Bersatu Dalam Perbedaan
Oleh :
K.H. Abdullah Gymnastiar
SAUDARAKU, alangkah indahnya taman
bunga di sekeliling kita; aneka warna, aneka perbedaan, aneka ragam, dan bau
wewangian. Sungguh, keindahan itu dapat diwujudkan karena adanya perbedaan.
Keindahan bukan terwujud dari persamaan atau kesamaan warna kulit, bentuk,
bahasa, dan lainnya. Perbedaan akan menjadi keindahan dan kian indah, apabila
diikat dengan hati.
Saudaraku, Allah menghadirkan
perbedaan dalam kehidupan di negeri ini. Alangkah indahnya kalau perbedaan ini
kita pahami dan kita jadikan sebagai suatu potensi bagi terwujudnya persatuan.
Ketahuilah, kita berbeda tapi sama-sama ciptaan-Nya.
Sudah cukup kita saksikan dan
rasakan bersama, betapa tindakan-tindakan yang tidak bijaksana, bahkan anarkis
(membuat kerusakan), tidak menyelesaikan masalah. Bahkan, yang terjadi adalah
semakin buruknya masalah. Betapa tindakan-tindakan yang mengakibatkan kerusakan
di mana pun dan kapan pun, ternyata memunculkan beragam masalah yang tiba-tiba
datang.
Janganlah karena adanya perbedaan
ini, kita malah saling menzalimi. Kejadian apa pun yang telah menimpa negeri
ini, sudah semestinya menjadi pelajaran bagi kita semua. Di antara yang bisa
kita ambil hikmahnya adalah kita harus memiliki tekad yang sama untuk membangun
kebersamaan di negeri tercinta ini. Jangan biarkan kekerasan menjadi solusi
dari permasalahan yang ada.
Lebih dari itu, masalah yang sedang
menimpa kita semua adalah bagian dari karunia Allah SWT. Karunia Allah ini
--sepanjang kita sikapi dengan cara yang benar-- dapat membuat kita menjadi
semakin maju, beradab, dan semakin kuat dalam menghadapi masa yang akan datang.
Orang yang imannya kokoh tidak akan
pernah merasakan kerugian dari setiap peristiwa yang terjadi. Ketika merasakan
nikmat, kita bersyukur. Syukur itu adalah kebaikan. Jika tiba waktunya Allah
memberikan ujian kepada kita, sabar adalah pilihannya. Kerugian hanyalah milik
orang-orang yang tidak punya keyakinan yang kokoh dan tidak memiliki akhlak
yang mulia.
Insya Allah, tidak ada yang salah
dari perbedaan. Hal yang sering menjadi masalah adalah ketika kita tidak bisa
menyikapi perbedaan yang ada. Bukankah Allah menciptakan keindahan itu justru
dari perbedaan yang ada?
Indahnya kebersamaan justru dapat
dirasakan jika kita memiliki pandangan untuk memandang sesuatu sebagaimana kita
melihat suatu rangkaian bunga. Lihatlah, dalam sebuah rangkaian kita dapat
menemukan bunga yang berwarna cokelat, merah, jingga, atau merah muda. Semuanya
berpadu memberikan nuansa indah yang memikat mata untuk melihat. Ya, kita
melihat keindahan justru melalui perbedaan.
Lantas, mengapa negeri kita ini
harus tercabik-cabik satu sama lain hanya karena adanya perbedaan? Sadarilah,
negeri kita menjadi sakit bukan karena perbedaan, tetapi karena kita belum
terbiasa menyikapi perbedaan. Oleh karena itu, dalam kesempatan kali ini, insya
Allah kita akan mencoba menggali rumus sederhana dalam upaya membuat rangkaian
bunga yang indah dari perbedaan yang ada. Kita mencoba merajut kebersamaan
melalui suatu rumus sederhana, yakni rumus 5M.
M yang pertama adalah menyadari.
Kita harus mulai melihat perbedaan ini dengan menyadari bahwa perbedaan itu pasti
ada, dan bahkan harus ada.
M yang kedua adalah memahami.
Artinya, kita harus senantiasa mencoba memahami setiap perbedaan yang ada.
M yang ketiga adalah memaklumi.
Sejak saat ini, kita harus belajar untuk memaklumi setiap perbedaan yang ada di
antara kita.
M yang keempat adalah memaafkan.
Tidak jarang, perbedaan membuat adanya ketersinggungan-ketersinggungan. Oleh
karena itulah kita harus mampu memberi keluasan maaf.
M yang kelima adalah memperbaiki. Terkadang
perbedaan memang tidak selalu baik. Di sinilah perlu kemauan keras dari kita
untuk memperbaiki, bukan menyalahkan.
**
Di sinilah, kita --umat Islam--
harus mulai memikirkan jalinan ukhuwah Islamiyah daripada memperbesar jurang
perbedaan. Dalam suatu riwayat, Rasulullah saw. pernah bertanya kepada para
sahabatnya, "Maukah kalian aku tunjukkan amal yang lebih besar pahalanya
daripada salat dan saum?"
Sahabat menjawab, "Tentu
saja!"
Rasulullah pun kemudian menjelaskan,
"Engkau damaikan yang bertengkar, menyambungkan persaudaraan yang
terputus, mempertemukan kembali saudara-saudara yang terpisah, menjembatani
berbagai kelompok dalam Islam, dan mengukuhkan ukhuwah di antara mereka, (semua
itu) adalah amal saleh yang besar pahalanya. Barangsiapa yang ingin
dipanjangkan usianya dan dibanyakkan rezekinya, hendaklah ia menyambungkan tali
persaudaraan" (H.R. Bukhari-Muslim).
Saudaraku, dari hadis di atas, dapat
kita renungkan bahwa betapa besar nilai sebuah jalinan persaudaraan. Oleh
karena itu, memperkokoh pilar-pilar ukhuwah Islamiyah merupakan salah satu
tugas penting bagi kita.
Lalu, bagaimana caranya agar roh
ukhuwah tetap kokoh? Rahasianya ternyata terletak pada sejauh mana kita mampu
bersungguh-sungguh menata kesadaran untuk memiliki kalbu (hati) yang bening,
bersih, dan selamat.
Kalbu yang kotor yang dipenuhi sifat
iri, dengki, hasud, dan buruk sangka --hampir dapat dipastikan-- akan membuat
pemiliknya melakukan perbuatan-perbuatan tercela yang justru dapat merusak
ukhuwah. Mengapa? Jika di antara sesama Muslim saja sudah saling berburuk
sangka, iri, dan dengki, bagaimana mungkin akan tumbuh nilai-nilai persaudaraan
yang indah?
Sekali lagi Saudaraku, adakah rasa
persaudaraan dapat kita rasakan dari orang yang tidak memiliki kemuliaan akhlak?
Tentu saja tidak! Kemuliaan akhlak tidak akan pernah berpadu dengan hati yang
penuh iri, dengki, `ujub, riya, dan takabur. Di dalam kalbu yang kusam dan
busuk inilah justru tersimpan benih-benih tafarruq (perpecahan) yang muncul
dalam aneka bentuk permusuhan dan kebencian kepada sesama Muslim.
Nah, dari sinilah seyogianya memulai
langkah untuk merenungkan dan mengkaji ulang, sejauh mana kita telah memahami
makna ukhuwah Islamiyah. Dari ikatan persaudaraan ini pula Rasulullah saw.
mengawali amanah kerasulannya.
Saudaraku, kekuatan ukhuwah memang
hanya dapat dibangkitkan oleh kemuliaan akhlak. Oleh karena itu, tampaknya kita
amat merindukan pribadi-pribadi yang bisa menorehkan keluhuran akhlak.
Pribadi-pribadi yang buah pikirannya --walau sesederhana apa pun-- adalah buah
pikiran yang sekuat-kuatnya dicurahkan untuk meringankan atau bahkan memecahkan
masalah. Bukan hanya masalah yang menimpa dirinya, tetapi masalah yang terjadi
pada orang-orang di sekelilingnya. Dengan begitu, berdialog dengannya, akan selalu
membuahkan kelapangan. Wallahualam bishawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar