SHAUM ASYURA
Oleh:
Bp. Aris Saptiono |
Menurut
sebagian riwayat, saum Asyura itu merupakan kebiasaan orang-orang Yahudi.
Mereka mengerjakan saum tersebut dalam rangka memperingati peristiwa
terselamatkannya Bani Israil dari kejaran musuhnya. Karena itu mereka menamai
hari Asyura itu dengan Hari Shalih, yaitu hari kejayaan bagi kaum Bani Israil,
serta Nabi Musa pun saum pada hari tersebut.
Berbeda
halnya dengan umat Islam, mereka mengerjakan saum Asyura itu bukan semata-mata
memperingati peristiwa terselamatkannya Nabi Musa beserta kaumnya, melainkan
mereka melakukan saum Asyura itu hanya karena disyariatkan oleh Allah dan
Rasul-Nya. Jadi, walaupun ada perbedaan antara kaum Muslimin dan kaum Yahudi,
yaitu sama-sama saum pada hari Asyura, namun keduanya berbeda niat dan
tujuannya. Oleh sebab itu, tidak benar bila ada orang yang beranggapan bahwa
Islam itu meniru kebiasaan-kebiasaan Yahudi. Bahkan Nabi saw. sendiri selalu
berusaha untuk berbeda dengan kaum Yahudi dalam hal apa pun.
Hukum Saum Asyura
Pada
asalnya Allah swt. menetapkan bahwa saum Asyura itu hukumnya wajib. Tetapi
setelah difardukan saum Ramadhan, hukum saum-suam yang lainnya menjadi sunat.
Sebagaimana dalam satu riwayat dinyatakan :
”dari Aisyah ia berkata,
“Hari Asyura adalah waktunya saum orang-orang Quraisy pada Zaman Jahiliyah.
Rasulullah saw pun saum pada hari itu. Tatkala beliau tiba di Madinah, beliau
saum dan memerintah (para sahabat) melaksanakannya. Ketika difardukan saum
Ramadhan, beliau bersabda, “Barangsiapa yang hendak saum, silahkan dan barang
siapa tidak, silahkan”. H.R. Al-Bukhari,
Fathul Bari,IV:299 dan H.R. Muslim no.1125
Berdasarkan
keterangan hadis ini, sebagian ulama menyatakan bahwa hukum saum Asyura itu
pada asalnya wajib, diantara ulama yang berpendapat demikian adalah Abu Hanifah.
Pendapat ini pun diperkuat dengan hadis lain yang diriwayatkan melalui sahabat
Salamah bin Al-Akwa berikut ini :
“Dari Salamah bin Al-Akwa ia
bekata : ‘Nabi saw memerintahkan seseorang dari Aslam (nama tempat) untuk
memberitahukan kepada orang-orang bahwa barang siapa sudah makan, maka
sempurnakanlah (saum) disisa harinya. Dan barangsiapa belum makan, maka
saumlah, karena hari ini adalah hari Asyura”. H.R Al-Bukhari, Fathul Bari, IV:303 & H.R Muslim no. 1135
Namun
pada akhirnya kwajiban saum Asyura itu hukumnya menjadi sunat karena dimansukh (dihapus) oleh kewajiban saum
Ramadhan. Dalam hal ini Mu’awiyah bin Abi Sufyan pernah berkhutbah pada hari
Asyura di Madinah :
“Wahai penduduk Madinah di
manakah ulama kalian? Aku Pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda, “ini
adalah hari Asyura. Allah swt tidak mewajibkan saum kepada kami. Sedangkan aku
melaksanakan saum. Barangsiapa hendak saum, silahkan dan barangsiapa tidak,
silahkan” maka berbukalah. H.R
Al-Bukhari, Fathul Bari,IV:229 & H.R Muslim no.1129
Jumlah Hari Disyariatkan Saum
Asyura
Dalam
hal menentukan berapa hari saum Asyura itu, apa ulama berselisih, menjadi tiga
golongan :
Golongan Pertama, berpendapat saum Asyura
jatuh pada tanggal 10 Muharram saja. Pendapat pertama ini berdalil dengan
hadis-hadis shahih yang menyatakan bahwa Rasulullah saw melaksanakan saum
tersebut, sebagaimana keterangan hadis-hadis yang telah diutarakan diatas.
Golongan Kedua, berpendapat saum Asyura
jatuh pada tanggal 9 dan 10 Muharram. Pendapat kedua ini berhujjah dengan hadis
riwayta Muslim :
Pada saat Rasulullah saw saum
pada hari Asyura dan beliau memerintah saum (kepada para sahabat), mereka
berkata, ‘Ya Rasulullah, sesungguhnya hari ini adalah hari yang diagungkan oleh
orang Yahudi dan Nashrani’. Rasulullah saw bersabda, “Kalau tahun mendatang
masih ada (aku masih hidup), Insya Allah, kami akan saum pada hari yang
kesembilan”. Ternyata hari Asyura tahun mendatang itu belum tiba, Nabi saw
sudah wafat. H.R Muslim no. 1134
Adapun
sabda beliau, “Bila tahun mendatang masih ada (aku masih hidup), kami akan saum
pada tanggal 9”, ini tetap menjadi syariat walaupun beliau tidak sempat
melakuakannya. Sebab dengan wafatnya beliau bukan berarti Allah swt tidak
setuju dengan apa yang diucapkannya. Kalau pun ucapannya tidak disetujui, tentu
Allah swt akan menurunkan wahyu sebagai teguran. Allah swt berfirman :
“Dan tidaklah yang
diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain
hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)”. Q.S An-Najm : 3-4
Jadi,
apa direncanakan oleh Rasulullah saw untuk melaksanakan saum Tatsu’a (hari
ke-9), itu tetap merupakan syariat dan bukan keinginan beliau semata. Oleh
karena itu para ulama menamainya sunah Hamiyah.
Lebih
tegas lagi diterengkan dalam hadis dari Ibnu Abbas :
Dari Ibnu Abbas, ia berkata,
“Saumlah kalian pada hari yang ke-9 dan ke-10 dan berbedalah kalian dengan
orang-orang Yahudi. H.R Al-Baihaqi dan
‘Abdur Razak
Golongan Ketiga, berpendapat saum Asyura
jatuh pada tanggal 9 dan 10 atau 10 dan 11. Pendapat ketiga ini berhujah dengan
hadis riwayat Ahmad :
Husaim berkata, Telah
mengabarkan kepada kami Ibnu Laila dari Daud bin Ali dari Ayahnya dari Kakeknya
yakni Ibnu Abbas, ia berkata, Rasulullah saw bersabda, “Saumlah kalian pada
hari Asyura dan berbedalah dengan orang Yahudi. Saumlah kalian sebelumnya satu
hari (tanggal 9) atau setelahnya satu hari (tanggal 11)”. H.R Ahmad no.2154
Hadis
ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Al-Bazar. Dan keduanya sama-sama
meriwayatkan melalui dua orang rawi yang dhaif, yaitu bernama Muhammad bin Abu Laila dan Daud bin Ali
Al-Hasyimi.
Nama
lengkap Ibnu Laila adalah Muhammad bin
Abdur Rahman bin Ali Abi Laila.
Imam
An-Nasai mengatakan, “Laisa bil qawi
(tidak kuat).”
Abu
Hatim mengatakan, “Keberadaanya shaduq (jujur),
tetapi ia jelek hafalannya. Ia sibuk karena menjadi qadi dan ia hafalannya pun
jelek. Hadisnya ditulis tetapi tidak dijadikan hujjah.” Tahdzibul Kamal 25:622
Adapun
mengenai Daud bin Ali Al-Hasyimi, Asyaukani berkomentar,”Riwayat Ahmad ini dhaif munkar, melalui jalur Daud bin Ali
dari Ayahnya dari Kakeknya. Ibnu Abi Laila pun meriwayatkan darinya. Nailul
Authar 4:313
Maka
hadis-hadis yang ada ziyadah (tambahan) redaksi Au ba’dahu yauman (atau
setelahnya satu hari (tgl 11) diatas tidak bisa dijadikan dalil akan adanya
saum pada hari yang ke-11. Oleh karena itu yang dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya adalah saum Asyura jatuh pada hari ke-9 dan ke 10 saja. Yang Insya
Allah pada tahun ini jatuh pada tanggal 13 & 14 Nopember 2013.
Bagi
kaum Muslimin yang selalu antusias terhadap pahala dari Allah, maka jangan
diragukan lagi bahwa saum Asyura itu merupakan sunah Nabi saw yang hukumnya
Sunat. Bahkan saum Asyura ini merupakan salah satu media untuk meringankan atau
menutup dosa-dosa yang telah lalu. Nabi saw telah menjanjikan :
“Saum hari Asyura dapat
menutupi (dosa) satu tahun yang telah lalu.” H.R Ahmad
Selain
itu, dalam riwayat yang lain dinyatakan bahwa saum pada bulan Muharram itu saum
yang paling utama setelah saum Ramadhan.
Dari Abu Hurairah ra. dari
Nabi saw beliau bersabda, “Saum yang paling utama setelah (saum) Ramadhan
adalah saum bulan Allah Muharram.” H.R
Muslim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar