Salurkan Zakat, Infaq, Shadaqah dan Wakaf anda ke ZISWAF al-Muhajirin

Panitia Renovasi Masjid Al-Muhajirin

renovasi Masjid Al-Muhajirin ke Bank Syariah Mandiri KCP Jatinangor an. Panitia Renovasi Al Muhajirin Nomor Rekening 1000-555-777

iklan

jazakamullah ahsanal jaza' semoga Allah SWT akan membalas kalian dengan balasan yang terbaik. aamiin yaa robbal 'alamiin...

Selasa, 06 Agustus 2013

AMALIYAH BA’DA RAMADHAN


Ust. Aminudin, M.Ag

AMALIYAH BA’DA RAMADHAN
1.    Takbiran

     Takbiran pada Idul Fitri dimaksud sebagai sarana taqarun (mendekatkan) diri kepada Allah Swt dan terceminan rasa syukur atas beragam ni’mat dan petunjuk yg diberikan oleh Allah Swt. Sebagaimana disebutkan : … Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur. (QS. 2: 185)
    
     Karena Takbiran merupakan sarana taqarub kepada Allah Swt., maka mesti dilakukan dengan adab-adab tertentu, yaitu: ikhlas, khidmat, menjauhi maksiat, dan tidak hura-hura. Adapun lafazh takbiran dalam beberapa riwayat disebutkan sebagai berikut:

a.     Riwayat Abdul Razzak dari Salman dengan sanadnya yang shahih, berkata: Bertakbirlah: Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar kabira
b.      Riwayat Umar dan Ibn Masud: Allahu akbar, Allahu akbar, lailahaillallah wallahu albar, Allahu akbar walilahilhamd.
c.       Menurut madzhab Maliki dan Syafi’i: Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar.
Mengenai waktu takbiran jumhur ulama mengatakan bahwa takbiran dapat dimulai saat hendak pergi menuju shalat Idul Fitri sampai imam mulai khutbah. Tetapi pendapat lain membolehkan dari mulai terbenam matahari sampai imam mulai khutbah.
2. Mengisi Hari Raya Idul Fitri
Hari raya Idul Fitri merupakan saat-saat umat Islam tasyakur atas kesuksesan melaksanakan ibadah Ramadhan. Hari berbahagia dan bersuka cita dan juga hari pengampunan. Dalam riwayat imam al-Zuhri disebutkan, bahwa ketika datang hari Idul Fitri, maka manusia keluar menuju Allah Swt., dan Allah kemudian mendatangi mereka seraya berkata: “Wahai hamba-Ku! Karena Aku engkau berpuasa, karena Aku engkau beribadah. Sebab itu, pulanglah kalian sebagai orang yang telah mendapat ampunan.”
Saat Nabi Saw., tiba di Madinah kaum Anshar memiliki dua hari istimewa, mereka bermain-main di dalamnya, lalu Nabi Saw. Bersabda: “Allah telah member ganti bagi kalian dua hari raya yang jauh lebih baik, Idul Fitri dan Idul Adha.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, al-Nasa’i)
Hadits ini menunjukkan bahwa menampakkan rasa suka cita di hari raya adalah sunnah dan di syariatkan. Maka diperkenankan memperluas hari raya tsb. secara menyeluruh kepada segenap kerabat dengan berbagai hal yg tidak diharamkan yang bias mendatangkan kesegaran badan dan melegakan jiwa, tetapi tentunya tidak membuat lupa untuk taat kepada Allah Swt.
3. Shalat Hari Raya Idul Fitri
Mengenai hukum shalat Idul Fitri para ulama berbeda pendapat, tapi jumhur ulama menetapkan bahwa shalat Idul Fitri hukumnya sunnah muaqqadah. diterangkan dalam sebuah riwayat pada saat hari raya Idul Fitri, Nabi Saw., mengenakan pakaian terbaiknya dan makan kurma dengan bilangan ganjil tiga, lima atau tujuh sebelum pergi melaksakan shalat Idul Fitri. Tetapi berbeda saat Idul Adha dimana beliau tidak makan terlebih dahulu sampai beliau pulang, setelah itu baru memakan sebagaian daging binatang sembelihannya.
Nabi Saw mengakhirkan shalat Idul Fitri, hal ini memberikan kesempatan kepada kaum Muslimin untuk menunaikan zakat fitrahnya, tetapi ketika Idul Adha beliau mempercepat pelaksanaannya agar kaum Muslimin dapat segera menyembelih binatang kurbannya.
Nabi Saw. melaksanakan shalat dua terlebih dahulu kemudian berkhutbah. Beliau shalat dua rakaat. Pada rakaat pertama beliau takbir tujuh kali berturut-turut dengan takbiratulihram dan lima kali takbir pada rakaat yg kedua. Dalam setiap takbir mengangkat kedua tangannya dan berhenti sebentar di antara tiap takbir.
Pada rakaat pertama setelah takbir beliau membaca surat al- Fatihah dan Qaf, sedangkan pada rakaat kedua setelah membaca surat al-Fatihah beliau membaca surat al-Qamar. Kadang-kadang beliau membaca surat al-‘Ala pada rakaat pertama dan al-Ghasyiyah pada rakaat kedua. Setelah selesai shalat kemudian menghadap ke arah jamaah, lalu beliau menyampaikan khutbah yang berisi wejangan, anjuran dan larangan.
4. Puasa Enam Hari di Bulan Syawal
Abu Ayub al-Anshari r.a. meriwayatkan, bahwa Nabi Saw., bersabda: “Sesiapa orang berpuasa penuh di bulan Ramadhan, lalu menyambungnya dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka pahalnya seperti berpuasa selama setahun.”
Orang yang setelah Ramadhan berpuasa bagaikan orang yang cepat-cepat kembali dari pelariannya, yakni orang yang baru lari dari peperangan fi sabilillah kemudian kembali lagi. Dan sebagai bukti kecintaan terhadap ibadah puasa. Tidak merasa bosan, berat apalagi benci.
Hanya kepada Allah tempat memohon pertolongan. Shalawat dan slam semoga tercurah selalu keharibaan Nabi Saw., segenap keluarga, dan sahabatnya.
(Diringkas kembali dari buku Panduan Lengkap Ibadah Ramadhan, Sharia Consulting Centre, Jaktim)  






Tidak ada komentar:

Posting Komentar