Salurkan Zakat, Infaq, Shadaqah dan Wakaf anda ke ZISWAF al-Muhajirin

Panitia Renovasi Masjid Al-Muhajirin

renovasi Masjid Al-Muhajirin ke Bank Syariah Mandiri KCP Jatinangor an. Panitia Renovasi Al Muhajirin Nomor Rekening 1000-555-777

iklan

jazakamullah ahsanal jaza' semoga Allah SWT akan membalas kalian dengan balasan yang terbaik. aamiin yaa robbal 'alamiin...

Senin, 07 Januari 2013

Pengertian Ushul Fiqh

aris saptiono
Pengertian Ushul Fiqh
Pengertian ushul fiqh dapat dilihat dari dua aspek: Pertama, sebagai rangkaian dari dua kata, yaitu ushul dan fiqh. Kedua, sebagai nama satu bidang/disiplin ilmu di antara ilmu-ilmu syariah. Menurut aslinya kalimat tersebut bukanlah nama bagi satu disiplin ilmu tertentu, tetapi masing-masing mempunyai pengertian sendiri-sendiri.
Aspek Pertama
Dilihat dari ilmu nahwu (tata bahasa Arab), rangkaian kata ushul dan fiqh tersebut dinamakan tarkib idhafi, yakni rangkaian mudhaf (ushul) dan mudhaf ilaih (al-fiqh), sehingga dari rangkaian dua kata itu memberi pengertian ushul bagi fiqh. Dalam menjelaskan definisi ushul fiqh secara tarkib para ulama ushul berbeda metode.
Metode pertama, mendahulukan definisi fiqih, baik secara bahasa maupun istilah, selanjutnya definisi ushul, baik secara bahasa maupun istilah, Metode kedua, mendahulukan definisi ushul, baik secara bahasa maupun istilah, selanjutnya definisi fiqih, baik secara bahasa maupun istilah. Cara pertama ditempuh oleh mayoritas ahli ushul fiqih, antara lain Imam al-Haramain (Abdul Malik bin Abdullah al-Juwaini) dalam al-Burhan fi Ushulil Fiqh (I:85), Saefuddin al-Amidi dalam al-Ihkam fi Ushulil Ahkam (I;5), Abu Ya’la (Muhamad bin al-Husen al-Farra) dalam al-Uddah fi Ushulil Fiqh (I:67), Abul Husen al-Bishri dalam al-Mu’tamad fi Ushulil Fiqh (I:8), dan Ibnu Qudamah dalam Raudhatun Nazhir wa Jannatul Manazhir fi Ushulil Fiqh (I:58). Cara mereka diikuti pula oleh ahli ushul fiqih kontemporer antara lain, Prof. Dr. Abu Zahrah dalam Ushul Fiqh (hal.7-8). Cara pertama dilakukan atas pertimbangan makna tarkib idhafi, yakni rangkaian mudhaf (ushul) dan mudhaf ilaih (al-fiqh). Karena mudhaf (ushul) itu tidak akan diketahui maksudnya sebelum diketahui maksud mudhaf ilaih (al-fiqh). Sehubungan dengan itu, Ibnu Qudamah berkata:
Ketahuilah bahwa Anda tidak akan mengetahui makna ushul fiqh sebelum mengetahui makna fiqh. (Raudhatun Nazhir, I:58)
Sedangkan cara kedua ditempuh oleh sebagian ahli ushul fiqih, antara lain Abu Ishaq as-Syirazi dalam Syarh al-Luma’ fi Ushulil Fiqh (I:157), Fakhrur Razi dalam al-Mahshul fi Ilmi Ushulil Fiqhi (I:91), Shadrus Syari’ah fit Tanqih (I:18), Ali as-Syaukani dalam Irsyadul Fuhul fi Ilmil Ushul (hal. 3). Cara mereka diikuti pula oleh ahli ushul fiqih kontemporer, antara lain Prof.Dr. Wahbah az-Zuhaili dalam Ushul Fiqh al-Islami (I:16), Prof.Dr. Abdul Kariem Zaidan dalam Al-Wajiz fi Ushul Fiqh (hal. 7-8). Dalam buku ini, kami mengikuti cara kedua, yakni mendahulukan definisi ushul, baik secara bahasa maupun istilah, selanjutnya definisi fiqih, baik secara bahasa maupun istilah.
A. Pengertian Ushul
Kata ushul adalah bentuk jamak dari kata ashl, secara bahasa mengandung beberapa arti, antara lain
:
(a)
“Sesuatu yang dijadikan dasar bagi yang lain”
Seperti, perkataan: (a) Ashl al-jidari (asal dinding) maksudnya asasuhu (pondasinya), (b) Ashl as-syajarah (asal pohon) maksudnya tharfuha ats-tsabit fil ardhi (akar)
Berdasarkan pengertian di atas, maka ushul fiqh secara bahasa berarti asas fiqih (dasar-dasar bagi fiqh).
(b)
“Sesuatu yang wujud sesuatu lainnya bersandar kepadanya”
(c)
“Yang diperlukan kepadanya”
(d)
“Sesuatu yang darinya sesuatu yang lain”
(e)
“Sesuatu yang darinya bercabang yang lain”
Menurut Dr. Abdul Karim bin Ali, makna yang rajih (yang kuat) adalah makna pertama (Tahqiq ‘ala Raudhatut Nazhir, I:61) . Dan makna ini merupakan pilihan Abul Husen al-Bishri dalam al-Mu’tamad fi Ushulil Fiqh (I:9), yang diikuti oleh mayoritas ahli ushul fiqh, antara lain Abul Khatab al-Hanbali (Mahfuzh bin Ahmad) dalam at-Tamhid fi Ushulil Fiqh (I:5), ‘Adhdudin al-Aiji dalam Syarh Mukhtashar Ibnil Hajib (I:25), Ali as-Syaukani dalam Irsyadul Fuhul (hal. 3)
Adapun menurut istilah, ashl mengandung beberapa pengertian:
[a] ad-dalil, seperti dalam ungkapan:
"Ashl bagi diwajibkan zakat adalah al-Kitab, artinya dalil diwajibkannya itu adalah Alquran, yaitu Allah Ta'ala berfirman: "...dan tunaikanlah zakat!."
[b] al-qaidah al-kulliyah, yaitu aturan atau ketentuan umum, seperti dalam ungkapan sebagai berikut :
"Dibolehkannya makan bangkai karena terpaksa adalah menyalahi ashl, artinya menyalahi ketentuan atau aturan umum, yaitu setiap bangkai adalah haram; Allah Ta'ala berfirman : "Diharamkan bagimu (memakan) bangkai... ".
[c] ar-Rajih (yang kuat), seperti dalam ungkapan
الْأَصْلُ فِي الْكَلَامِ الْحَقِيقَةُ
"Ashl dalam pembicaraan adalah makna hakiki. Maksudnya makna yang rajih (kuat) menurut pendengar adalah makna hakiki bukan majazi (kiasan)
[d] al-mustashab, seperti dalam ungkapan
الْأَصْلُ بَقَاءُ مَا كَانَ عَلَى مَا كَانَ
"Mustashab itu adalah ketetapan hukum sesuatu sebagaimana hukum yang ada sebelumnya. Maksudnya makna yang rajih (kuat) menurut pendengar adalah makna hakiki bukan majazi (kiasan)
Yang lebih tepat pengertian kata ushul secara istilah (dalam kata Ushul Fiqh) adalah ad-dalil. Makna ini merupakan pilihan mayoritas ahli ushul fiqih, antara lain Imam al-Haramain (Abdul Malik bin Abdullah al-Juwaini) dalam al-Burhan fi Ushulil Fiqh (I:85), Saefuddin al-Amidi dalam al-Ihkam fi Ushulil Ahkam (I;7), Abu Ishaq as-Syirazi dalam Syarh al-Luma’ fi Ushulil Fiqh (I:163), Ibnu Qudamah dalam Raudhatun Nazhir wa Jannatul Manazhir fi Ushulil Fiqh (I:60-61), al-Ghazali dalam al-Mustashfa min Ilmil Ushul (I:5), Ibnu Hajib dalam Mukhtashar Ibnil Hajib (I:18), Ibnu Subki (Tajuddin Abdul Wahhab) dalam Jam’ul Jawami’ fi Ushulil Fiqh (I:32), Badruddin az-Zarkasyi dalam al-Bahrul Muhith fi Ushulil Fiqh (I:17), Abdul Ala al-Anshari dalam Fawatihur Rahumut Syarh Muslim at-Tsubut fi Ushulil Fiqh (I:8), al-Futuhi al-Hanbali dalam Syarh al-Kaukab al-Munir fi Ushulil Fiqh (I:39). Dalam hal ini Ali as-Syaukani menyatakan:
“Yang paling sesuai dalam konteks ini adalah ad-dalil) (Irsyadul Fuhul fi Ilmil Ushul, hal. 3). Demikian pula Prof.Dr. Wahbah az-Zuhaili menyatakan:
“Saya berpendapat bahwa penggunaan kata ushul dengan makna dalil adalah lebih sesuai ketika diidhafatkan (disandarkan) kepada kalimat fiqh, karena lebih menuntun kepada tujuan dan lebih jelas dalam menjelaskan maksud” (Ushul Fiqh al-Islami I:17)
Meskipun demikian, ada sebagian ahli ushul fiqh yang tidak berpegang kepada makna istilah (dalil), tetapi tetap menggunakan makna bahasa (dasar).

Dengan demikian, bila pendapat mayoritas ushul fiqih yang dijadikan acuan maka ushul fiqh secara istilah (dalam konteks tarkib idhafi) berarti dalil-dalil bagi fiqh. Namun bila mengacu kepada pendapat sebagian ahli ushul fiqih (berpegang kepada makna bahasa), maka ushul fiqih secara istilah berarti dasar-dasar bagi fiqh.

Dari pengertian ushul secara istilah di atas kita mendapatkan beberapa definisi ushul fiqih versi mayoritas, antara lain sebagai berikut:
(a) Versi Ibnu Qudamah
اُصُوْلُ الفِقْهِ أَدِلَّتُهُ الدَالَّةُ عَلَيْهِ مِنْ حَيْثُ الْجُمْلَةُ لاَ مِنْ حَيْثُ التَّفْصِيْلُ
“Ushul fiqh itu adalah dalil-dalil fiqh yang menunjukkan kepadanya secara garis besar, tidak secara terperinci”(Lihat, Raudhatun Nazhir, I:60-61)
Definisi di atas merupakan ringkasan dari definisi Imam al-Ghazali
“Sesungguhnya ushul fiqh itu keterangan tentang dalil-dalil hukum ini dan pengetahuan akan aspek-aspek penunjukkannya terhadap hukum-hukum, secara garis besar tidak secara terperinci”(Lihat, al-Mustashfa, I:5)

Definisi versi al-Ghazali di atas mirip dengan versi Ibnu Burhan dalam sebagai berikut:
اُصُوْلُ الْفِقْهِ عِبَارَةٌ عَنْ جُمَلِ أَدِلَّةِ الاَْحْكَامِ
“Ushul fiqh itu keterangan tentang dalil-dalil hukum secara garis besar”(Lihat, al-Wushul ilal Ushul, I:51)
Kemiripan tersebut tidaklah mengherankan, karena Ibnu Burhan adalah murid al-Ghazali, dan Ibnu Qudamah telah meringkas kitab al-Mustashfa-nya al-Ghazali, melalui cara ini keduanya (Ibnu Burhan dan Ibnu Qudamah) bertemu.

(b) Versi Abu Ishaq as-Syirazi
دَلاَئِلُ الْفِقْهِ الاِجْمَالِيَةُ
“Ushul fiqh itu dalil-dalil fiqh secara garis besar”(Lihat, al-Wushul ilal Ushul, I:51)

(c) Versi Imam al-Haramain
“Sesungguhnya ushul fiqh itu adalah dalil-dalil fiqh. Dan dalil-dalil fiqh itu adalah dalil-dalil pendengaran (diterima secara riwayat), dan klasifikasinya: nash Alquran, sunah mutawatir, dan ijma”(Lihat, al-Burhan, I:85)

Dari berbagai difinisi di atas, khususnya Abu Ishaq as-Sirazi, Syekh Abdul Hamid Hakim membuat definisi sebagai berikut:
Ushul Fiqh itu adalah dalil fiqh secara ijmal (garis besar), seperti ucapan mereka: keumuman perintah itu menunjukan wajib, keumuman larangan itu menunjukan haram, keumuman ijma dan qiyas itu adalah hujjah (as-Sulam, hal. 5)

Kesimpulan
Dilihat dari aspek tarkib idhafi, ushul fiqh adalah dalil-dalil fiqh, bukan ilmu atau pengetahuan tentang dalil-dalil itu. Hal ini berbeda dengan pengertian ushul fiqh dilihat dari aspek ilmiah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar