ust. Aris Saptiono |
MENGHISAB ISI HATI
Kepunyaan
Allah-lah apa yang di langit dan apa yang di bumi. Dan jika kalian tampakkan
apa yang ada di hati kalian atau kalian menyembunyikannya. Allah akan
menghisabnya. Lalu Ia akan ampuni bagi siapa yang Ia kehendaki, dan Ia azab
siapa yang Ia kehendaki. Dan Allah berkuasa atas segala sesuatu. Q.s. Al Baqarah : 284
Tafsir
Ayat
Pada ayat ini Allah swt. menerangkan
bahwa kepunyaan –Nyalah kerajaan langit dan bumi, segala isinya dan segala yang
ada diantara keduanya. Ia mengetahui segala yang terjadi di langit-langit dan
di bumi. Tidak ada apapun yang tersembunyi bagiNya walau selembut dan
tersembunyi apapun. Dan Ia akan menghisab setiap hambaNya atas apa yang mereka
perbuat dan bahkan yang baru dilintasan hati mereka.
Kesiapan
berbuat taat
Turunnya ayat ini (yang menerangkan
bahwa Allah akan menghisab setiap amal manusia, walau baru dilintasan hati,
baik ataupun jelek) dirasakan amat sangat berat oleh para sahabat Nabi saw.
waktu itu. Mereka faham siapakah orangnya yang mempu menjaga hatinya selama 24
jam secara terus menerus dari lintasan-lintasan kejelekan. Maka mereka sangat
khawatir tidak akan bisa menjaga ketulusan niat di hati dan mereka sangat takut
akan hisaban Allah terhadap amal-amal kecil yang tak disengaja dan tak terasa.
Namun bagaimanapun hal ini menunjukan kesungguhan dan kemurnian, keimanan serta
keyakinan mereka.
Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam
Ahmad yang bersumber dariAbu Hurairah, ia berkata, “Ketika turun ayat ini
kepada Rasulullah saw, dirasakan sangat berat oleh para sahabat. Lalu mereka
mendatangi Rasulullah saw. mereka berlutut dan berkata, “Ya Rasulullah,kami
telah diberi kewajiban dari amal-amal yang kami mampu melaksanakannya, salat, saum,
jihad, dan sadaqah, tetapi mengenai ayat ini kami tak mungkin berkemampuan
untuk melaksanakannya”. Mendengar demikian Rasulullah saw. bersabda :
Inginkah
kalian mengatakan seperti perkataan Ahli Kitab sebelum kalian, Kami mendengar
tapi kami tak akan mentaati. Janganlah demikian , tapi ucapkanlah, “Kami
mendengar dan kami taat, (jika sudah diupayakan semaksimal mungkin ternyata
kami tidak mampu) kami harapkan ampunanMu.
Pada riwayat diatas, Rasulullah saw.
menanamkan sikap optimis dalam menghadapi berbagai permasalahan kepada para
sahabatnya terutama supaya mereka jangan terlebih dahulu menyatakan
ketidakmampuan melakukan suatu amal, sebelum mencoba secara maksimal untuk
melaksanakannya. Tetapi kalau sudah dilaksanakan dengan segenap kemampuan, dan
ternyata amal itu benar-benar diluar batas kemampuan, maka besarlah harapan
akan ampunan Allah swt. Dan beliau menjelaskan satu ajaran yang sangat
mendasar, bahwa dalam pandangan Allah swt. suatu amal akan dihargai bukan hanya
keberhasilannya, melainkan juga kesungguhan, kesabaran, dan ketakwaan dalam
melaksanakannya.
Hisab
dan ampunan Allah swt
Ketika para sahabat telah berusaha maksimal
melaksanakan ayat diatas, Rasulullah saw. memberi kabar gembira pada mereka,
dengan sabdanya :
“Sesungguhnya
Allah telah memberiku maaf tentang umatku, akan apa yang terlintas dalam hati
mereka (berupa kejelekan) selama mereka belum mengatakan atau melakukannya.” H.r. Al Jamaah.
Malah dalam riwayat Al Bukhari dan
Muslim dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. bersabda, “Allah swt berfirman, “Jika hambaKu meniatkan satu kejelekan, janganlah
dulu kalian (malaikat) mencatatnya, tetapi jika ia jadi mengamalkannya catatlah
sebagai satu kejelekan. Dan jika ia niatkan satu kebaikan tetapi karena satu
alasan tertentu tidak jadi mengamalkannya, catatlah oleh kalian sebagai satu
kebaikan. Jika mengamalkannya catatlah sebagai sepuluh kebaikan.”
Kedua hadits ini tidak bertentangan
dengan ayat diatas yang menyatakan bahwa setiap isi hati manusia akan dihisab,
karena tidak selamanya penghisaban itu berakibat siksa. Dan Allah swt. akan
mengampuni setiapniat jelek manusia selama masih terpendam rapi dalam hatinya,
dan belum terucapkan atau teramalkan.
Dan ketika Rasul ditanya mengenai
makna ayat diatas, beliau menyatakan bahwa kesalahan-kesalahan itu akan
terimbangi dengan berbagai cobaan yang mengenai diri seorang hamba, asal
dihadapi dengan kesabaran. Sabdanya, “Ini
merupakan pengawasan Allah kepada hambaNya, dan tidaklah satu musibah
menimpanya berupa penyakit, berbagai cobaan dan luka dibadannya, kecuali
seorang mukmin akan bersih dari dosanya seperti keluarnya biji logam mulia dari
bara api.” H.r. Ibnu Abu Hakim.
Khatimah
Berdasarkan ayat dan beberapa hadits
diatas kita dituntut untuk lebih arif, bijaksana, dan mawas diri karena tidak
semua yang ingin kita ucapkan harus diucapkan dan tidak semua yang ingin kita
perbuat mesti dilakukan, tetapi hendaklah melalui pertimbangan yang matang agar
terhindar dari akibat buruk baik di dunia mapun di kahirat. Hingga ketika Nabi
saw. ditanya :
Muslim
yang bagaimanakah yang utama itu? Beliau menjawab “Orang yang muslim lain
terselamatkan dari lidah dan tangannya” H.r.
At Tirmidzi
Walluahu
a’lam Bish-shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar