Salurkan Zakat, Infaq, Shadaqah dan Wakaf anda ke ZISWAF al-Muhajirin

Panitia Renovasi Masjid Al-Muhajirin

renovasi Masjid Al-Muhajirin ke Bank Syariah Mandiri KCP Jatinangor an. Panitia Renovasi Al Muhajirin Nomor Rekening 1000-555-777

iklan

jazakamullah ahsanal jaza' semoga Allah SWT akan membalas kalian dengan balasan yang terbaik. aamiin yaa robbal 'alamiin...

Selasa, 25 Februari 2014

CARA RASUL MEMPERLAKUKAN ANAK-ANAK


CARA RASUL MEMPERLAKUKAN ANAK-ANAK
Oleh :
 Abdul Wahid
Andrias harifa dalam bukunya yang berjudul “Menjadi Manusia Pembelajar”, berpendapat; “Kanak-kanak memiliki pengetahuan yang amat terbatas hampir dalam segala hal, baik tentang dirinya, orang lain, alam semesta, apalagi tentang Sang Khalik. Kanak-kanak juga belum mampu untuk menentukan sikap, apakah harus positif atau negatif, kritis atau nrimo, terhadap hampir semua hal yang terjadi di lingkungan sekitarnya.”
Anggapan ini menunjukan bahwa masa kanak-kanak merupakan masa dimana proses pembelajaran harus menjadi prioritas. Ibarat kertas, maka anak-anak kita adalah kertas putih yang bersih, yang belum ditulis siapapun, sehingga lingkungan diluar dirinya, terutama orang tuanya yang akan memberikan pengaruh besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak, baik dari segi fisik, psikis, mental dan ruhaninya.
Islam, sebagaimana yang diajarkan dan diteladankan oleh Rasulullah SAW, menyuruh umatnya agar memperlakukan dan mendidik anak dengan sebaik mungkin. Mendidik dengan penuh kesungguhan, dengan hati dan keteladanan. Dalam pandangan Rasul, anak adalah calon manusia dewasa yang telah memiliki hati, perasaan, harga diri yang sama dengan manusia dewasa, dan telah memiliki hak-hak tertentu. Berikut adalah cara Nabi Muhammad dalam memperlakukan dan mendidik anak-anak.
1.        Tidak membedakan perlakuan antara anak kecil dan orang dewasa
Ketika Nabi membagi madu kepada orang dewasa dan di situ ada anak kecil, maka Rasul memberi jatah juga pada anak tersebut. Nabi pernah bersabda, “Siapa yang mempunyai anak, hendaklah dia ‘menjadi anak’ pula (yakni memahami, bersahabat, dan menjadi teman bermain anaknya).”
2.      Tidak membedakan perlakuan antara anak laki-laki dan perempuan
Pernah suatu ketika ada seorang laki-laki duduk di sebelah Nabi, hingga kemudian anak laki-lakinya datang dan duduk di pangkuannya. Tak lama kemudian, datanglah anak perempuannya, tetapi laki-laki itu tidak memangkunya. Melihat kejadian ini, kemudian Nabi bersabda,  “Mengapa engkau tidak menyamakan keduanya?” Hal ini menunjukan bahwa kita harus memperlakukan sama antara anak laki-laki dan anak perempuan
3.      Memperlakukan anak dengan penuh kelembutan dan kasih sayang
Ketika ada anak seorang sahabat yang buang air kecil di gendongan Beliau dan ibu anak tersebut membentaknya, Rasul menegur dengan mengatakan bahwa air kencing bisa dicuci sedangkan sakit hati anak susah diobati. Beliau tidak mengganggu anak-anak yang sedang bermain, bahkan pernah menonton anak-anak yang sedang bermain dengan penuh senanghati. Rasul pun tidak mengganggu boneka Siti Aisyah yang dinikahinya ketika masih kecil.
Rasulullah mendidik anak dengan penuh kasih sayang, kehangatan, penuh perhatian dan tanggungjawab. Beliau bersabda, “Alzimuauladakum” yang artinya “Dekatianak-anakmu!” Beliau sering menggendong anak sahabat yang dibawa berkunjung kerumahnya. Beliau juga memangku Hasan di atas paha yang satu dan memangku anak sahabat di atas paha lainnya kemudian memeluk mereka berdua.
Beliau tidak melakukan sesuatu yang membahayakan anak. Walau sedang shalat, beliau tidak bangkit dari sujud karena cucunya sedang duduk di pundaknya. Beliaupun kerap menyuruh untuk mencium dan mengusap kepala anak.
4.      Mendidik anak dengan ketegasan yang didasari cinta
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Nabi memerintahkan agar orangtua memerintahkan shalat kepada anaknya sejak umur tujuh tahun. Kemudian, jika pada usia sepuluh tahun anak tidak shalat, maka Nabi memerintahkan orangtua untuk memukul mereka.
Perintah beliau untuk memukul anak yang tidak mau shalat pada usia sepuluh tahun bukanlah perintah untuk melakukan kekerasan. Pukulan yang dilakukan adalah dharbanrafiiqan, pukulan yang disertai rasa kasih sayang, bukan pukulan sebagai luapan kemarahan. Pukulan itu tidak boleh mengenai wajah (falyajtanibal-wajha) atau anggota tubuh yang vital. Pukulan itu juga tidak boleh menimbulkan bekas (dharbanghairamubarrih).
Nabi Saw. bersabda, “Gunakanlah cinta dan kasih sayang dalam mendidik dan membina, dan jangan menggunakan kekejaman. Sebab, seorang penasihat yang bijak adalah lebih baik ketimbang seorang yang kejam.”
5.      Tidak memanjakannya dengan berbagai fasilitias
Nabi tidak menganjurkan untuk memanjakan anak. Fathimah, putri Nabi, melakukan semua pekerjaan rumahtangga, seperti menyapu rumah, membuat tepung dan memanggang roti, serta mengambil air dari sumur. Semua perkerjaan ini membuat warna kulitnya gelap dan tangannya kasar.
Ketika Fatimah menemui Nabi untuk meminta seorang pembantu, beliau bersabda, “Orang-orang Suffah sangat miskin dan lebih membutuhkan bantuan dari pada Engkau. Akan kuajarkan kepada mu tentang suatu hal yang lebih baik dari pada memiliki seorang pembantu. Apabila Engkau pergi tidur, bertasbihlah sebanyak tiga puluh tiga kali, bertahmid sebanyak tiga puluh tiga kali, dan bertakbirlah sebanyak tiga pulu hempat kali.”
Akhirnya, dengan meneladani cara rasul dalam memperlakukan dan mendidik anak tersebut, diharapkan anak-anak kita akan tumbuh menjadi generasi yang sukses dan menjadi kebanggaan orang tua, dan masyarakatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar