Salurkan Zakat, Infaq, Shadaqah dan Wakaf anda ke ZISWAF al-Muhajirin

Panitia Renovasi Masjid Al-Muhajirin

renovasi Masjid Al-Muhajirin ke Bank Syariah Mandiri KCP Jatinangor an. Panitia Renovasi Al Muhajirin Nomor Rekening 1000-555-777

iklan

jazakamullah ahsanal jaza' semoga Allah SWT akan membalas kalian dengan balasan yang terbaik. aamiin yaa robbal 'alamiin...

Kamis, 01 Agustus 2013

MENGGAPAI LAILATUL QADAR


Bp. Aris Saptiono
MENGGAPAI LAILATUL QADAR
Sebagaimana yang kita yakini bahwa bulan Ramadhan memiliki sekian banyak keistimewaan, salah satunya adalah Lailatul Qadar, suatu malam yang dinilai oleh Al-Quran sebagai “malam yang lebih baik dari seribu bulan”. Ada apa dengan malam itu sehingga dinilai demikian tinggi oleh Al-Quran? Sebelum menelaah lebih jauh tentang masalah itu, ada baiknya apabila kita kaji terlebih dahulu kriteria dari malam tersebut.
Pengertian Lailatul Qadar
Secara bahasa Lailatul Qadar berarti “Malam Yang Agung”, malam yang besar nilainya. Sedangkan secara istilah Lailatul Qadar adalah nama bagi dua malam:
Pertama, malam diturunkannya Al-Quran untuk pertama kali secara sekaligus dari Lauhul Mahfuzh ke Baitul Izzah  di langit dunia pada bulan Ramadhan, tanggalnya tidak ada yang tahu secara pasti. Namun terdapat isyarat dari Rasulullah saw. melalui sabdanya:
“Lembaran-lembaran Ibrahim diturunkan pada hari pertama bulan Ramadhan. Taurat diturunkan pada hari keenam bulan Ramadhan, Injil diturunkan pada hari ketiga belas bulan Ramadhan. Sedangkan Al-Quran diturunkan pada hari kedua puluh empat bulan Ramadhan.” (H.r. Ahmad, Musnad Ahmad, XXXIV:346, No. 16.370)
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam Al-Baihaqi, Ath-Thabrani, Ibnu Abu Hatim, Al-Mundziri, dan Al-Waahidiy, namun dengan penambahan redaksi:
Zabur diturunkan pada hari delapan belas bulan Ramadhan.” (Lihat, Al-Baihaqi, As-Sunan Al-Kubra, IX:188, No. hadis 18.429 dan Syu’abul Iimaan, V:263; No. hadis 1671; Ath-Thabrani, Al-Mu’jam Al-Kabir, XXII:75, No. hadis 185 dan Al-Mu’jam Al-Awsath, VIII:435, No. hadis 3882; Ibnu Abu Hatim, Tafsir Ibnu Abu Hatim, VI:273, No. hadis 1671; Al-Mundziri, At-Targhiib wat Tarhiib, II:378, No. Hadis 1818; Al-Waahidiy, Asbaabun Nuzuul: 13) 
Sabda Rasulullah Saw. di atas mengisyaratkan bahwa Lailatul Qadar pertama terjadi pada tanggal 24 Ramadhan. Dan Lailatul Qadar inilah yang dimaksud oleh firman Allah Swt. sebagai berikut:
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan, dan tahukah kamu Apakah malam kemuliaan itu? malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan, pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan, malam itu (penuh) Kesejahteraan sampai terbit fajar. (QS. Al-Qadr:1-5)
Bulan Ramadan yang diturunkan padanya Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia, keterangan-keterangan petunjuk itu, dan pemisah antara yang haq dan yang batal.(Q.s. Al-Baqarah:185)
Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al-Quran) pada malam yang diberkahi. (QS. Ad-Dukhan:3)
Sehubungan dengan itu Ibnu Abbas pernah ditanya oleh Athiyyah bin al-Aswad:
”Aku ragu-ragu tentang firman Allah ta’ala, ‘Syahru Ramadhaanalladzii unzila fihil Quraanu’ dan Firman-Nya,‘Innaa anzaalnahu fii lailatil qadri.’ Apakah turunnya itu pada bulan Syawal, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharam, Shafar, dan Ar-rabi’?” Ibnu Abbas menjawab,”Bahwa Al-Quran itu diturunkan pada bulan Ramadhan pada malam Lailah Al-Qadar secara sekaligus, kemudian diturunkan lagi berdasarkan masa turunnya bagian-bagian bintang secara berangsur pada beberapa bulan dan hari.” (HR. Al-Baihaqi, Al-Asmaa was Shifaat, juz 2, hlm. 35, No. hadis 487)
Perlu diterangkan di sini bahwa proses penurunan Al-Quran terjadi sebanyak tiga kali: Pertama, Al-Quran diturunkan dari Allah ke Lauhul Mahfudz. Lalu kedua, dari Lauhul Mahfudz ke Sama ad-dunya (langit dunia) secara sekaligus, dan terakhir dari sama ad-dunya kepada Nabi Saw. di bumi ini dengan cara berangsur selama masa kenabian + 23 tahun, 13 tahun di Mekah dan 10 tahun di Madinah. (Keterangan lebih lengkap dapat dibaca pada makalah berjudul Hakikat Nuzul Al-Quran)
Lailatul Qadar dalam pengertian pertama hanya terjadi satu kali, tidak akan terjadi setiap bulan Ramadhan,karena Al-Quran telah sempurna dan tidak ada lagi wahyu setelah Nabi Muhammad meninggal.
Kedua, salah satu malam yang terjadi pada setiap bulan Ramadhan. Dalam konteks inilah Rasulullah menganjurkan umatnya untuk mempersiapkan diri menyambut malam yang mulia itu. Memang Rasul tidak menerangkan secara pasti tanggal berapa, hanya ada anjuran agar lebih diperhatikan malam setelah tanggal 20 Ramadhan.
Allah sengaja tidak memberitahukan kepada Nabi secara pasti tanggal berapa Lailatul Qadar itu terjadi, dalam hal ini terkandung nilai tarbiyyah (pendidikan) yang amat mulia, yakni agar tiap malam kaum muslimin mengisi malamnya dengan ibadah dan du’a, terutama pada malam-malam ganjil setelah berlalu 20 Ramadhan. Hal itu tampak jelas dari sikap Rasulullah saw. pada sepuluh hari terakhir setiap bulan Ramadan,  dengan mengajak keluarganya untuk bangun melaksanakan shalat yang lebih giat dari malam-malam sebelumnya. Aisyah menjelaskan:
"Bahwasanya Rasulullah saw. apabila memasuki sepuluh terakhir Ramadan, beliau mengencangkan ikat pinggangnya, menghidupkan malamnya (tidak tidur) dan membangunkan keluarganya." (Muttafaq 'Alaih)
Dengan demikian, keagungan Lailatul Qadar dan kebesaran nilainya tidak ada artinya bagi kaum muslimin bila pada malam itu tidur atau bangun tapi tidak melakukan amal ibadah, sebab pada malam itu Allah memberikan kesempatan bagi kaum muslimin untuk bangun melakukan ibadah. Karena itu, keagungan Lailatul Qadar akan "menemui" orang-orang yang mempersiapkan diri dan menyucikan jiwa dalam menyambutnya. Hal itu tak ubahnya tamu agung yang berkunjung ke satu tempat, ia tidak akan datang menemui setiap orang di lokasi itu, walaupun setiap orang di tempat itu mendambakannya. Demikian juga halnya dengan Lailatul Qadar.
Apabila jiwa telah siap, kesadaran telah mulai bersemi, dan Lailatul Qadar datang menemuinya, maka malam kehadirannya menjadi saat menentukan bagi perjalanan sejarah hidupnya di masa-masa mendatang. Saat itu, bagi yang bersangkutan adalah titik tolak guna meraih kemuliaan dan kejayaan hidup di dunia dan di akhirat kelak. Dan sejak saat itu malaikat akan turun guna menyertai dan membimbingnya  menuju kebaikan sampai terbitnya fajar kehidupannya yang baru kelak di kemudian hari.
Inilah inti dari keagungan Lailatul Qadar yang akan terjadi setiap bulan Ramadhan. Mudah-mudahan Allah swt. senantiasa mencurahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita, sehingga kita menjadi salah seorang yang layak ditemui oleh Tamu Agung Tersebut.
Kapan Lailatul Qadar “Jilid 2” itu terjadi?
Kita analisa sejumlah hadis yang menerangkan tentang hal itu sebagai berikut:
Hadis Pertama:
Dari Uqbah, yaitu bin Huraits, ia berkata, “Saya mendengar Ibnu Umar Ra. Berkata, ‘Rasulullah saw. bersabda, 
"Carilah ia pada sepuluh terakhir (Ramadhan), yakni Lailatul Qadr. Maka jika salah seorang dari kalian tidak sempat atau tidak mampu, maka jangan sampai terlewatkan tujuh malam terakhir."
(HR. Muslim, Shahih Muslim, II:823, No. hadis 1165; Ibnu Khuzaimah, Shahih Ibnu Khuzaimah, III:327, No. hadis 2183 )
Pemahaman hadis:
Maksudnya, cari dari tanggal 21 sampai 29/30 Ramadhan. Hadis ini tidak menginformasikan ketentuan secara pasti harinya, bisa jadi ke-21, 22, 23, dan seterusnya. Karena itu hadis ini kami kategorikan sebagai hadis mujmal (keterangan secara global) atau mutlak (tanpa batasan).
Hadis Kedua:
Dari Aisyah Ra. bahwasannya Nabi saw. bersabda, “Carilah Lailatul Qadar itu pada 10 terakhir  bulan Ramadhan.” (HR. Muslim, Shahih Muslim, II:828, No. hadis 1169; At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi, III:158, No. hadis 792) Dalam riwayat Al-Bukhari dan Al-Baihaqi dengan redaksi:
Dari Aisyah bahwasannya Nabi saw. bersabda, “Carilah Lailatul Qadar itu pada malam-malam ganjil dari 10 terakhir bulan Ramadhan.” (HR. Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, II:710, No. hadis 1913; Al-Baihaqi, As-Sunan Al-Kubra, IV:308, No. hadis 8314)
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Ahmad dengan sedikit perbedaan redaksi. (Musnad Ahmad, VI:73, No. hadis 24.489)
Dalam riwayat lain dijelaskan oleh Ibnu Umar:
Dari Ibnu Umar, ia berkat, “Seseorang bermimpi bahwa Lailatul Qadr terdapat pada malam kedua puluh tujuh bulan Ramadhan. Maka Nabi saw. bersabda, ‘Aku bermimpi seperti mimpimu, yaitu pada sepuluh malam yang akhir. Karena itu, carilah ia pada malam-malam yang ganjil." (HR. Muslim, Shahih Muslim, II:823, No. hadis 1165)
Pemahaman hadis:
Pada hadis ini terdapat qayyid (pembatas), yaitu malam-malam ganjil. Maksudnya, carilah pada tanggal 21, 23, 25, 27, atau 29.
Hadis Ketiga:
Dari Ibnu Umar Ra., dari Nabi saw. beliau bersabda, “Carilah Lailatul Qadar itu pada 7 terakhir (bulan Ramadhan). (HR. Muslim, Shahih Muslim, II:823, No. hadis 1165; Malik, Al-Muwatha, I:320, No. hadis 694; Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, II:53, No. hadis 1385; Al-Baihaqi, As-Sunan Al-Kubra, IV:311, No. hadis 8330)
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Ahmad dengan tambahan kalimat akhir: “Min Ramadhaan.” (Musnad Ahmad, II:113, No. hadis 5932)
Pemahaman hadis:
Maksudnya, kalau ramadhan 30 hari, carilah dari tanggal 24 hingga 30 = 7 hari. Kalau 29, cari dari 23 hingga 29 = 7 hari.
Hadis Keempat:
Dari Ibnu Abas Ra. bahwa Nabi saw. bersabda, “Carilah dia (Lailatul Qadar) pada 10 terakhir bulan Ramadhan. Lailatul Qadar itu tetap (ada) pada malam ke-9, malam ke-7, malam ke-5.” (HR. Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, II:711, No. hadis 1917; Al-Baihaqi, As-Sunan Al-Kubra, IV:308, No. hadis 8316)
Hadis ini diriwayatkan pula dengan sedikit perbedaan redaksi oleh Ahmad (Musnad Ahmad, I:231, No. hadis 2052; I:279, No. hadis 2520; I:365, No. hadis 3456; III:234, No. hadis 13.477; V:36, No. hadis 20.392; ), Abu Dawud (Sunan Abu Dawud, II:52, No. hadis 1381), Abu Dawud Ath-Thayalisi (Musnad Ath-Thayalisi, I:118, No. hadis 881)
Pemahaman hadis:
Yang dimaksud dengan ungkapan yang ke-9 dari 10 akhir itu adalah malam ke-21. Maksud yang ke-7 dari 10 akhir adalah malam ke-23. Maksud yang ke-5 dari 10 akhir adalah malam ke-25. Dengan demikian, maksud hadis itu adalah: “Carilah pada tanggal 21, 23, 25”. Keterangan ini tidak bertentangan dengan hadis mujmal yang member petunjuk umum, karena tidak membatasi  hanya pada tanggal-tanggal tersebut saja yang harus dicari itu.
Hadis Kelima:
Dari Ibnu Umar Ra. bahwa beberapa orang dari sahabat Nabi saw. menyaksikan Lailatul Qadar dalam mimpi terjadi pada tujuh hari terakhir. Maka Rasulullah saw. bersabda, “Aku memandang bahwa mimpi kalian tentang Lailatul Qadar tepat terjadi pada tujuh malam terakhir, maka siapa yang mau mencarinya, lakukanlah pada tujuh malam terakhir." (HR. Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, I:388, No. hadis 1105, II:709, No. hadis 1911; Muslim, Shahih Muslim, II:822, No. hadis 1165)
Hadis di atas diriwayatkan pula dengan redaksi:
Dari Ibnu Umar, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa mencarinya, maka carilah ia (Lailatul Qadar) pada malam ke-27, dan beliau bersabda, “Carilah ia pada malam ke-27, yakni lailatul qadar.” (HR. Ahmad, Musnad Ahmad, II:27, No. hadis 4808; Al-Baihaqi, As-Sunan Al-Kubra, IV:311, No. hadis 8331; Abu Dawud Ath-Thayalisi, Musnad Ath-Thayalisi, I:257, No. hadis 1888)
Pemahaman hadis:
Hadis ini tidak membatasi bahwa terjadinya Lailatul Qadar itu hanya pada tanggal 27 saja, namun keterangan ini termasuk salah satu bayan (penjelas) bagi petunjuk umum.
Mengapa Nabi saw. tidak Menjelaskan Secara detail?
Dari Ubadah bin Shamit ra, ia mengatakan, “Nabi Allah saw. keluar untuk memberi tahu kami tentang lailatul Qadar, namun dua orang dari muslimin bertengkar. Beliau bersabda,’Saya keluar untuk memberi tahu kalian tentang lailatul qadr, tetapi si fulan dan si fulan bertengkar. Maka diangkatlah dariku, tetapi mudah-mudahan jadi lebih baik bagi kamu. Maka carilah pada malam kesembilan, ketujuh dan kelima." (HR. Al-Bukhari. Shahih Al-Bukhari, I:27, No. 49, II:711, No. hadis 1919; Ath-Thahawi, Syarh Ma’aani Al-Atsaar, III:89; Ibnu Hibban, Shahih Ibnu Hibban, VIII:435, No. hadis 3679)
Lailatul Qadr yang dimaksud tidak sempat dijelaskan dengan lebih terperinci oleh Rasulullah saw. sehinggga hal itu senantiasa dipertanyakan. Tetapi yang jelas mengenai fadhilah dan keutamaannya tergambar pada sikap beliau ketika menghadapi sepuluh malam terakhir bulan Ramadan, yang padanya akan terdapat Lailatul Qadr. Maka dapat disimpulkan bahwa Rasululah saw. sendiri tidak diberi tahu kapan tepatnya terjadi Lailatul Qadr.
Informasi tentang Lailatul Qadr diangkat kembali dengan sebab perkelahian antara dua orang laki-laki di hadapan Rasulullah saw. Hal ini menunjukkan bahwa Lailatul Qadr tidak layak hadir di antara orang yang sedang berbuat maksiat. Sehubungan dengan itu, Al-Bukhari menetapkan di dalam kitab shahihnya,”Bab diangkatnya Lailatul Qadr disebabkan pertengkaran manusia”
Dengan demikian kita dapat mengambil pelajaran bahwa dengan tidak dijelaskannya kepastian waktu terjadi Lailatul Qadr, Rasulullah saw. berharap bahwa hal itu akan lebih baik untuk kita.
Wallahu a’lam bish-shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar