka Ia memberinya, aku memohon kepadaNya agar umatku tidak terkena bencana kelaparan, maka Ia memberinya, dan aku memohon kepadaNya agar ia tidak menjadikan kehancuran mereka karena ketidakadilan dan kejahatan diantara pemimpin-pemimpin mereka, maka Ia tidak mengabulkannya.             H.R. Ahmad
Wallahu a’lam bish-shawab

Sabtu, 18 Mei 2013

Bismillahirahmanirrahiim... Renovasi dimulai

Kegiatan Jama'ah Al-Muhajirin dalam rangka Kerja Bakti Renovasi Masjid 
Al-Muhajirin 18 Mei 2013, 
Alhamdulillah, renovasi Pembangunan Masjid Al-Muhajirin telah dimulai pada hari Jum'at yang diawali dengan pembongkaran atap dan tembok selasar belakang, dilakukan secara kerja bakti melibatkan jama'ah masjid. dan sebagai ungkapan rasa syukur kita sehubungan dengan telah dimulainya pelaksanaan renovasi tersebut, DKM al-Muhajirin akan melaksanakan syukuran yang akan dilaksanakan pada hari ahad tanggal 19 Mei 2013 pukul 18.45 (shalat maghrib berjamaah) sampai dengan selesai. untuk itu kami mengundang kepada seluruh jama'ah, pengurus DKM dan Panitia Pembangunan Masjid untuk dapat hadir di masjid Al-Muhajirin. 

Jumat, 17 Mei 2013

Renovasi Masjid Al-Muhajirin

al-muhajin saat ini
Renovasi Al-Muhajirin
(Griya Mitra, 17 mei 2013). Sesuai rencana Insya Allah Panitia Pembangunan Masjid Al-Muhajirin akan memulai pelaksanaan renovasi pada hari jum;at ini (ba'da jum'at tgl. 17 Mei 2013) dengan melaksanakan pembongkaran atap belakang dan hari sabtu pembongkaran kramik. sehubungan dengan hal tersebut kami mengajak kepada seluruh jama'ah yang kebetulan berada dirumah untuk bersama-sama melaksanakan kerja bakti pada hari sabtu tgl. 18 Mei 2013 pkl. 08.00 WIB.