Salurkan Zakat, Infaq, Shadaqah dan Wakaf anda ke ZISWAF al-Muhajirin

Panitia Renovasi Masjid Al-Muhajirin

renovasi Masjid Al-Muhajirin ke Bank Syariah Mandiri KCP Jatinangor an. Panitia Renovasi Al Muhajirin Nomor Rekening 1000-555-777

iklan

jazakamullah ahsanal jaza' semoga Allah SWT akan membalas kalian dengan balasan yang terbaik. aamiin yaa robbal 'alamiin...

Selasa, 18 Juni 2013

ULUMUL HADITS

Aris Saptiono


ULUMUL HADITS
ILMU HADITS DIRAYAH & RIWAYAH
Alquran dan Sunnah merupakan sumber syariat Islam yang tidak dapat dipisah-pisahkan lagi, karena umat Islam mustahil dapat memahami, apalagi mengamalkannya bila tidak merujuk kepada keduanya.
Begitu pentingnya keberadaan Sunnah disamping Alquran, maka kemurnian Sunnah tersebut harus benar-benar terpelihara, agar fungsinya sebagai bayan (penjelas) Alquran dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Karena itu para ulama telah berupaya menyusun suatu ilmu untuk menjaga keabadiannya. Ilmu ini dapat memberikan gambaran tentang ketelitian mereka dalam meriwayatkan hadis dan menetapkan berita, apakah datang dari Nabi atau yang lainnya, ilmu ini disebut ilmu hadits.
Ilmu hadits terbagi atas dua bagian besar, yaitu ilmu hadits riwayat dan ilmu hadis dirayah.
Ilmu Hadis Riwayah adalah suatu ilmu untuk mengetahui cara-cara penukilan, pemeliharaan dan pendewanan sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun persetujuannya.
Yang menjadi maudhu’ (objek kajian) ilmu hadis riwayah adalah :
1.    Cara periwayatan hadis, yang meliputi bagaimana cara penerimaan hadis dan penyampaiannya kepada orang lain.
2.    Penulisan atau pembukuan hadis.
Dengan demikian ilmu ini tidak berkompeten membicarakan ke-tsiqah-an rawi, permasalahan sanad dan rukakah (karancuan) matan hadis karena hal tersebut bukan merupakan objek kajian ilmu hadis riwayah. Sedangkan faidah mempelajari ilmu ini ialah untuk menghindari adanya kemungkinan salah kutip terhadap apa yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw.
Ulama pelopor dalam bidang ilmu ini ialah Muhammad bin Syihab Az-zuhri (51-124 H), seorang imam dan ulama besar di Hejaj dan Syam (Suriah), yang tercatat sebagai orang pertama yang menghimpun hadis-hadis Nabi saw. atas perintah khalifah Umar bin Abdul Aziz (memerintah 99-102 H/717-720 M).
Ilmu Hadis Dirayah adalah ilmu tentang pokok-pokok dan kaidah-kaidah untuk mengetahui hal ihwal sanad dan matan dari segi diterima dan ditolaknya.
Sasaran kajian ilmu ini adalah keadaan matan, sanad dan rawi hadis. Diantara masalah yang menjadi bahasan ilmu hadis dirayah adalah yang menyangkut pembagian hadis dari segi nilainya, yaitu hadis sahih, hasan dan daif. Demikian juga masalah usia rawi ketika menerima hadis, cara menerima dan menyampaikan hadis yang diriwayatkannya kepada orang lain. Sedangkan kegunaannya adalah untuk mengetahui dan menetapkan maqbul (diterima) dan mardud (ditolak)-nya suatu hadis.
Penelitian terhadap rawi untuk mengetahui diterima atau ditolak riwayatnya meliputi penelitian tentang keadaannya pada waktu menerima dan menyampaikan hadis kepada orang lain dan sifat tercela atau adil yang dimilikinya serta pengetahuan tentang negeri, keluarga, kelahiran dan wafatnya. Penelitian tentang hal ihwal marwi (yang diriwayatkan/sanad dan matan) menyangkut syarat-syarat periwayatan ketika menerima dan menyampaikan hadis kepada orang lain, bersambung atau terputus sanadnya, pengetahuan tentang cacat-cacatnya dan hal-hal lain yang berkaitan dengan diterima dan ditolaknya hadis tersebut. dan ilmu ini disebut juga mushthalah hadits, ushulul hadits dan ilmu hadits.
Sejarah dan Perintis Ilmu Dirayah
Ilmu dirayah menjadi alat bagi ilmu riwayah. Walaupun ilmu dirayah telah menjadi pembahasan para ulama sejak abad ke-2 H, namun ilmu ini belum tuntas dibahas secara khusus dalam sebuah kitab tertentu. Baru pada awal abad ke-4, ilmu ini dibukukan dan dijadikan satu fan ilmu yang berdiri sendiri, sejajar dengan ilmu-ilmu yang lain.
Yang pertama kali menyusun sebagai aspek pembahasan ilmu dirayah itu ialah Ali bin Al Madini, guru imam Al-Bukhari, sebagaimana juga dibahas oleh Al-Bukhari, Muslim dan At-Tirmidzi pada berbagai pembahasan mereka dalam beberapa risalah terpisah, yang belum tersusun secara berkaitan antara satu sama lainnya. Tetapi yang pertama kali membahas masalah ini secara benar-benar ilmiah dengan menyatukan bab-bab dan bahasan-bahasannya dalam satu karangan ialah Al-Qadhi Abu Muhammad Ar-Ramahhurmuzi (w.360 H), dengan kitabnya berjudul “Al-Muhadditsul Fashil bainar Rawi wal Wai’iy”, namun belum juga lengkap benar. Kemudian tampil Al-Hakim Abu Abdullah An-Naisaburi (w.405 H), yang menulis buku Ma’rifat Ulumul Hadits. Ini pun belum benar-benar cermat dan tertib. Maka diteruskan oleh Abu Nu’aim Al-Asbahani (w.430 H), yang menyusun prinsip-prinsip penuturan atau riwayat dalam buku yang dinamainya Al-Kifayah fi ilmir riwayah dan dalam buku lain yang bernama Al-Jami’ liadabisy syaikh was sami’, yang didalamnya dibahas secara rinci setiap cabang ilmu hadis dalam bagian-bagian yang tersendiri. Kemudian muncul Al-Qadhii ‘Iyadh (w. 544 H), yang menulis kitab Al-Ilma’ ila ma’rifati ushulil riwayah, yang dalam pembahasannya ia bersandar kepada karya Al-Khatib. Ia diikiuti oleh tampilnya syaikh Ibnu Shalah (w. 642 H), ia menulis buku yang terkenal dengan sebutan Muqaddimah Ibnu Shalah, yang ia diktekan kepada muridnya di Madrasah Asyrafiyyah di Damaskus tanpa tata urut yang mantap, namun merupakan kitab yang memuat berbagai hal yang terpancar dalam berbagai buku para ulama sebelumnya. Karena itu orang bersandar kepada buku itu dan banyak yang mencurahkan pikiran untuk mengkolaborasinya, baik dalam bentuk puisi maupun prosa, seperti kitab Alfiyah karya Al-Iraqi dan syarahnya oleh As-Skhawi, lalu kitab At-Taqrib karya An-Nawawi serta syarahnya Tadribur Rawi oleh As-Suyuti, dan banyak lagi kitab-kitab lain dalam bidang yang sama. Kitab Ibnu Shalah juga diringkaskan oleh Ibnu Katsir (w. 774 H) dalam kitabnya Ikhtishar Ulumil Hadits, lalu bermunculan berbagai karangan dalam bidang ini, yang paling terkenal ialah Alfiyah karya Al-‘Iraqi (w. 806 H) dan Nukhbatul Fikar fi Mushthalahil Atsar oleh Ibnu Hajar, dan yang terakhir ialah kitab Qawaidut Tahdits karya Al-Qasimi.
Cabang-cabang Ilmu Mushthalah Hadits
Ilmu Mushthalah Hadits atau ilmu dirayah terus berkembang menuju kesempurnaanya. Dalam perkembangan selanjutnya muncullah beberapa cabang ilmu hadis yang mempunyai objek pembahasan yang lebih spesifik yang berpangkal pada sanad, matan dan keduanya. Walaupun pembahasan ilmu-ilmu ini lebih mengarah kepada suatu objek tertentu, tetapi saling diperlukan dan erat hubungannya antara satu sama lain.
Cabang - cabang ilmu yang berkaitan dengan sanad :
-       Ilmu Rijalul Hadits
-       Ilmu Thabaqatur Ruwat
-       Ilmu Tarikhur Ruwat
-       Ilmu Al-Jarh wat Ta’dil
Cabang – cabang ilmu yang berkaitan dengan matan :
-       Ilmu Gharibil Hadits
-       Ilmu Asbabu Wurudil Hadits
-       Ilmu Tawarikhul Mutun
-       Ilmu Nasikh wal Mansukh
-       Ilmu Talfiqil Hadits
Cabang – cabang yang berpangkal pada sanad dan matan :
-       Ilmu ‘ilalul Hadits
Kajian – kajian terhadap sanad dan matan pada hakikaktnya adalah kajian kritis dan telah muncul sejak masa yang dini dari perkembangan hadis, baik itu dilakukan oleh para sahabat, para penulis hadits, maupun ulama – ulama hadits yang datang kemudian. Secara demikian, ilmu hadits memiliki peran yang sangat penting dalam menjamin terpeliharanya keaslian hadits sejak penerimaan pertama dari Nabi saw. sampai masa hadits dibukukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar