Salurkan Zakat, Infaq, Shadaqah dan Wakaf anda ke ZISWAF al-Muhajirin

Panitia Renovasi Masjid Al-Muhajirin

renovasi Masjid Al-Muhajirin ke Bank Syariah Mandiri KCP Jatinangor an. Panitia Renovasi Al Muhajirin Nomor Rekening 1000-555-777

iklan

jazakamullah ahsanal jaza' semoga Allah SWT akan membalas kalian dengan balasan yang terbaik. aamiin yaa robbal 'alamiin...

Senin, 07 April 2014

KEPEMIMPINAN DALAM ISLAM


KEPEMIMPINAN DALAM ISLAM 
Oleh: 
Ust. Aminudin, M.Ag
(Ketua DKM Al-Muhajirin Griya Mitra Cinunuk-Cileunyi)

Ada beberapa istilah yang mengarah kepada pengertian pemimpin, sebagaimana ditulis di laman http://www.al-ulama.net/  yaitu : Umara atau ulil amri yang bermakna pemimpin negara (pemerintah),  Amir al ummah yang bermakna pemimpin ummat,  al-Qiyadah yang bermakna ketua atau pimpinan kelompok,  al-Mas'uliyah yang bermakna penanggung jawab, dan Khadim al- ummah yang bermakna pelayan ummat. Sedangkan Shihab (2011: 384) menyebutkan istilah lain, yaitu imam yang bermakna sesuatu yang dituju dan  Waly al-Amr bermakna pemilik urusan. Pemimpin dikatakan imam karena kepadanya mata dan harapan masyarakat tertuju. Dikatakan Waly al-Amr karena mendapat amanat untuk menangani urusan dan kepentingan umat sekaligus memiliki wewenang untuk memerintah.  “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.( QS. 4: 59).
Dari beberapa istilah tersebut dapat disimpulkan bahwa pemimpin adalah orang yang ditugasi atau diberi amanah untuk mengurusi permasalahan ummat, baik dalam lingkup jama'ah (kelompok) maupun sampai kepada urusan pemerintahan, serta memosisikan dirinya sebagai pelayan masyarakat dengan memberikan perhatian yang lebih dalam upaya mensejahterakan ummatnya, bukan sebaliknya, mempergunakan kekuasaan dan jabatan untuk mengeksploitasi sumber daya yang ada, baik SDM maupun SDA, hanya untuk pemuasan kepentingan pribadi (ananiyah) dan kaum kerabatnya atau kelompoknya (al-shabiyah).
Seorang pemimpin harus mampu mengantarkan diri dan bahwahannya dekat dengan Yang Maha Pemberi Sukses, karena sukses dan tidaknya organisasi, selain diantarkan oleh usaha dan kerja keras karyawan, juga yang paling utama adalah ditentukan oleh Yang Maha Pemberi Sukses. Dia pun tidak menggunakan jabatannya sebagai alat kekuasaan, tapi dimanfaatkan sebagai sarana ibadat dan bekal untuk simpanan Hari Akhirat.
Dalam sebuah Hadis, Rasulallah Saw., memperingatkan kepada para pemimpin, siapa pun dia, dari kelompok manapun dia, dan berapa pun yang dipimpinnya, hendaklah menjauhkan diri sejauh-sejauhnya dari menipu rakyat ataupun menipu angotanya. Sebagiamana sabdanya, “Tidak ada seorang hamba yang dipercaya memimpin rakyatnya oleh Allah Swt., lalu ia mati dalam keadaan menipu rakyatnya, melainkan Allah haramkan surge baginya.” ( HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam Hadis yang lain juga ditegaskan oleh Rasulallah Saw., bahwa setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya pada hari Kiamat kelak (HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud)
Bahkan dalam riwayat lain Nabi Saw., melaknat pemimpin yang dipercaya untuk mengurus urusan umat, lalu ia malah menyengsarakan mereka, sebagaimana sabdanya: “Ya, Allah siapa saja yang diberikan kekuasaan untuk mengurusi umatku, lalu ia menyengsarakan mereka, maka persulitlah ia. Dan siapa yang diberi kekuasaan, lalu ia mempermudah mereka, maka mudahkanlah ia” (HR. Muslim)
Islam menempatkan pemimpin yang adil dan amanah dalam derajat manusia yang tertinggi yang memperoleh berbagai penghargaan dan kehormatan, di antaranya  ia akan termasuk kelompok pertama yang dinaungi oleh Allah Swt., di antara tujuh kelompok utama yang dinaungi Allah pada hari kiamat kelak (HR Bukhari) ia pun akan berada di atas mimbar dari cahaya di hari Kiamat ( HR Muslim), dalam hadis yang lain Rasulallah Saw sampai menyatakan bahwa pemimpin yang yang adil termasuk tiga golongan manusia yang paling utama dan paling berhak masuk surga, di samping yang kedua adalah orang yang lembut dan penyayang kepada keluarganya dan orang miskin yang menjaga dirinya dari meminta-minta (HR. Muslim)
Oleh karena itu dalam Islam pemimpin yang memiliki sifat-sifat di atas berhak dan wajib diikuti. “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.”  (QS. 4: 59). Dalam ayat ini pun mengisyaratkan bahwa taat kepada pemimpin adalah mu’allaq atau bergantung pada apakah pemimpin tersebut taat kepada Allah dan Rasul-Nya atau tidak. Ciri ketaatannya ialah senantiasa kembali kepada Allah dan Rasul-Nya jika terjadi perbedaan pendapat atau perselisihan.
Tentang siapa pemimpin itu, Islam tidak membatasi ia dari ras dan kelompok mana, asal mengikuti dan menegakkan syariah, maka wajib ditaati sekalipun ia adalah seorang yang berkulit  sangat hitam yang kepalanya bagaikan buah anggur (saking hitamnya) (HR. Bukhari). Islam tidak membeda-bedakan warna kulit, ras ataupun bahasa  dalam kepemimpinan. Hal yang dinilai adalah ketakwaannya dalam menjalankan aturan dan syariat Allah.
Pemimpin dalam Islam itu adalah pelayan umat, maka jika diilustrasikan dalam bentuk piramida, piramidanya seperti piramida terbalik, dan pemimpin adalah yang di bawah. Maka siapapun yang menjadi pemimpin, dia harus mengeluarkan pengorbanan yang paling besar dibanding dengan orang yang dipimpinnya. Hal inilah yang telah dicontohkan oleh Rasulallah Saw. dan para Khulafa al-Rasyidin. Inilah dan pemimpin seperti inilah yang akan mendapatkan perlindungan di Hari dimana tidak ada perlindungan kecuali perlindungan Allah Swt.
 Tidak mudah terhimpun dalam diri seseorang sifat-sifat kepemimpinan yang sempurna sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulallah Saw dan para sahabatnya, tetapi kalaupun harus memilih, kaitannya dengan Pemilu anggota legislatif  maupun Pilpres  maka pilihlah yang paling sedikit kekurangannya, dan lakukanlah pilihan setelah upaya bersungguh-sungguh untuk mendapatkan yang terbaik.




2 komentar:

  1. makanya nyoblos dalam pemilu adalah salah satu kewajiban umat Islam, bukan hak.
    terkadang kita malas untuk menyeleksi siapa yang layak dan yang tidak. kemudian berlindung dibawah bendera golput

    BalasHapus
  2. Jika di antara para calon pemimpin ada yang memenuhi syarat, maka umat Islam wajib hukumnya untuk memilih dan haram hukumnya untuk golput atau tidak menggunakan hak pilihnya.

    “Jadi itu nomor satu harus memilih yang memenuhi syarat. Kedua, kalau dalam calon-calon itu ada yang memenuhi syarat, maka umat Islam wajib memilih dan haram hukumnya golput. Haram hukumnya tidak memilih, kalau memang di antara calon-calon itu memenuhi syarat,” kata Salim Umar.

    BalasHapus