Salurkan Zakat, Infaq, Shadaqah dan Wakaf anda ke ZISWAF al-Muhajirin

Panitia Renovasi Masjid Al-Muhajirin

renovasi Masjid Al-Muhajirin ke Bank Syariah Mandiri KCP Jatinangor an. Panitia Renovasi Al Muhajirin Nomor Rekening 1000-555-777

iklan

jazakamullah ahsanal jaza' semoga Allah SWT akan membalas kalian dengan balasan yang terbaik. aamiin yaa robbal 'alamiin...

Selasa, 15 Januari 2013

MILAD, MAULID, ULTAH DAN NATAL



Aris Saptiono

MILAD, MAULID, ULTAH DAN NATAL
Orang yang beriman tidak akan terkesan dan terpengaruh oleh sesuatu yang mereka lihat dari musuh-musuh Allah. Sebab ia yakin didalam keperibadian Islam terdapat kebaikan serta kebahagian dunia dan akhirat. Karena itu ia akan bersikap hati-hati terhadap berbagai cara dan pola hidup yang tidak jelas dalilnya. Sikap kehati-hatian itu diwujudkan dengan mempertanyakan berbagai macam acara dan upacara yang tidak dikenal didalam Islam, meskipun dikemas dengan nama atau istilah arabi bahkan islami, seperti ‘ied, milad, maulid dan syukuran.
Asal – Muasal
Dari Umar bin Khatab sesungguhnya seseorang dari kaum Yahudi berkata kepadanya, “Wahai Amirul mukminin, ada satu ayat dalam kitab kalian yang kalian biasa membacanya. Sekiranya ayat itu turun kepada kami bangsa Yahudi, niscaya kami jadikan turunnya itu sebagai ‘ied” Umar bertanya, “Ayat yang mana?”. Dia menjawab, “Al Yauma akmaltu lakum....”. Umar menjawab, “Kami tahu hari dan tempat turunnya ayat itu kepada Nabi, Yaitu ketika beliau wukuf di Arafah pada hari Jum’at”. H.R. Al Bukhari
Secara istilah, kata ‘ied memilki dua makna :
1.     Makna umum. Memurut Fairuz Abadi, “Ied berarti sesuatu yang biasa datang kepadamu, seperti gelisah, sakit, sedih dan lain-lain. Al Qamus al-Muhith:386.
2.     Makna khusus. Menurut Fairuz Abadi dan Ibnu Manzhur, “Ied adalah sebutan bagi hari yang padanya orang-orang berkumpul”. Al Qamus Al-Muhith:386; Lisanul ‘Arab,III:319. Al Azhari berkata, “Ied menurut orang Arab adalah waktu yang kembali padanya kegembiraan dan kesedihan”. Lisanul ‘Arab,III:319. Lois Ma’luf berkata, “Ied adalah tiap-tiap hari yang padanya orang-orang beerkumpul atau mengenang orang yang punya keutamaan atau peristiwa penting. Al Munjid:836. Menurut Ibnu Hajar, “Hari itu disebut ‘ied karena kembali setiap tahun”. Fathul Bari,I:146. Sedangkan menurut Ar-Raghib al Ashfahani,”Didalam syariat Islam, Sebutan ‘ied dikhususkan bagi hari Fitri (1 Syawal) dan hari Nahar (10 Dzulhijjah/Adha). Ketika hari tiu dijadikan sebagai hari kegembiraan menurut syariat sebagaimana dinyatakan oleh Nabi saw. “Hari makan-minum”, maka istilah ‘ied dipergunakan sebagai sebutan bagi tiap-tiap hari yang disitu terdapat kesenangan (hari raya). Didalam Alquran dinyatakan :
Isa putra Maryam berdoa, “Ya Tuhan kami, turunkanlah kepada kami suatu hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami. Q.S. Al-Maidah:114, Al-Mufradat fi Gharibil Quran,II:457
Menurut Ibnu Taimiyyah ‘Ied terbagi kepada 3 macam : satu diantaranya adalah ‘ied yang berhubungan dengan waktu. ‘Ied yang berhubungan dengan waktu ada tiga macam :
1.     Hari-hari yang dianggap agung oleh syariah dan terdapat dalil yang menunjukkan keutamaannya serta anjuran untuk beribadah pada hari-hari tersebut, seperti hari Jum’at, ‘Iedul Fitri dan ‘Iedul Adha.
2.     Hari-hari yang tidak terjadi peristiwa apapun padanya dan tidak dianggap agung dan utama oleh syariah, namun diagung-agungkan oleh manusia sehingga memiliki keistimewaan dibandingkan hari lainnya, seperti hari Kamis minggu pertama atau malam Jum’at pada bulan Rajab yang biasa disebut Ar-Raghaib, yang dianggap istimewa oleh sebagian kaum muslimin. Pengagungan hari tersebut mulai terjadi sejak abad IV hijriah.
3.     Hari-hari yang terjadi suatu peristiwa padanya dan tidak dianggap agung dan utama oleh syariah, namun dianggap penting oleh manusia karena peristiwa itu, sehingga memiliki keistimewaan dibandingkan dengan hari lainnya, seperti mengagungkan dan memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad, yang lebih dikenal dengan sebutan maulid.
Pada mulanya, istilah maulid dipergunakan bagi peringatan dan perayaan hari jadi seorang yang dianggap suci, laki-laki atau perempuan, muslim, Kristen atau Yahudi yang sudah meninggal. Namun istilah ini kemudian populer dipergunakan bagi kelahiran Nabi Muhammad. Perayaan Maulid Nabi Muhammad saw. pertama kali dilakukan pada zaman Fathimiyyah (dinasti yang didirikan pada 920 M) yang bermadzhab Syi’ah. Sedangkan Muhammad Abdus Salam menyatakan bahwa maulid Nabi itu diada-adakan oleh kaum sufi al-akkalun (cari makan). Lihat, As-Sunan wal Mubtada’at:138-140.
Dikalangan sebagian kaum muslimin, istilah yang dipergunakan untuk perayaan itu sangat beragam. Di Mesir acara ini disebut Maulid. Di Tunisia, istilah yang dipakai adalah Zardah, sedangkan di negara Arab lainnya digunakan istilah Mausim. Di Sudan disebut Huliyyah. Hanya istilah Huliyyah ini dipergunakan dalam rangka memperingati ulang tahun kematian, dan bukan ulang tahun kelahiran mereka, yaitu pendiri tarekat-tarekat sufi.
Kemudian dilihat dari aspek ketetapan waktu penyelenggaraan, cara atau bentuk upacara, ternyata perayaan dalam rangka memperingati “orang suci” itu pun sangat beragam. Banyak “maulid” bagi “orang-orang suci” ditetapkan pada hari-hari kelahiran mereka menurut kalender hijjriah. Namun tidak sedikit tanggal maulid ditetapkan menurut kalender syamsiah (masehi). Disamping itu, perayaan tersebut dapat berubah menurut kondisi-kondisi historis dan sosial.seperti maulid Ahmad al-Badhawi di Mesir yang ditetapkan atas dasar keyakinan para pemujanya, bukan atas hari kelahiran yang sesungguhnya.
Sebagian ahli sejarah berpendapat bahwa fenomena maulid berakar dari tradisi-tradisi kuno, seperti yang berlangsung di Mesir, untuk menghormati dewa-dewa setiap tahun pada saat panen, sementara kuil-kuil menyusun berbagai prosesi serta perayaan yang rumit. Sebagian ahli sejarah lainnnya merunut maulid dari pengaruh Pharisaisme (sebuah sekte Yahudi kuno) dan perayaan kaum Yahudi pada masa Yahudi awal serta masa Kristen awal. Sedangkan bentuk modern maulid berakar dari tradisi sufi dan atau syi’ah yang muncul dari kawasan Maghribi (Maroko) dan Mesopotamia dan berkembang di Mekkah yang identik dengan praktik-praktik serupa dikalangan masyarakat Kristen dan Yahudi di Timur Tengah. Lihat, John L Esposito, Ensiklopedi Oxford: Dunia Islam Modern, 2002, jilid 3. Hal. 75-76 ; jilid 4, hal. 22-24 ; jilid 5, hal. 228-229.
Pada perkembangan selanjutnya, dikalangan sebgian muslim perayaan hari jadi itu bukan saja ditujukan untuk memperingati Nabi Muhammad dan “orang saleh”, namun bagi berbagai peristiwa yang dianggap penting oleh masing-masing, seperti hari kelahiran dan kematian, berdirinya suatu golongan atau organisasi, hari kemenangan golongan, kemerdekaan dari penindasan golongan lain dan sebagainya. Istilah yang dipergunakan untuk peringatan dan perayaan itu pun menjadi beragam. Ada yang meyebut milad, dies natalies, ulang tahun, bahkan “syukuran”.
Dikalangan Yahudi pun, istilah yang dipergunakan untuk peringatan dan perayaan “orang saleh” juga sangat beragam, namun pada umumnya ditujukan bagi berbagai peristiwa yang dialami oleh Nabi Musa dan Bani Israil.
Diceritakan dalam “asar-asar Yahudi” bahwa pada hari raya Paskah, imam-imam orang aseni memimpin upacara. Mereka berdiri menghadap ke arah negeri Mesir mengenang arwah Bani Israil yang mati dalam penyiksaan Fir’aun. Lihat, Iqtidha Shiratil Mustaqim Mukhalafatu Ashabil Jahim, t,t, hal. 294 ; Parasit Aqidah : 324)
Ibnu Abbas mengatakan, “Ketika Nabi saw, tiba di Madinah, beliau mendapati orang-orang Yahudi sedang melaksanakan shaum pada hari Asyura. Mereka bertanya mnegenai hal itu, lalu mereka berkata, “Pada hari ini Allah swt. pernah menyelamatkan Nabi Musa dan Bani Israil atas (Kerajaan) Fir’aun dan kami menshauminya sebagai penghormatan.” Rasulullah saw menjawab, “Kami lah yang paling berhak dengan Musa daripada kamu.” H.R. Al Bukhari & Muslim.
Bahkan perayaan itu bukan saja ditujukan bagi “orang saleh”, namun bagi setiap peristiwa yang dianggap penting oleh mereka, seperti :
a.    Memperingati kemenangan Yahudi atas bangsa Yunani pada 166-165 SM dengan menyalakan lilin dan api ungun yang disebut hari Hanukah. Lihat, Parasit Aqidah : 282.
b.    Memperingati berdirinya suatu golongan, hool (haul), ulang tahun kelahiran dan kematian seorang imam yang masyhur, pesta-pesta kemenangan golongan, pesta kemerdekaan dari penindasan golongan lain. Lihat Parasit Aqidah : 283.
Demikian pula halnya dengan kalangan Nasrani. Istilah yang dipergunakan untuk peringatan dan perayaan “orang saleh” juga sangat beragam, namun pada umumnya ditujukan bagi berbagai peristiwa yang dialami oleh Nabi Isa, antara lain :
a.    Paskah, Yaitu hari kebangkitan Yesus yang diperingati setiap tanggal 25 April. Upacara kebangkitan Yesus itu merupakan saduran dari upacara bangsa Phrygia, Yunani dan Romawi.
b.    Pantekosta, yaitu hari turunnya ruh suci yang dirayakan pada hari ke 50 seusai Paskah.
c.    Natal, yaitu hari kelahiran Isa bin Maryam yang dirayakan pada 25 Desember. Sesungguhnya orang-orang Nasrani pertama tidak mengenal upacara Natal, karena dianggapnya bukan dari ajaran dari nabi-nabi tetapi upacara kafir, yaitu merupakan pesta agama Mithras, lalu bangsa Romawi merubahnya dan ditujukan pada dewa Yupiter. Namun Nasrani Romawi menjadikannya hari natal Yesus. Dengan demikian, upacara natal menurut ajaran Nasrani pun sudah merupakan bid’ah.
Bahkan perayaan itu bukan saja ditujukan bagi “orang saleh”, namun bagi setiap peristiwa yang dianggap penting oleh mereka, seperti :
a.    Ulang tahun kelahiran. Pada mulanya orang-orang Nasrani generasi pertama tidak mengenal upacara ulang tahun, karena mereka menganggap bahwa pesta ulang tahun itu pesta yang munkar dan hanya pekerjaan orang kafir. Orang Nasrani yang pertama kali mengadakan pesta ulang tahun adalah orang Nasrani Romawi.
b.    Hari perkawinan. Disebut kawin perunggu, tembaga, perak, emas dan berlian.
c.    Hari kematian, diperingati untuk menjamu roh-roh diluar roh manusia dengan membuat sajian-sajian (sasajen). Di Inggris pesta roh tersebut disebut Hallowen, yang diperingati pada tiap 31 oktober. Lihat, Parasit Aqidah : 304-324.
Keterang-keterangan diatas menunjukkan bahwa perayaan maulid, milad, ulang tahun dan “syukuran” untuk memperingati hari dan berbagai peristiwa penting, bersumber dari ajaran Yahudi dan Nasrani yang masuk kepada kaum muslimin melalui “pintu” Tasawwuf dan Syi’ah.
Untuk itu kita perlu saling mengingatkan, karena hal ini menyangkut persoalan Aqidah yang wajib dipertahankan. Jangan sampai hanya karena keperluan pribadi, kelompok atau golongan lantas aqidah dihinakan. Bila dengan harga murah aqidah dapat tergadai, bagaimana dengan harga yang sedikit lebih mahal, apalagi yang akan digadaikan?
Wallahu ‘alam bish shawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar