Wahyu Pertama
Oleh : Iyan Rofianto
Bismillahirrahmaanirrahiim,
Bacalah dengan (menyebut) Nama Rabb-mu yang
menciptakan, (QS . 96:1) Dia telah menciptakan manusia dengan segumpal darah.
(QS. 96:2) Bacalah, dan Rabb-mulah Yang Paling Pemurah, (QS. 96:3) Yang
mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. (QS. 96:4) Dia mengajarkan kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. 96:5)
Menurut pendapat yang paling kuat, ayat-ayat Al-Qur’an ini adalah ayat
yang pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ayat-ayat tersebut merupakan rahmat yang dengannya Allah memuliakan hamba-Nya
sekaligus sebagai nikmat pertama yang diberikan kepada mereka. Alhamdulillah, banyak
diantara kaum muslimin baik muda maupun tua, yang hafal ayat yang mulia ini. Dan
pada kesempatan yang baik ini, sebagai bahan renungan saya pribadi dan para
pembaca, insya Allah saya akan
menyampaikan apa yang tercantum dalam hadits shahih mengenai peristiwa pada saat turunnya wahyu pertama ini, yang
juga haditsnya dinukil oleh Al Hafizh Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya ketika
beliau menafsirkan ayat ini, yaitu sebagai berikut,
Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Aisyah, dia mengatakan : “Wahyu yang
pertama kali diturunkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah
mimpi yang benar melalui tidur. Dimana beliau tidak bermimpi melainkan datang
sesuatu seperti falaq Shubuh. Setelah
itu, beliau menjadi lebih senang mengasingkan diri. Kemudian beliau mendatangi
Gua Hira. Di sana beliau beribadah untuk beberapa malam dengan membawa
perbekalan yang cukup. Setelah itu, beliau pulang kembali kepada Khadijah untuk
mengambil bekal yang sama sampai akhirnya datang kepada beliau wahyu secara
tiba-tiba, yang ketika itu beliau masih berada di Gua Hira. Di gua itu beliau
didatangi oleh Malaikat Jibril seraya berkata : ‘Bacalah!’ Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, maka kukatakan : ‘Aku tidak dapat membaca.’ Lebih
lanjut beliau bersabda : : “lalu Jibril memegangku seraya mendekapku sampai aku
merasa kepayahan. Selanjutnya, Jibril melepaskanku dan berkata : ‘Bacalah’.
‘Aku tidak dapat membaca’ jawabku. Kemudian Jibril mendekapku untuk kedua
kalinya sampai aku merasa benar-benar kepayahan. Selanjutnya, dia melepaskanku
lagi seraya berkata, ‘Bacalah’. Aku tetap menjawab : ‘Aku tidak dapat membaca.’
Lalu dia mendekapku untuk ketiga kalinya sampai aku benar-benar kepayahan.
Setelah itu, dia melepaskanku lagi seraya berketa : “Bacalah dengan nama Rabb-mu yang menciptakan - sampai pada ayat- ‘Apa yang tidak diketahuinya’.”
Dia berkata : “Maka beliaupun pulang dengan sekujur tubuh dalam
keadaan menggigil hingga akhirnya masuk menemui Khadijah dan berkata :
“Selimuti aku, selimuti aku.” Mereka pun segera menyelimuti beliau sampai
akhirnya rasa takut beliau hilang. Selanjutnya beliau bersabda, “Apa yang
terjadi padaku?’ Lalu beliau menceritakan peristiwa yang dialaminya seraya bersabda, “Aku khawatir sesuatu akan
menimpa diriku.” Maka Khadijah pun berkata kepada beliau : “Tidak, bergembiralah.
Demi Allah, Allah tidak akan pernah menghinakanmu. Sesungguhnya engkau adalah
orang yang paling suka menyambung tali silaturrahmi, berkata jujur, menanggung
beban (orang lain), menghormati tamu, dan membantu menegakkan pilar-pilar
kebenaran.”
Kemudian Khadijah mengajak beliau pergi hingga akhirnya dia membawa
beliau menemui Waraqah bin Naufal bin Asad bin ‘Abdil ‘Uzza bin Qushay, yaitu
anak paman Khadijah, saudara laki-laki ayahnya. Dia seorang penganut Nashrani
pada masa jahiliyah. Dia menulis kitab berbahasa Arab dan juga menulis Injil dalam
Bahasa Arab dengan kehendak Allah. Dia adalah seorang yang sudah berumur lagi
buta. Lalu Khadijah berkata : “Wahai anak paman, dengarkanlah cerita dari anak
saudaramu ini.” Kemudian Waraqah berkata, “Wahai anak saudaraku, apa yang telah
terjadi padamu?” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan
apa yang beliau alami kepadanya. Lalu Waraqah berkata, “Ini adalah Namus
(malaikat Jibril) yang diturunkan kepada Musa. Andai saja saat itu aku masih
muda. Andai saja nanti aku masih hidup saat engkau diusir oleh kaummu.”
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apakah mereka akan
mengusirku?” Waraqah menjawab, “Ya. Tidak akan ada seorang pun yang datang
dengan membawa apa yang engkau bawa melainkan akan disakiti. Dan jika aku masih
hidup pada masamu, niscaya aku akan mendukungmu dengan pertolongan yang sangat
besar.” Dan tidak lama kemudian, Waraqah meninggal dunia dan wahyu terhenti,
sehingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam benar-benar bersedih hati.
Hadits di atas diriwayatkan di dalam kitab Shahih Bukhari, dari
‘Aisyah radhiallahu ‘anha. Menurut Ibnu Katsir, kesedihan beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam disebabkan oleh kerinduan beliau yang amat sangat untuk dapat
melihat kembali apa yang pernah dilihatnya dahulu. Kerinduan yang terbersit
karena kelezatan apa yang beliau
saksikan dari wahyu Allah yang diturunkan [kepada beliau]. Para ulama berbeda
pendapat mengenai jeda waktu turunnnya wahyu ini, namun terdapat riwayat yang
menyebutkan bahwa masa terhentinya wahyu tersebut lebih kurang selama dua tahun
atau lebih. Setelah itu, datanglah Malaikat menampakkan wujudnya kepada beliau
di antara langit dan bumi, di atas sebuah kursi. Malaikat itu meneguhkan hati
beliau dan menyampaikan kabar gembira bahwasanya beliau benar-benar utusan
Allah. Ketika melihat Malaikat itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
merasa takut terhadapnya. Beliau segera mendatangi Khadijah sambil berkata : “Selimuti
aku, selimuti aku.” Maka Allah pun menurunkan firman-Nya :
“Hai orang-orang yang berkemul (berselimut),
bangunlah, lalu berikanlah peringatan! Dan Rabb-mu agungkanlah, dan pakaianmu
bersihkanlah.” (Q.S. Al-Muddatstsir : 1-4)
Demikian yang tercantum dalam
kitab Sahiihul Bukhari dan Shahih Muslim. Banyak sekali ibrah atau pelajaran dan hikmah yang dapat diambil dari riwayat di atas, sangat banyak
bahkan. Dan Insya Allah, pada
kesempatan yang lain saya berkeinginan untuk menyampaikan sebagian kecilnya
sebagai bahan renungan saya pribadi, dan pembaca yang memerlukannya. Untuk saat
ini, kiranya cukuplah apa yang telah saya sampaikan dapat menambah keyakinan
kita terhadap risalah yang dibawa oleh Nabi kita tercinta, dan sebagai
pengingat betapa beratnya perjuangan beliau dalam menegakkan risalah Islam, dan
bahkan riwayat di atas hanya menggambarkan setetes saja dari beratnya
perjuangan beliau.
Akhirnya, semoga artikel ini
bermanfaat, dan semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga hari Kiamat. Wallaahu A’lam.
_____________
Sumber rujukan :
1. Tafsir Ibnu Katsir, karya Al-Hafizh Ibnu Katsir
2. Sirah Nabi Muhammad
shalallahu ‘alaihi wa sallam, karya Al-Hafizh Ibnu Katsir
3. Fathul Bari, Syarah Shahih Al
Bukhari, karya Ibnu Hajar al-Asqalani
4.
Zaadul Ma’ad, karya Ibnu Qayyim
Al-Jauziyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar