Aris Saptiono |
Dan
Alquran ini adalah satu kitab (peringatan) yang mempunyai barakah yang telah Kami turunkan. Maka mengapakan kamu
mengingkarinya. Q.S. Al-Anbiya:50
Kata-kata barakah banyak sekali diungkapkan didalam Alquran dan hadis, dan
sering juga diungkapkan dalam percakapan sehari-hari, baik yang berkaitan
dengan waktu, tempat, barang maupun yang berkaitan dengan kehidupan manusia
baik pribadi maupun
masyarakat atau bangsa.
Kata-kata berkah ini di kalangan masyarakat lebih cenderung berkonotosi kepada sesuatu
yang terlihat indah atau yang dirasakan menguntungkan atau menyenangkan menurut zahirnya.
Seperti usaha maju, jabatan
meningkat, badan sehat, keluarga tenang, semuanya itu kedekatan berberkah.
Namun apabila sebaliknya, maka dikatakan semua itu tidak ada berkahnya.
Karena itu apabila seseorang atau
keluarga mengalami yang sebaliknya, yaitu tertimpa kemalangan, baik kerugian
dalam perniagaan, pertanian, atau tertimpa penyakit hal seperti ini sering
dikatakan kehidupannya tidak diberkahi.
Pemahaman tentang makna berkah seperti diatas itu tidaklah tepat
dan bisa menyesatkan dan lebih sesat lagi apabila ada pemahaman bahwa berkah
itu bisa didapatkan dari tempat-tempat tertentu yang dianggap keramat, seperti
kuburan para wali dan lainnya atau dari orang yang dianggap memiliki
pengetahuan tentang perkara
gaib dan sebagainya.
Jika berangkat dari makna berkah seprti diatas, maka tidak heran
apabila banyak orang yang pergi untuk mencari berkah dengan penuh semangat,
seakan-akan pasti mendapatkan berkah itu, walaupun harus menempuh perjalanan
yang jauh dengan ongkos yang mahal. Andaikan ia pulang, maka pulang dengan hati
bahagia, dengan yakin berkah sudah didapatkan dan dibawa pulang ke rumah.
Kenyataan ini sering dimanfaatkan
oleh orang-orang tertentu untuk mengeruk keuntungan dari ketidaktahuan umat,
baik oleh orang yang mengaku sebagai wali atau sebagai kuncen (penunggu para
kuburan wali), atau tokoh-tokoh lain
yang sengaja berpenampilan sebagai orang alim, disertai pengakuan bahwa dirinya
mempunyai berkah atau mengaku bahwa dia tahu tempat-tempat berkah dan siap
untuk memimpin upacara pengambilan berkah.
Mereka umpamakan berkah itu bagaikan
beras atau air yang bisa ditimbang dan ditakar kemudian dibagikan menurut kemauan masing-masing.
Hal ini akan terus berlangsung dan
sulit dihentikan, selama pemahaman tentang berkah masih seperti diatas, apalagi
dengan adanya kelompok-kelompok tertentu yang sengaja merekayasa untuk
melestarikan pemahaman seperti itu, karena merasa mendapat keuntungan dari
kebodohan umat.
Untuk meluruskan makna berkah ini,
kita coba mengungkap berkah itu dengan dua pertanyaan, yaitu “Apakah berkah
itu?” dan “Siapakah pemilik berkah yang sebenarnya?”
“Berkah ialah tetapnya kebaikan ilahi
pada sesuatu perkara.”
Berdasarkan takrif, jelas bahwa ada
dan tidak adanya berkah pada sesuatu perkara bukan ditentukan oleh pandangan
manusia dengan ukuran duninawi, tetapi diukur dengan ukuran ilahi.
Berkah itu hanyalah milik Allah swt.
semata, Dia akan memberikan kepada apa dan siapa yang dikehendaki-Nya. Tidak
ada satu makhlukpun yang berhak mengatur pemberian berkah dan Allah swt.
Ayat-ayat dan hadis-hadis yang berkaitan dengan hal tersebut diatas sebagai
berikut.
Maha berkah (Allah) yang pada tangan-Nya
kerajaan. Dan Dia itu Mahakuasa atas segala perkara. Q.S. A-Muluk:1
Maha berkah (Allah) yangtelah menurunkan
Alquran kepada hamba-Nya, agar ia menjadi nadzir (pemberi peringatan) kepada
seluruh alam. Q.S. Al-Furqan:1
Ya
Allah, Engkaulah sumbernya keselematan dan dari-Mu datangnya keselamatan.
Mahaberkah wahai yang memiliki Kegagahan dan Kemuliaan. H.R. Al-Jamaah, Kecuali
AL-Bukhari
Jelaslah bahwa pemilik berkah itu
adalah Allah, tidak ada satu makhluk pun yang memiliki berkah, karena itu tidak ada satu makhluk pun
yang bisa memberi berkah kepada yang lain.
Andaikan ada yang mengaku-ngaku bisa
memberikan berkah atau ada yang mengatakan bahwa barang keramat, tempat atau
waktu, itu semua bisa memberikan berkah itu adalah dusta belaka.
Rasulullah saw. sendiri tidak dengan
begitu saja memberikan berkah kepada siapapun, beliau hanya memohon kepada Allah swt. agar
Allah melimpahkan berkah, seperti kita bisa lihat dalam doa dibawah ini,
Semoga
Allah memberikan berkah kepadamu, dan semoga Allah melanggengkan berkah-Nya
kepadamu dan semoga dia menyatukan kamu dalam kebaikan. H.R. At-Tirmidzi dan
Ibnu Majah.
Namun tidaklah salah jika kita
mengatakan bahwa barang, tempat atau waktu dan lain sebagainya, semua itu ada berkahnya, tetapi bukan berarti
sebagai pemiliknya, itu adalah merupakan rahmat dari Allah bagi hambanya yang
harus dipelihara jangan sampai berkurang nilai berkahnya atau hilang sama
sekali.
Ayat diatas menerangkan bahwa Alquran
itu mengandung berkah, karena diberkati oleh Allah swt. karena itu, jika ingin
hidup penuh berkah ikutilah petunjuk Alquran.
Ada sekelompok orang yang berusaha
untuk mendapatkan berkah dari Alquran dengan cara membaca surat Al-Ikhlas, Yaa
siin, Ayat kursi dan yang lainnya dengan jumlah seratus kali atu lebih, katanya
“Tabarruk kepada Alquran”.
Cara seperti itu tidak pernah
dilakukan oleh Rasulullah saw. karena tidak mungkin mendapatkan berkah dari
Alquran dengan cara menyalahi sunnah Rasulullah saw.
Jika seseorang ingin mendapatkan
berkah dari Alquran, hendaklah ia menerima segala ketetapan dalam Alquran itu
dengan iman dan ikhlas,
dengan demikian, kehidupannya baik perorangan maupun kelurga atau bangsa akan
selalu terpimpin dengan pimpinan Allah Swt, maka selama dalam pimpinan-Nya,
selama itu pulalah ada dalam berkah (kebaikan ilahi).
Namun apabila kehadiran Alquran itu
tidak diterima dengan iman dan ikhlas bahkan isinya diingkari, maka tentu saja
kehidupannya tidak diberkahi.
Pada dasarnya Allah swt, telah
menetapkan berkah pada
setiap perkara dan akan tetap berkah itu ada selama dalam ketetapan ilahi.
Dan kita sebagai hamba Allah telah
menerima amanat itu dan wajib bagi kita semua untuk memelihara berkah itu.
Bagi siapa saja yang merasa
kehilangan berkah, janganlah mencari ke tempat-tempat yang dianggap keramat
atau kepada orang yang dianggap wali yang akibatnya akan lebih menjauhkan
berkah itu darinya. Tetapi hendaklah ia menyadari bahwa setiap langkah hidupnya
jika keluar dari pimpinan Allah, maka hakikatnya ia telah melepaskan diri dari
berkah Allah, karena itu segeralah kembali kepada pimpinan Allah, maka dengan
sendirinya berkah itu akan ada kembali.
Anda menulis bahwa membaca al-ikhlas 100 kali, cara seperti itu tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah saw. karena tidak mungkin mendapatkan berkah dari Alquran dengan cara menyalahi sunnah Rasulullah saw.
BalasHapusSy hanya orang awam mau beropini.
Di Kitabullah ada anjuran dzikir sebanyak-banyaknya, QS Ali-Imraan 41 dan QS Al-Ahzab 41. Tidak disebut bilangan, tapi sebanyak-banyaknya, yakni bisa lebih dari 2, dan 100 adalah sebanyak-banyaknya bagi yang mampunya demikian.
Di HR Thabrani dan Daelami, ada anjuran membaca al-ikhlas 100 kali. (lihat buku Doa-doa kunci, oleh ust.Yusuf Mansur dan Ust. mahmud Asy-Syafrowi, hal 451).
Di HR Muslim 4858, ada anjuran bacaan doa dzikir 100 kali, atau yg nilainya melebihi doa dzikir tsb (bacaan Al-Ikhlas termasuk diantaranya yg melebihi), akan mendapat pahal amat besar di hari kiamat.
Sesungguhnya kebenaran hanya dari Allah SWT
Wallahu a'lam
Pak ustadz yang mulia, coba lihat hadis berikut :
BalasHapus“Barang siapa membaca surah al -ikhlas hingga selesai 10x, maka Allah membangunkan baginya sebuah rumah di surga.”
[HR. Ahmad 15057, Shahih al Jami' 6472]
Kalau baca 100x dengan niat karena Allah Yang Maha Esa , kenapa tidak dapat 10 rumah di surga ? Bukankah semua amalan tergantung niat ?
Semoga bermanfaat.