Salurkan Zakat, Infaq, Shadaqah dan Wakaf anda ke ZISWAF al-Muhajirin

Panitia Renovasi Masjid Al-Muhajirin

renovasi Masjid Al-Muhajirin ke Bank Syariah Mandiri KCP Jatinangor an. Panitia Renovasi Al Muhajirin Nomor Rekening 1000-555-777

iklan

jazakamullah ahsanal jaza' semoga Allah SWT akan membalas kalian dengan balasan yang terbaik. aamiin yaa robbal 'alamiin...

Jumat, 08 November 2013

SHAUM ASYURA



 SHAUM ASYURA
Oleh: 
Bp. Aris Saptiono
 
Menurut sebagian riwayat, saum Asyura itu merupakan kebiasaan orang-orang Yahudi. Mereka mengerjakan saum tersebut dalam rangka memperingati peristiwa terselamatkannya Bani Israil dari kejaran musuhnya. Karena itu mereka menamai hari Asyura itu dengan Hari Shalih, yaitu hari kejayaan bagi kaum Bani Israil, serta Nabi Musa pun saum pada hari tersebut.
Berbeda halnya dengan umat Islam, mereka mengerjakan saum Asyura itu bukan semata-mata memperingati peristiwa terselamatkannya Nabi Musa beserta kaumnya, melainkan mereka melakukan saum Asyura itu hanya karena disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Jadi, walaupun ada perbedaan antara kaum Muslimin dan kaum Yahudi, yaitu sama-sama saum pada hari Asyura, namun keduanya berbeda niat dan tujuannya. Oleh sebab itu, tidak benar bila ada orang yang beranggapan bahwa Islam itu meniru kebiasaan-kebiasaan Yahudi. Bahkan Nabi saw. sendiri selalu berusaha untuk berbeda dengan kaum Yahudi dalam hal apa pun.
Hukum Saum Asyura
Pada asalnya Allah swt. menetapkan bahwa saum Asyura itu hukumnya wajib. Tetapi setelah difardukan saum Ramadhan, hukum saum-suam yang lainnya menjadi sunat. Sebagaimana dalam satu riwayat dinyatakan :
”dari Aisyah ia berkata, “Hari Asyura adalah waktunya saum orang-orang Quraisy pada Zaman Jahiliyah. Rasulullah saw pun saum pada hari itu. Tatkala beliau tiba di Madinah, beliau saum dan memerintah (para sahabat) melaksanakannya. Ketika difardukan saum Ramadhan, beliau bersabda, “Barangsiapa yang hendak saum, silahkan dan barang siapa tidak, silahkan”. H.R. Al-Bukhari, Fathul Bari,IV:299 dan H.R. Muslim no.1125
Berdasarkan keterangan hadis ini, sebagian ulama menyatakan bahwa hukum saum Asyura itu pada asalnya wajib, diantara ulama yang berpendapat demikian adalah Abu Hanifah. Pendapat ini pun diperkuat dengan hadis lain yang diriwayatkan melalui sahabat Salamah bin Al-Akwa berikut ini :
“Dari Salamah bin Al-Akwa ia bekata : ‘Nabi saw memerintahkan seseorang dari Aslam (nama tempat) untuk memberitahukan kepada orang-orang bahwa barang siapa sudah makan, maka sempurnakanlah (saum) disisa harinya. Dan barangsiapa belum makan, maka saumlah, karena hari ini adalah hari Asyura”. H.R Al-Bukhari, Fathul Bari, IV:303 & H.R Muslim no. 1135
Namun pada akhirnya kwajiban saum Asyura itu hukumnya menjadi sunat karena dimansukh (dihapus) oleh kewajiban saum Ramadhan. Dalam hal ini Mu’awiyah bin Abi Sufyan pernah berkhutbah pada hari Asyura di Madinah :
“Wahai penduduk Madinah di manakah ulama kalian? Aku Pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda, “ini adalah hari Asyura. Allah swt tidak mewajibkan saum kepada kami. Sedangkan aku melaksanakan saum. Barangsiapa hendak saum, silahkan dan barangsiapa tidak, silahkan” maka berbukalah. H.R Al-Bukhari, Fathul Bari,IV:229 & H.R Muslim no.1129
Jumlah Hari Disyariatkan Saum Asyura
Dalam hal menentukan berapa hari saum Asyura itu, apa ulama berselisih, menjadi tiga golongan :
Golongan Pertama, berpendapat saum Asyura jatuh pada tanggal 10 Muharram saja. Pendapat pertama ini berdalil dengan hadis-hadis shahih yang menyatakan bahwa Rasulullah saw melaksanakan saum tersebut, sebagaimana keterangan hadis-hadis yang telah diutarakan diatas.
Golongan Kedua, berpendapat saum Asyura jatuh pada tanggal 9 dan 10 Muharram. Pendapat kedua ini berhujjah dengan hadis riwayta Muslim :
Pada saat Rasulullah saw saum pada hari Asyura dan beliau memerintah saum (kepada para sahabat), mereka berkata, ‘Ya Rasulullah, sesungguhnya hari ini adalah hari yang diagungkan oleh orang Yahudi dan Nashrani’. Rasulullah saw bersabda, “Kalau tahun mendatang masih ada (aku masih hidup), Insya Allah, kami akan saum pada hari yang kesembilan”. Ternyata hari Asyura tahun mendatang itu belum tiba, Nabi saw sudah wafat. H.R Muslim no. 1134
Adapun sabda beliau, “Bila tahun mendatang masih ada (aku masih hidup), kami akan saum pada tanggal 9”, ini tetap menjadi syariat walaupun beliau tidak sempat melakuakannya. Sebab dengan wafatnya beliau bukan berarti Allah swt tidak setuju dengan apa yang diucapkannya. Kalau pun ucapannya tidak disetujui, tentu Allah swt akan menurunkan wahyu sebagai teguran. Allah swt berfirman :
“Dan tidaklah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)”. Q.S An-Najm : 3-4
Jadi, apa direncanakan oleh Rasulullah saw untuk melaksanakan saum Tatsu’a (hari ke-9), itu tetap merupakan syariat dan bukan keinginan beliau semata. Oleh karena itu para ulama menamainya sunah Hamiyah.
Lebih tegas lagi diterengkan dalam hadis dari Ibnu Abbas :
Dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Saumlah kalian pada hari yang ke-9 dan ke-10 dan berbedalah kalian dengan orang-orang Yahudi. H.R Al-Baihaqi dan ‘Abdur Razak
Golongan Ketiga, berpendapat saum Asyura jatuh pada tanggal 9 dan 10 atau 10 dan 11. Pendapat ketiga ini berhujah dengan hadis riwayat Ahmad :
Husaim berkata, Telah mengabarkan kepada kami Ibnu Laila dari Daud bin Ali dari Ayahnya dari Kakeknya yakni Ibnu Abbas, ia berkata, Rasulullah saw bersabda, “Saumlah kalian pada hari Asyura dan berbedalah dengan orang Yahudi. Saumlah kalian sebelumnya satu hari (tanggal 9) atau setelahnya satu hari (tanggal 11)”. H.R Ahmad no.2154
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Al-Bazar. Dan keduanya sama-sama meriwayatkan melalui dua orang rawi yang dhaif, yaitu bernama Muhammad bin Abu Laila dan Daud bin Ali Al-Hasyimi.
Nama lengkap Ibnu Laila adalah Muhammad bin Abdur Rahman bin Ali Abi Laila.
Imam An-Nasai mengatakan, “Laisa bil qawi (tidak kuat).”
Abu Hatim mengatakan, “Keberadaanya shaduq (jujur), tetapi ia jelek hafalannya. Ia sibuk karena menjadi qadi dan ia hafalannya pun jelek. Hadisnya ditulis tetapi tidak dijadikan hujjah.” Tahdzibul Kamal 25:622
Adapun mengenai Daud bin Ali Al-Hasyimi, Asyaukani berkomentar,”Riwayat Ahmad ini dhaif munkar, melalui jalur Daud bin Ali dari Ayahnya dari Kakeknya. Ibnu Abi Laila pun meriwayatkan darinya. Nailul Authar 4:313
Maka hadis-hadis yang ada ziyadah (tambahan) redaksi Au ba’dahu yauman (atau setelahnya satu hari (tgl 11) diatas tidak bisa dijadikan dalil akan adanya saum pada hari yang ke-11. Oleh karena itu yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya adalah saum Asyura jatuh pada hari ke-9 dan ke 10 saja. Yang Insya Allah pada tahun ini jatuh pada tanggal 13 & 14 Nopember 2013.
Bagi kaum Muslimin yang selalu antusias terhadap pahala dari Allah, maka jangan diragukan lagi bahwa saum Asyura itu merupakan sunah Nabi saw yang hukumnya Sunat. Bahkan saum Asyura ini merupakan salah satu media untuk meringankan atau menutup dosa-dosa yang telah lalu. Nabi saw telah menjanjikan :
“Saum hari Asyura dapat menutupi (dosa) satu tahun yang telah lalu.” H.R Ahmad
Selain itu, dalam riwayat yang lain dinyatakan bahwa saum pada bulan Muharram itu saum yang paling utama setelah saum Ramadhan.
Dari Abu Hurairah ra. dari Nabi saw beliau bersabda, “Saum yang paling utama setelah (saum) Ramadhan adalah saum bulan Allah Muharram.” H.R Muslim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar