Salurkan Zakat, Infaq, Shadaqah dan Wakaf anda ke ZISWAF al-Muhajirin

Panitia Renovasi Masjid Al-Muhajirin

renovasi Masjid Al-Muhajirin ke Bank Syariah Mandiri KCP Jatinangor an. Panitia Renovasi Al Muhajirin Nomor Rekening 1000-555-777

iklan

jazakamullah ahsanal jaza' semoga Allah SWT akan membalas kalian dengan balasan yang terbaik. aamiin yaa robbal 'alamiin...

Senin, 22 April 2013

SABAR MENGHADAPI MUSIBAH


Aris Saptiono

SABAR MENGHADAPI MUSIBAH
"Dan sesungguhnya Kami akan menguji kalian dengan sebagian dari ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berilah kabar gembira mereka yang sabar. Yaitu yang apabila kena kepada mereka satu musibah, mereka berkata, “Sesungguhnya kami milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nya lah kami akan kembali. Kepada mereka akan turun karuni-karunia dan rahmat dari Tuhan mereka dan merekalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” Q.S. Al Baqarah : 155-157
Tafsir Mufradat
Ashshabru  adalah menahan diri dalam kesempitan berdasarkan pertimbangan akal, syariat atau keduanya. Sabar memiliki makna yang luas dan nama yang berbeda bergantung kepada kejadiannya. Jika menahan diri karena satu musibah dinamakan Ashshabru sebaliknya Aljazau’ (putus asa). Jika dalam peperangan dinamakan Asysyajaa’atu (pemberani) sebaliknya Aljubnu (penakut). Jika ditimpa kegelisahan dinamakan Rahbush shadri (lapang dada) sebaliknya Adhdhajru (gelisah). Dan jika dalam menjaga ucapan dinamakan Almadzalu (merahasiakan) sebaliknya AlKatmaanu (membuka rahasia). Allah swt. menamakan semua itu sebagai suatu kesabaran. Ar Raghib : 281
Almushiibatu adalah sesuatu yang menimpa seorang hamba sekecil apapun bentuk dan sifatnya. Al Qurtubi,II:175
Tafsir Ayat
Setiap peristiwa yang menimpa baik senang ataupun susah, bergantung kepada siapa yang menerimanya. Jika yang tertimpa itu kaum mukminin maka dinamakan ujian. Diuji dengan keadaan sehat, senang dan untung, apakah syukur atau kufur? Serta diuji terbukti dengan keadaan susah, sakit dan rugi, apakah sabar atau putus asa? Ujian yang paling berat adalah kesenangan, dengan ujian ini banyak yang gagal. Sedangkan ujian dengan penderitaan banyak yang sabar serta sadar, bahkan sering melahirkan banyak cita-cita.
Adapun jika yang tertimpa itu kafir atau pendurhaka, hal itu bukan ujian melainkan azab atau laknat. Diberi keadaan sehat, senang dan untung, laknat atau istidraj-lah namanya. Diberi keadaan susah, sakit dan rugi, azab disebutnya.
Ayat diatas dan beberapa ayat semisal pada tempat lainnya, merupakan gambaran sebagian ujian dari Allah swt. terhadap hamba-hambaNya yang mukmin. Apabila mereka sabar dalam menghadapinya, maka layak mendapat pahala dari Allah swt. atas kesabarannya, apabila mereka malah putus asa ketika menjalaninya, maka pantaslah ia mendapat murka-Nya.
Pada ayat diatas juga (Q.S. Al Baqarah : 155) terkandung satu isyarat bahwa seorang yang telah mengaku beriman, tidak lantas terjamin akan selalu diluaskan rezekinya, dimudahkan kehidupannya, dan dihilangkan segala rasa ketakutannya. Agama Islam adalah agama fitrah. Segala sesuatu akan berjalan sesuai dengan sunnatullah yang telah digariskan, ujian berupa kesenangan dan kesusahan akan terjadi berdasar hukum sebab akibat (kausalitas). Maka mukmin sejati akan sabar ketika menghadapi kesusahan dan selalu bersyukur ketika menjalani kesenangan. Al Maraghi, II:24
Allah swt. dalam menguji hamba-hambaNya baik dengan kesenangan ataupun kesusahan, seperti dengan rasa takut, kelaparan, kehilangan harta, jiwa dan hasil panen, ia berkehendak menigkatkan derajat mereka. Sebab bagaimana mungkin derajat seorang hamba bertambah mulia tanpa menempuh ujian terlebih dahulu. Hamba yang lulus ketika diuji dengan satu ujian derajatnya akan dumuliakan, sedangkan hamba yang tidak lulus derajatnya akan dihinakan.
Imam Al Qurtubi (II:174) membagi sabar kepada dua bagian :
Sabar dalam menjauhi maksiat kepada Allah orangnya dinamakan Mujahid. Dan sabar dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah, orangnya dinamakan ‘Abid. Jika kedua sifat ini sudah bersatu pada diri seorang hamba, Allah swt. Akan mewarisi rasa rida didalam hatinya terhadap semua yang ditetapkan Allah baginya. Dan tanda keridaan itu adalah sakinahnya hati terhadap semua yang menimpa dirinya baik disukai ataupun dibenci.


Pada ayat selanjutnya (Q.S. Al Baqarah:156) Allah swt. menerangkan sifat orang yang sabar, yaitu mereka yang apabila ditimpa satu musibah, berkata, “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un” (sesungguhnya kami ini milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nya lah kami akan kembali)
Ucapan “Inna Lillahi” merupakan satu pengakuan terhadap penghambaan diri kepada Allah swt. dan pengakuan terhdap sifat kepemilikan-Nya. Dan ucapan wa inna ilaihi raji’un adalah satu pengakuan terhadap kefanaan diri dan kebangkitan setelah mati, serta merupakan satu keyakinan bahwa segala sesuatu tanpa terkecuali tempat kembalinya itu hanya kepada Allah swt. Al Maraghi, II: 25
Jadi, orang yang sabar ialah orang yang ketika menghadapi satu musibah, dengan penuh kesadaran dan keikhlasan mengucapkan kalimat istirja, yakni mengakui bahwa jangankan harta yang hilang, jabatan yang tertanggal, keluarga yang meninggal serta cita-cita yang tidak terlaksanakan, diri kami pun milik Allah. Bila Allah menghendaki untuk mengambilnya maka kami akan rela dan tidak akan mempertahankannya. Dan orang yang sabar itu meyakini bahwa tidak ada satu pun yang kekal didunia ini, termasuk dirinya sendiri. Semuanya akan kembali kepada Allah swt. jika orang lain sekarang mungkin ia besok atau lusa.
Dalam hadits riwayat Ad Dailami, Siti ‘Aisyah menceritakan bahwa Rasulullah saw. pernah datang dan ibu jari kakinya tertusuk duri, maka ia ber-istirja dan mengusap-usapnya. Ketika aku mendengar istirja Rasul aku mendekati dan melihatnya. Ternyata hanya luka kecil dan aku pun menertawakannya, Kataku,”Ya Rasulullah, demi Allah, apakah harus ber-istirja hanya karena tertusuk duri sekecil ini?” Beliau tersenyum dan menepuk-nepuk pundakku. Sabdanya :
“Ya ‘Aisyah (ingatlah) sesungguhnya Allah Azza wa Jalla, apabila Ia berkehendak menjadikan sesuatu yang kecil menjadi besar, maka akan terjadi dan sebaliknya apabila Ia berkehendak menjadikan sesuatu yang besar menjadi kecil, itu pun akan terjadi”.            Ad Durrul Mantsur, I:381
Dari riwayat diatas terlihat, bagaimana Rasulullah saw. memaknai satu musibah yang tidak mengenakkan, menyakitkan serta menimpa seorang hamba sekecil apa pun termasuk hanya tertusuk duri adalah musibah dan harus dihadapi dengan kesabaran, kesadaran dan keikhlasan akan terlahir kalimat istirja.
Pada riwayat tersebut juga Rasulullah saw. mengajarkan, jangan sekali-kali perkara yang kecil itu dianggap sepele dan tidak ada artinya. Sebab terkadang sesuatu yang besar dan tidak terperhitungkan itu justru berasal dari masalah-masalah kecil yang tidak terperhitungkan.
Selebih dari itu, ketika memahami makna musibah pada ayat diatas, Hasan Al-Bisri pernah berkata,
Apabila engkau ketinggalan salat berjamaah hendaklah ber-istirja, karena itu merupakan satu musibah. H.R. Abd bin Humaid
Dari perkataan ini, kelihatannya Hasan Al-Bisri ingin menanamkan satu pengertian bahwa yang namanya musibah itu bukan hanya dikenai sesuatu yang tidak mengenakkan dan dibenci saja, tapi ketinggalan dalam beramal saleh pun hendaknya dirasakan sebagai satu musibah. Dan hendaknya kaum mukminin merasa terkondisikan pada pemahaman seperti itu.
Setelah menerangkan sifat orang yang sabar, pada ayat selanjutnya (Q.S. Al Baqarah:157) Allah swt. menjanjikan bagi hamba-hambaNya yang sabar ketika menghadapi musibah. Bagi mereka akan mendapat salawat dari Tuhan mereka, yakni pahala atas kesabarannya, demikian pula limpahan rahmat, penggantian yang lebih dan mereka diberi petunjuk kepada kebahagian akhirat yang abadi.
Umar bin Khattab pernah berkata, “Ayat ini adalah sebagus-bagus bekal dan sebagus-bagus tambahan. Ayat kepada mereka itulah akan turun salawat dan rahmat dari Tuhan mereka, ini adalah perbekalan dan ayat waulaika humul muhtadun inilah tambahannya. H.R. Al-Hakim
Wallahu a’lam bish-shawab.

Aris saptiono
Griya Mitra A4/21 Ds.Cinunuk Kec. Cileunyi 08179281752

Tidak ada komentar:

Posting Komentar