Ust. Aminudin |
MAULUDAN
DULU DAN KINI
Dikisahkan dalam perang salib antara sabil (salib) antara Islam dan
Kristen, tentara Kristen yang dipimpin oleh Richard Lion Heart terdesak oleh
tentara Islam. Semangat mereka mulai lemah. Di hari Natal, Richard Si Hati
Singa memompa semangat juang tentaranya, dan ternyata natal(an) telah
membangkitkan semangat tentaranya untuk menyerang Islam.
Di pihak lain, ketika umat Islam mengalami hal yang sama, saat
semangat jihad mereka mulai menurun, Panglima Perang Shalahuddin Al Ayubi
mencoba mengadopsi natalan yang telah membawa semangat juang tentara Kristen
terhadap tentara Islam. Di bulan Rabiul Awal, Shalahuddin memompa semangat
jihad umat Islam dengan meneladani semangat perjuangan Rasulallah.
Ijtihad memperingati kelahiran Nabi Muhammad saw untuk menambah
semangat juang ternyata berhasil meningkatkan semangat jihad kaum muslimin
untuk kembali berperang melawan kristen. Sejak itulah, sebagian orang mulai
mengadakan tradisi di bulan Rabiul Awal dengan “memperingati” lahirnya Nabi
Muhammad saw.
Para ulama kini melakukan peringatan maulud dalam upaya memuliakan
dan mengambil ibrah dari perjalanan hidup beliau. Mereka melakukan peringatan
tersebut dengan mengambil dalil dari
nash yang bersifat umum yang secara tersirat
di dalam nash yang bersifat umum itu menyuruh untuk merayakannya. Dalil-dalil yang dipergunakan sebagai dasar
untuk melakukan hal itu antara laian :
(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang umi yang
(namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi
mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang makruf dan melarang mereka dari
mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan
mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban
dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman
kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang
diturunkan kepadanya (Al Qur'an), mereka itulah orang-orang yang beruntung.
(Al-Araf: 157)
Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan
syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati. (QS
Al-Hajj:32)
“Dari ibn Abbas r.a. beliau berkata, bahwa sannya Rasulallah Saw.
Ketika tiba di Madinah beliau mendapati di sana orang Yahudi puasa pada hari
Asyura. Maka Nabi bertanya kepada mereka: Hari apakah yang kamu puasakan ini?
Mereka menjawab: ini hari besar di mana Allah telah membebaskan Musa dan
kaumnya dan telah mengkaramkan Firaun dan kaumnya, maka Musa berpuasa pada hari
semacam in karena bersyukur kepada Allah, dan kamipun mempuasakan pula. Lalu
Rasulallah Saw. Berkata: Kami lebih berhak dan lebih patut menghormati Musa
dibandingkan kamu. Maka Nabi berpuasa pada haru Asyura itu dan beliau
menyuruh umat berpuasa pada hari
itu.” (HR Muslim)
Menurut Al-Hafizh Ibn Hajar al Asqalani, bahwa dari hadits ini
dapat dipetik hukum :
1.
Umat Islam
boleh bahkan dianjurkan, agar memperingati hari-hari bersejarah, hari-hari yang
dianggap besar, semisal maulid Nabi.
2.
Nabi pun
memperingati hari karamnya Firaun dan bebas Musa, dengan melakukan puasa Asyura
sebagai bersyukur atas hapusnya yang bathil dan tegaknya yang baik.
Alhamdulillah pa Ustadz atas penyelasannya mudah-mudahan ini menjadi menjadikan tambahan amal dan pelajaran dari pa ustadz untuk kita mudah-mudahkan ini menghilangkan keraguan bahwa perbuatan maulidan sebagai bukan suatu perbuatan bid'ah tapi merupakan upaya/ijtihad para ulama mulai untuk menyampaikan nilai-nilai keislaman yang disampaikan Rasullulloh S.A.W, janganlah kita latah menganggap sebagai perbuatan bid'ah dholalah yang melakukan akan masuk neraka. Seperti yang biasa kita lakukan oleh jamaah almuhajirin mengadakan kultum setiap shubuh atau tadarus bersama setengah halaman sebelum kultum, mungkin saja dikemudian hari akan dianggap sebagai perbuatan bid'ah padahal itu adalah ikhtiar kita untuk tidak lupa baca alQur'an. Salam sono ti cecep ka Jammaah Almuhajirin bil khusus ka Haji Haris ti rantau Takengon Aceh, mudah-mudahan tiasa tepang sasih payun
BalasHapusWalaikum Salam Ustaz, semoga sagala urusannya dimudahkan oleh Allah Swt, sehingga dapat segera kembali berkumpul dengan keluarga dan jamaah al-Muhajirin.
Hapusعن عا ءشة (رض) قالت قال رسول الله (صعم) من احدث في امرنا هذا ماليس منه فهو رد
Diriwayatkan dari Sayidatina Aisyah Ra. katanya, “Rasulallah Saw bersabda, Sesiapa yang mengada-adakan sesuatu dalam urusan agama yang bukan dari agama, maka dengan sendirinya ia akan tertolak .”
Kata “ " ما ليس منه artinya yang bukan dari agama, yaitu suatu amal yang tidak ada hubungan dari sumbernya, maka sebaik apapun amal seseorang yang tidak ada hubungan dengan sumber ajaran Islam dan di luar jalur syariat, amalan tersebut adalah tertolak.
Maka sekiranya peringatan Maulid Nabi termasuk mengadakan hal yang baru dalam hal agama, maka berdasar hadis di atas sesungguhnya tidak termasuk yang dilarang, sebab masih bersumber pada ajaran Islam.
saya pribadi sebetulnya ingin tahu & bertanya bagaimana metoda/kaidah dalam menentukan ijtihad? serta metoda penafsiran alquran & Hadits berdasarkan kaidah umum baik di Universitas maupun di Pesantren2?
BalasHapussehingga jangan sampai kita semua mengambil keputusan atau hujjah tidak Fragmatis atau sepotong-sepotong... harus dikaji secara menyeluruh...
Yang selama ini saya pelajari dan terus saya kaji...
metoda yang disampaikan diatas ada sedikit kekurangan :
1. Kutipan tentang Shalahuddin Al Ayubi mengadopsi natalan terdapat dalam buku/kitab apa? mohon dicantumkan rujukannya.
2. Para ulama Mencantumkan atau menjadikan surat dalam alquran al'araf:57 & al hajj:32 sebagai dalil maulud, kiranya penulis mencatumkan ulama mana yang berpendapat seperti itu?
kalau terdapat dalam kitab Tafsir... Tafsir imam siapa?
3. dengan tidak mengurangi hormat saya kepada penulis, baru kali ini saya membaca bahwa setingkat Ibnu hajar al asqolani berpendapat seperti itu, apakah penulis bisa menunjukan dalam kitab apa beliau berpendapat seperti itu?
saya kedepankan masalah ini bukan bemaksud memvonis atau beritikad tidak baik tetapi dalam rangka pendidikan keilmuan sehingga apa yang akan dipahami itu tidak keluar atau menyimpang dari kaidah umum. contoh (mencantumkan/menukil kitab rujukan sehingga orang awam pun bisa sama-sama mengkajinya dikemudian hari).
dan saya belum menyentuh topik subtansi dari topik diatas...
mudah2an kita semua mendapatkan kemudahan dari Allah swt. dalam memahami dan mempelajari ilmu agama.
sakitu anu kahatur... hapunten sim kuring... bade ngeureuyeuh deui ngaderes...
Punten, saya dalam forum ini berusaha menjadi pengkritis, bukan bermaksud untuk mengktitis individu atau golongan tetapi berusaha memberikan informasi bahwa bagaimana kalau ternyata ada juga yang berlainan pendapat dengan yang selama ini Bapak2 kerjakan dari sisi metodologi pengambilan keputusan yang berbeda. tetapi dengan cara yang disepakati dikalangan para ulama baik di universitas maupun pesantren dalam mengambil hujjah.Tetapi saya secara pribadi sudah menyampaikan hal ini kepada Ust.amin bahwa dikritisinya topik ini untuk memberikan informasi keilmuan secara merata dikalangan jamaah.Dan biarkan jamaah itu sendiri yang berkesimpulan didalam hatinya masing2,serta menjadi jawaban kelak dihadapan Allah swt di yaumul hisab.
BalasHapusSedikit saja saya bahas disini, mana Lafad yang ada Qorinahnya (indikator) bahwa dalam Surat Al ’araf ayat 157 penafsirannya menjadi “memperingati atau peringatan”?, sepengetahuan saya Penafsiran Ayat diatas adalah mejelaskan sifat Nabi Muhammad saw. yang sudah tertulis dalam kitab Taurat & Injil, dan orang-orang Yahudi mendustakannya, serta Allah swt. memperluas dan mempermudah urusan umat ini, yang oleh umat terdahulu dipersempit. Maka kita selaku orang beriman wajib memuliakan dan menolong Nabi saw., maksudnya mengagungkan & menghormatinya. Lihat Tafsir Ibnu Katsir Juz 9:hal 459-464. Mengagungkan & menghormati itu membenarkan ajaran yang dibawa oleh Nabi saw, bukannya mendustakan seperti orang2 Yahudi & Nasrani…
1.Dengan penafsiran diatas, mengapa penulis berkesimpulan bahwa “memperingati” itu dalilnya Surat Al ’araf ayat 157. Dan kiranya Surat Al ’araf ayat 157 menjadi dalil “memperingati & peringatan”, tentu para ahli tafsir sudah mencatatnya. Dan kiranya meskipun secara tersirat “Peringatan & memperingati” itu satu dari cara memuliakan Nabi saw, secara ilmu ushul fiqih mana Qorinahnya (indikator) dari ayat tersebut baik secara lafad maupun perbuatan? Dan apakah kecerdasan & pemahaman para ahli tafsir belum terpikirkan hal ini dalam memahami ayat diatas? apalagi setingkat Tabi’in, Sahabat & Nabi saw sekalipun. Kiranya ini menjadi dalil amalan tersebut tentu para sabahat yang hidup sezaman dengan Nabi sudah melaksanakannya terlebih dahulu. Berapa tahun para sahabat hidup bersama Nabi saw. & berapa kali melewati bulan Rabiul awal? Dan mungkinkah mereka lupa atau belum terpahami. Dan bukankah mereka mengalami berbagai kondisi pasang surut mental keberanian dalam menjalani peperangan? Dan apakah para panglima perang yang sekaligus sahabat Nabi Saw tidak menganjurkannya? Dan di zaman sekarang ini kaum muslimin sudah banyak dan menyebar disegala penjuru dunia serta hidup kurang lebih 14 abad setelah Nabi saw. Bagaimanakah cara memuliakan dan menolong Nabi saw? dengan cara membaca, memahami & mengamalkan Alquran & Risalah yang dibawanya. Semoga ini menjadi bahan renungan kita semua!
2.Sekali lagi dalam surat Al Hajj:32, para ahli tafsir diantaranya Ibnu katsir menafsirkan ayat tersebut diatas, menjelaskan tentang binatang hadyu (kurban) & ibadah Haji merupakan syiar-syiar Allah. Lihat tafsir Ibnu Katsir Juz 17, Hal 159-162. Saya baca berulang-ulang penafsiran ayat tersebut berdasarkan riwayat yang dituangkan dalam beberapa hadits. Sehinga bagaimana caranya penulis bias menyimpulkan & memahami mengagungkan syiar-syiar Allah swt itu dengan “peringatan & memperingati” merupakan mengagungkan syiar-syiar Allah? Sekali lagi kalo dikaji secara ilmu ushul fiqih, apakah ada qorinahnya (indicator) baik secara lafad maupun perbuatan, bahwa Nabi saw mengajurkan amalan yang penulis maksudkan diatas.
BalasHapus3.Terkait hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra. tentang percakapan Nabi saw dengan sebagian kaum Yahudi yang sedang melakukan shaum & orang Yahudi menjawab shaum ini dilakukan juga oleh Nabi Musa as. Sebagai rasa syukur. Yang saya pahami dari hadits ini Nabi Musa as. Melakukan shaum itu berdasarkan perintah Allah swt bukan atas dasar “kreatifitas” Nabi Musa itu sendiri. Dan Nabi Muhammad saw. berkata bahwa Kami lebih BERHAK terhadap Musa., karena Nabi Musa as. merupakan Nabi & pembawa risalah ketauhidan Allah swt. yang tercantum juga dalam Alquran & sekiranya orang Yahudi itu iman terhadap Nabi Musa & iman terhadap apa-apa yang dibawa oleh Nabi Musa as (Taurat). tentu saja mereka kaum Yahudi Wajib iman dan mengikuti petunjuk Rasulullah saw sebagaimana yang tertulis didalam taurat itu sendiri. Sehingga maksud Nabi saw berkata Aku lebih BERHAK daripada kamu (Yahudi), yaitu “sangat pantas” kami kaum Muslimin melaksanakan shaum tersebut karena kami membenarkan juga apa-apa yang dibawa oleh Nabi Musa as. dan Nabi saw. melakukan shaum Asyura bukan hasil dari “Kreatifitas” beliau, tetapi melakukan shaum tersebut berdasarkan perintah Allah swt. dan yang tidak lebih penting lagi kalau dikaji lebih dalam berdasarkan ilmu mustalahah hadits (tarikh riwayat) terkait shaum Asyura ini, ada pesan yang sangat dalam diakhir kenabian beliau yaitu Rasulullah saw selalu ingin BERBEDA dengan Kaum Yahudi sehingga Nabi saw. berjanji kalau umurku sampai di tahun depan aku akan melaksanakan shaum tersebut tanggal 9 & 10.
Mudah-mudahan ini bermanfaat bagi perkembangan keilmuan untuk generasi selanjutnya, & apabila ada yang kurang atau perlu dikoreksi dari komentar yang sangat panjang ini, saya tunggu komentarnya.
Hatur Nuhun, bade ngereyeuh deui… tos pegel calikna…. Salam Ka P’Cecep, terus berjihad! Semoga tetap semangat dijalan yang Allah swt ridoi.