Blog Resmi DKM al-Muhajirin, berisikan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh pengurus dan juga informasi-informasi yang diperuntukan untuk jamaah al-muhajirin khususnya dan ummat Islam umumnya, juga sebagai sarana berdakwah bagi kaum muslimin dan muslimat. kirimkan artikel jamaah ke almuhajirin026@gmail.com
Panitia Renovasi Masjid Al-Muhajirin
iklan
Rabu, 26 Desember 2012
Senin, 24 Desember 2012
MENAG: TAK MASALAH ORANG ISLAM UCAPKAN SELAMAT NATAL
MENAG: TAK MASALAH ORANG ISLAM UCAPKAN SELAMAT NATAL
Menteri Agama (Menag), Suryadharma Ali menyatakan, bagi seorang umat
Islam menyampaikan ucapan selamat kepada kalangan umat Nasrani yang
merayakan Natal tak menjadi persoalan dan itu merupakan hal biasa.
Pernyataan Menag itu menjawab pertanyaan wartawan terkait dengan adanya
fatwa MUI yang disampaikan KH Maruf Amin bahwa menyampaikan ucapan
selamat Natal kepada umat Nasrani yang sedang merayakan hari Natal
disebut sebagai perbuatan haram. Suryadharma menjelaskan, hal itu tak
menjadi persoalan karena disampaikan di luar kontek ritual. Bukan ketika
disampaikan dalam suasana ritual Natal.
Pendapat berbeda
antara MUI dan Kemenag itu, menurut dia, bisa saja terjadi. Hal itu
dilatarbelakangi oleh referensi hukum yang berbeda-beda. Sumber hukum
Islam adalah Alquran, Sunnah, dan pendapat para ulama. Pihaknya harus
menghormati adanya perbedaan tersebut. Tetapi bagi Suryadharma Ali
menyampaikan ucapan seperti itu tidaknya menjadi persoalan. (mrd)
MENAG: TAK MASALAH ORANG ISLAM UCAPKAN SELAMAT NATAL
Menteri Agama (Menag), Suryadharma Ali menyatakan, bagi seorang umat Islam menyampaikan ucapan selamat kepada kalangan umat Nasrani yang merayakan Natal tak menjadi persoalan dan itu merupakan hal biasa.
Pernyataan Menag itu menjawab pertanyaan wartawan terkait dengan adanya fatwa MUI yang disampaikan KH Maruf Amin bahwa menyampaikan ucapan selamat Natal kepada umat Nasrani yang sedang merayakan hari Natal disebut sebagai perbuatan haram. Suryadharma menjelaskan, hal itu tak menjadi persoalan karena disampaikan di luar kontek ritual. Bukan ketika disampaikan dalam suasana ritual Natal.
Pendapat berbeda antara MUI dan Kemenag itu, menurut dia, bisa saja terjadi. Hal itu dilatarbelakangi oleh referensi hukum yang berbeda-beda. Sumber hukum Islam adalah Alquran, Sunnah, dan pendapat para ulama. Pihaknya harus menghormati adanya perbedaan tersebut. Tetapi bagi Suryadharma Ali menyampaikan ucapan seperti itu tidaknya menjadi persoalan. (mrd)
Jumat, 21 Desember 2012
Wahyu Pertama
Wahyu Pertama
Oleh : Iyan Rofianto
Bismillahirrahmaanirrahiim,
Bacalah dengan (menyebut) Nama Rabb-mu yang
menciptakan, (QS . 96:1) Dia telah menciptakan manusia dengan segumpal darah.
(QS. 96:2) Bacalah, dan Rabb-mulah Yang Paling Pemurah, (QS. 96:3) Yang
mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. (QS. 96:4) Dia mengajarkan kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. 96:5)
Menurut pendapat yang paling kuat, ayat-ayat Al-Qur’an ini adalah ayat
yang pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ayat-ayat tersebut merupakan rahmat yang dengannya Allah memuliakan hamba-Nya
sekaligus sebagai nikmat pertama yang diberikan kepada mereka. Alhamdulillah, banyak
diantara kaum muslimin baik muda maupun tua, yang hafal ayat yang mulia ini. Dan
pada kesempatan yang baik ini, sebagai bahan renungan saya pribadi dan para
pembaca, insya Allah saya akan
menyampaikan apa yang tercantum dalam hadits shahih mengenai peristiwa pada saat turunnya wahyu pertama ini, yang
juga haditsnya dinukil oleh Al Hafizh Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya ketika
beliau menafsirkan ayat ini, yaitu sebagai berikut,
Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Aisyah, dia mengatakan : “Wahyu yang
pertama kali diturunkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah
mimpi yang benar melalui tidur. Dimana beliau tidak bermimpi melainkan datang
sesuatu seperti falaq Shubuh. Setelah
itu, beliau menjadi lebih senang mengasingkan diri. Kemudian beliau mendatangi
Gua Hira. Di sana beliau beribadah untuk beberapa malam dengan membawa
perbekalan yang cukup. Setelah itu, beliau pulang kembali kepada Khadijah untuk
mengambil bekal yang sama sampai akhirnya datang kepada beliau wahyu secara
tiba-tiba, yang ketika itu beliau masih berada di Gua Hira. Di gua itu beliau
didatangi oleh Malaikat Jibril seraya berkata : ‘Bacalah!’ Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, maka kukatakan : ‘Aku tidak dapat membaca.’ Lebih
lanjut beliau bersabda : : “lalu Jibril memegangku seraya mendekapku sampai aku
merasa kepayahan. Selanjutnya, Jibril melepaskanku dan berkata : ‘Bacalah’.
‘Aku tidak dapat membaca’ jawabku. Kemudian Jibril mendekapku untuk kedua
kalinya sampai aku merasa benar-benar kepayahan. Selanjutnya, dia melepaskanku
lagi seraya berkata, ‘Bacalah’. Aku tetap menjawab : ‘Aku tidak dapat membaca.’
Lalu dia mendekapku untuk ketiga kalinya sampai aku benar-benar kepayahan.
Setelah itu, dia melepaskanku lagi seraya berketa : “Bacalah dengan nama Rabb-mu yang menciptakan - sampai pada ayat- ‘Apa yang tidak diketahuinya’.”
Dia berkata : “Maka beliaupun pulang dengan sekujur tubuh dalam
keadaan menggigil hingga akhirnya masuk menemui Khadijah dan berkata :
“Selimuti aku, selimuti aku.” Mereka pun segera menyelimuti beliau sampai
akhirnya rasa takut beliau hilang. Selanjutnya beliau bersabda, “Apa yang
terjadi padaku?’ Lalu beliau menceritakan peristiwa yang dialaminya seraya bersabda, “Aku khawatir sesuatu akan
menimpa diriku.” Maka Khadijah pun berkata kepada beliau : “Tidak, bergembiralah.
Demi Allah, Allah tidak akan pernah menghinakanmu. Sesungguhnya engkau adalah
orang yang paling suka menyambung tali silaturrahmi, berkata jujur, menanggung
beban (orang lain), menghormati tamu, dan membantu menegakkan pilar-pilar
kebenaran.”
Kemudian Khadijah mengajak beliau pergi hingga akhirnya dia membawa
beliau menemui Waraqah bin Naufal bin Asad bin ‘Abdil ‘Uzza bin Qushay, yaitu
anak paman Khadijah, saudara laki-laki ayahnya. Dia seorang penganut Nashrani
pada masa jahiliyah. Dia menulis kitab berbahasa Arab dan juga menulis Injil dalam
Bahasa Arab dengan kehendak Allah. Dia adalah seorang yang sudah berumur lagi
buta. Lalu Khadijah berkata : “Wahai anak paman, dengarkanlah cerita dari anak
saudaramu ini.” Kemudian Waraqah berkata, “Wahai anak saudaraku, apa yang telah
terjadi padamu?” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan
apa yang beliau alami kepadanya. Lalu Waraqah berkata, “Ini adalah Namus
(malaikat Jibril) yang diturunkan kepada Musa. Andai saja saat itu aku masih
muda. Andai saja nanti aku masih hidup saat engkau diusir oleh kaummu.”
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apakah mereka akan
mengusirku?” Waraqah menjawab, “Ya. Tidak akan ada seorang pun yang datang
dengan membawa apa yang engkau bawa melainkan akan disakiti. Dan jika aku masih
hidup pada masamu, niscaya aku akan mendukungmu dengan pertolongan yang sangat
besar.” Dan tidak lama kemudian, Waraqah meninggal dunia dan wahyu terhenti,
sehingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam benar-benar bersedih hati.
Hadits di atas diriwayatkan di dalam kitab Shahih Bukhari, dari
‘Aisyah radhiallahu ‘anha. Menurut Ibnu Katsir, kesedihan beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam disebabkan oleh kerinduan beliau yang amat sangat untuk dapat
melihat kembali apa yang pernah dilihatnya dahulu. Kerinduan yang terbersit
karena kelezatan apa yang beliau
saksikan dari wahyu Allah yang diturunkan [kepada beliau]. Para ulama berbeda
pendapat mengenai jeda waktu turunnnya wahyu ini, namun terdapat riwayat yang
menyebutkan bahwa masa terhentinya wahyu tersebut lebih kurang selama dua tahun
atau lebih. Setelah itu, datanglah Malaikat menampakkan wujudnya kepada beliau
di antara langit dan bumi, di atas sebuah kursi. Malaikat itu meneguhkan hati
beliau dan menyampaikan kabar gembira bahwasanya beliau benar-benar utusan
Allah. Ketika melihat Malaikat itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
merasa takut terhadapnya. Beliau segera mendatangi Khadijah sambil berkata : “Selimuti
aku, selimuti aku.” Maka Allah pun menurunkan firman-Nya :
“Hai orang-orang yang berkemul (berselimut),
bangunlah, lalu berikanlah peringatan! Dan Rabb-mu agungkanlah, dan pakaianmu
bersihkanlah.” (Q.S. Al-Muddatstsir : 1-4)
Demikian yang tercantum dalam
kitab Sahiihul Bukhari dan Shahih Muslim. Banyak sekali ibrah atau pelajaran dan hikmah yang dapat diambil dari riwayat di atas, sangat banyak
bahkan. Dan Insya Allah, pada
kesempatan yang lain saya berkeinginan untuk menyampaikan sebagian kecilnya
sebagai bahan renungan saya pribadi, dan pembaca yang memerlukannya. Untuk saat
ini, kiranya cukuplah apa yang telah saya sampaikan dapat menambah keyakinan
kita terhadap risalah yang dibawa oleh Nabi kita tercinta, dan sebagai
pengingat betapa beratnya perjuangan beliau dalam menegakkan risalah Islam, dan
bahkan riwayat di atas hanya menggambarkan setetes saja dari beratnya
perjuangan beliau.
Akhirnya, semoga artikel ini
bermanfaat, dan semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga hari Kiamat. Wallaahu A’lam.
_____________
Sumber rujukan :
1. Tafsir Ibnu Katsir, karya Al-Hafizh Ibnu Katsir
2. Sirah Nabi Muhammad
shalallahu ‘alaihi wa sallam, karya Al-Hafizh Ibnu Katsir
3. Fathul Bari, Syarah Shahih Al
Bukhari, karya Ibnu Hajar al-Asqalani
4.
Zaadul Ma’ad, karya Ibnu Qayyim
Al-Jauziyah
Kamis, 20 Desember 2012
MENGIMANI URUSAN GHAIB
aris saptiono |
MENGIMANI URUSAN GHAIB
(Dia-lah
Allah) yang mengetahui urusan ghaib, Dia tidak menerangkan kepada siapapun
perkara ghaib itu. Kecuali kepada Rasul yang diridhai-Nya. Sesungguhnya Dia
mengadakan penjagaan di muka dan di belakangnya. Supaya terbukti bagi-Nya,
bahwa sesungguhnya mereka telah menyampaikan risalah-risalah Tuhan-Nya. Padahal
ilmu-Nya meliputi apa yang ada pada mereka, dan Dia menghitung segala sesuatu
satu persatu. Q.S. Jin:26-28
Tafsir
Mufradat
(Alghaibu) makna asalnya adalah (Assatru) tertutupi, seperti kata (Ghaabasy Syamsu) apabila cahayanya
tertutupi dari pandangan mata. Kemudian kata ini digunakan untuk setiap yang
luput dari panca indera dan pengetahuan manusia. Dari kata ini terbentuk kata
lain seperti (AlGhayabatu) yaitu
seseorang menceritakan aib orang lain, yang sebenarnya tak perlu diceritakan.
Dia (Alghayaabatu) yaitu tanah yang
curam. Dan yang dimaksud pada ayat diatas adalah sesuatu yang keberadaannya di
luar jangkauan panca indera dan tidak dapat dicapai dengan kemampuan akal
tetapi hanya dapat diketahui dengan berita dari para nabi. Al-Mufradat:380-381. Tafsir Al-Qasimi,I:35
Tafsir
Ayat
Ayat diatas menerangkan bahwa semua
yang ghaib itu hanya Allah-lah yang mengetahuinya. Dan Ia menerangkan perkara
ghaib itu hanya kepada para Rasul-Nya tentang apa yang Ia wahyukan kepada
mereka dan tentang apa yang Ia tetapkan hukumnya. Serta Ia tidak memberitahukan
hal itu kepada selain mereka.
Ayat diatas juga mengisyaratkan batal
dan bohongnya orang-orang yang mengaku mnegetahui urusan ghaib, seperti
dukun/paranormal, peramal bintang, tukang sihir dan orang yang mengaku memiliki
karomah. Karena mereka itu jauh sekali jika dikatakan termasuk orang yang
diridhai Allah, bahkan mereka termasuk yang dimurkai Allah. Dan kaum muslimin
haram hukumnya mempercayai mereka.
Dari
Ibnu Mas’ud, ia berkata, “Siapa yang mendatangi seorang dukun atau tukang
sihir, kemudian membenarkan apa yang diramalkannya (urusan ghaib). Sesungguhnya
ia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad saw.” H.R. Al-Bazar
Ketika Ali bin Abu Thalib hendak
memerangi kaum Khawarij pada peperangan Nahrawan, seorang peramal berkata
kepadanya, “Jangan engkau berangkat pada
waktu ini, tetapi berangkatlah tiga jam setelah siang!” Ali berkata, “Maksudmu,
jika aku berangkat saat ini, bahaya dan kecelakaan akan menimpaku dan
sahabat-sahabatku. Dan jika aku berangkat pada saat yang engkau ramalkan,
kemenangan akan kuraih?” Ali berkata lagi, “Adalah Muhammad saw. tidak pernah
mempercayai ramalan, begitu pun kami setelah beliau. Siapa yang yang
membenarkan ramalanmu ini adalah seperti orang yang menyekutukan Allah, ‘Ya
Allah, tidak ada ramalan kecuali ramalan-Mu dan tidak ada kebaikan kecuali
kebaikan-Mu.” Kemudian ia berkata kepada peramal itu, “Kami mendustakanmu dan
menyalahimu untuk berangkat pada saat yang engkau larang ini.” Kemudian dia
menghadap pada orang-orang dan berkata, “Wahai manusia, hati-hatilah kamu
terhadap ramalan yang akan membawa kamu kepada kegelapan di daratan dan lautan.
Peramal itu seperti sihir, dan sihir itu seperti kafir dan kafir itu di neraka.
Demi Allah jika engkau mempercayai ramalan dan mengamalkannya, aku akan kurung
selamanya, dan Kuharamkan pemberian kepadamu selama aku berkuasa, ”Kemudian ia
berangkat pada saat itu dan memenangkan peperangan tersebut. Setelah peperangan
ini selesai, ia berkata, “Kalaulah kita berangkat pada saat yang diramalkan
lalu mendapat kemenangan, pasti ada yang berkata, “Karena ia berangkat pada
saat diramalkan”, padahal Muhammad saw. tidak pernah mempercayai ramalan begitu
pun kita setelah beliau. Allah memberikan kemenangan kepada kita mengalahkan
negeri Persia dan Romawi dan negeri lainnya, wahai manusia bertakwalah kepada
Allah dan berpegang teguhlah dengan-Nya.” Tafsir Al-Qurtubhi,XIX:28-29
Mempercayai urusan ghaib wajib
hukumnya, selama urusan ghaib tersebut bersumber dari wahyu, Alquran dan hadis
yang merupakan mukjizat kebenaran risalah Nabi saw. selain itu haram
mempercayainya.
Tidak semua urusan ghaib oleh Allah
swt. diterangkan kepada Rasul-Nya, termasuk malaikat terdekat pun. Ada lima
kunci ghaib hanya Allah-lah yang mengetahuinya, yaitu mengenai kiamat,
tidak ada yang tahu kapan kejadiaanya. Mengenai turunnya hujan, siang atau
malamkah. Mengenai janin yang ada pada rahim, laki-laki, perempuan dan apa
warna kulit, rezeki, nasib, ajal, surga dan nerakanya. Mengenai apa yang besok
akan dilakukan, baik-burukkah. Dan mengenai dimana seseorang akan mati.
Lihat, Q.S. Luqman:34
Sesungguhnya
Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa
yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti)
apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui
di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal.
Dari Ibnu Umar r.a Rasulullah saw.
bersabda, “Kunci-kunci ghaib itu ada lima, tidak ada yang dapat mengetahuinya
kecuali Allah. Tidak ada yang mengetahui apa yang akan terjadi besok kecuali
Allah. Tidak pula kapan terjadi kiamat kecuali Allah. Tidak
mengetahui yang ada di rahim kecuali Allah. Tidak pula kapan turun hujan
kecuali Allah. Dan Tidak ada seseorang pun tahu dimana ia akan mati kecuali
Allah.” H.R. Al-Bukhari dan Muslim
Oleh karena itu, jika ada orang yang
mengaku memiliki ilmu tentang lima perkara ghaib tersebut, berarti ia telah
mengangkat dirinya melebihi derajat Nabi dan Malaikat. Ia telah kufur terhadap
Allah dan Rasul-Nya. Dan kaum muslimin haram mempercayainya.
Wallahu
a’lam bish-shawab
MUI: UMAT ISLAM TIDAK USAH UCAPKAN SELAMAT NATAL
Majelis Ulama Indonesia menyarankan umat Islam tidak mengucapkan
selamat Natal kepada pemeluk agama Nasrani. "Itu jadi perdebatan,
sebaiknya enggak usah sajalah," kata Ketua MUI Bidang Fatwa Maruf Amin.
Meskipun melarang, Maruf meminta umat Islam menjaga kerukunan dan
toleransi. Dia menyatakan ada fatwa MUI yang melarang untuk mengikuti
ritual Natal.
Dia menegaskan, mengikuti ritual Natal adalah haram. "Karena itu ibadah (umat lain)," kata dia.
MUI telah mengeluarkan fatwa pada 1981 di masa Ketua Umum MUI Prof. Dr.
Buya Hamka. Fatwa MUI yang ditandatangani Ketua Komisi Fatwa KH. Syukri
Ghazali dan Sekretaris H. Masudi. Isi fatwa ini menyatakan haram
mengikuti perayaan dan kegiatan Natal
Senin, 17 Desember 2012
Mencari Berkah
Aris Saptiono |
Dan
Alquran ini adalah satu kitab (peringatan) yang mempunyai barakah yang telah Kami turunkan. Maka mengapakan kamu
mengingkarinya. Q.S. Al-Anbiya:50
Kata-kata barakah banyak sekali diungkapkan didalam Alquran dan hadis, dan
sering juga diungkapkan dalam percakapan sehari-hari, baik yang berkaitan
dengan waktu, tempat, barang maupun yang berkaitan dengan kehidupan manusia
baik pribadi maupun
masyarakat atau bangsa.
Kata-kata berkah ini di kalangan masyarakat lebih cenderung berkonotosi kepada sesuatu
yang terlihat indah atau yang dirasakan menguntungkan atau menyenangkan menurut zahirnya.
Seperti usaha maju, jabatan
meningkat, badan sehat, keluarga tenang, semuanya itu kedekatan berberkah.
Namun apabila sebaliknya, maka dikatakan semua itu tidak ada berkahnya.
Karena itu apabila seseorang atau
keluarga mengalami yang sebaliknya, yaitu tertimpa kemalangan, baik kerugian
dalam perniagaan, pertanian, atau tertimpa penyakit hal seperti ini sering
dikatakan kehidupannya tidak diberkahi.
Pemahaman tentang makna berkah seperti diatas itu tidaklah tepat
dan bisa menyesatkan dan lebih sesat lagi apabila ada pemahaman bahwa berkah
itu bisa didapatkan dari tempat-tempat tertentu yang dianggap keramat, seperti
kuburan para wali dan lainnya atau dari orang yang dianggap memiliki
pengetahuan tentang perkara
gaib dan sebagainya.
Jika berangkat dari makna berkah seprti diatas, maka tidak heran
apabila banyak orang yang pergi untuk mencari berkah dengan penuh semangat,
seakan-akan pasti mendapatkan berkah itu, walaupun harus menempuh perjalanan
yang jauh dengan ongkos yang mahal. Andaikan ia pulang, maka pulang dengan hati
bahagia, dengan yakin berkah sudah didapatkan dan dibawa pulang ke rumah.
Kenyataan ini sering dimanfaatkan
oleh orang-orang tertentu untuk mengeruk keuntungan dari ketidaktahuan umat,
baik oleh orang yang mengaku sebagai wali atau sebagai kuncen (penunggu para
kuburan wali), atau tokoh-tokoh lain
yang sengaja berpenampilan sebagai orang alim, disertai pengakuan bahwa dirinya
mempunyai berkah atau mengaku bahwa dia tahu tempat-tempat berkah dan siap
untuk memimpin upacara pengambilan berkah.
Mereka umpamakan berkah itu bagaikan
beras atau air yang bisa ditimbang dan ditakar kemudian dibagikan menurut kemauan masing-masing.
Hal ini akan terus berlangsung dan
sulit dihentikan, selama pemahaman tentang berkah masih seperti diatas, apalagi
dengan adanya kelompok-kelompok tertentu yang sengaja merekayasa untuk
melestarikan pemahaman seperti itu, karena merasa mendapat keuntungan dari
kebodohan umat.
Untuk meluruskan makna berkah ini,
kita coba mengungkap berkah itu dengan dua pertanyaan, yaitu “Apakah berkah
itu?” dan “Siapakah pemilik berkah yang sebenarnya?”
“Berkah ialah tetapnya kebaikan ilahi
pada sesuatu perkara.”
Berdasarkan takrif, jelas bahwa ada
dan tidak adanya berkah pada sesuatu perkara bukan ditentukan oleh pandangan
manusia dengan ukuran duninawi, tetapi diukur dengan ukuran ilahi.
Berkah itu hanyalah milik Allah swt.
semata, Dia akan memberikan kepada apa dan siapa yang dikehendaki-Nya. Tidak
ada satu makhlukpun yang berhak mengatur pemberian berkah dan Allah swt.
Ayat-ayat dan hadis-hadis yang berkaitan dengan hal tersebut diatas sebagai
berikut.
Maha berkah (Allah) yang pada tangan-Nya
kerajaan. Dan Dia itu Mahakuasa atas segala perkara. Q.S. A-Muluk:1
Maha berkah (Allah) yangtelah menurunkan
Alquran kepada hamba-Nya, agar ia menjadi nadzir (pemberi peringatan) kepada
seluruh alam. Q.S. Al-Furqan:1
Ya
Allah, Engkaulah sumbernya keselematan dan dari-Mu datangnya keselamatan.
Mahaberkah wahai yang memiliki Kegagahan dan Kemuliaan. H.R. Al-Jamaah, Kecuali
AL-Bukhari
Jelaslah bahwa pemilik berkah itu
adalah Allah, tidak ada satu makhluk pun yang memiliki berkah, karena itu tidak ada satu makhluk pun
yang bisa memberi berkah kepada yang lain.
Andaikan ada yang mengaku-ngaku bisa
memberikan berkah atau ada yang mengatakan bahwa barang keramat, tempat atau
waktu, itu semua bisa memberikan berkah itu adalah dusta belaka.
Rasulullah saw. sendiri tidak dengan
begitu saja memberikan berkah kepada siapapun, beliau hanya memohon kepada Allah swt. agar
Allah melimpahkan berkah, seperti kita bisa lihat dalam doa dibawah ini,
Semoga
Allah memberikan berkah kepadamu, dan semoga Allah melanggengkan berkah-Nya
kepadamu dan semoga dia menyatukan kamu dalam kebaikan. H.R. At-Tirmidzi dan
Ibnu Majah.
Namun tidaklah salah jika kita
mengatakan bahwa barang, tempat atau waktu dan lain sebagainya, semua itu ada berkahnya, tetapi bukan berarti
sebagai pemiliknya, itu adalah merupakan rahmat dari Allah bagi hambanya yang
harus dipelihara jangan sampai berkurang nilai berkahnya atau hilang sama
sekali.
Ayat diatas menerangkan bahwa Alquran
itu mengandung berkah, karena diberkati oleh Allah swt. karena itu, jika ingin
hidup penuh berkah ikutilah petunjuk Alquran.
Ada sekelompok orang yang berusaha
untuk mendapatkan berkah dari Alquran dengan cara membaca surat Al-Ikhlas, Yaa
siin, Ayat kursi dan yang lainnya dengan jumlah seratus kali atu lebih, katanya
“Tabarruk kepada Alquran”.
Cara seperti itu tidak pernah
dilakukan oleh Rasulullah saw. karena tidak mungkin mendapatkan berkah dari
Alquran dengan cara menyalahi sunnah Rasulullah saw.
Jika seseorang ingin mendapatkan
berkah dari Alquran, hendaklah ia menerima segala ketetapan dalam Alquran itu
dengan iman dan ikhlas,
dengan demikian, kehidupannya baik perorangan maupun kelurga atau bangsa akan
selalu terpimpin dengan pimpinan Allah Swt, maka selama dalam pimpinan-Nya,
selama itu pulalah ada dalam berkah (kebaikan ilahi).
Namun apabila kehadiran Alquran itu
tidak diterima dengan iman dan ikhlas bahkan isinya diingkari, maka tentu saja
kehidupannya tidak diberkahi.
Pada dasarnya Allah swt, telah
menetapkan berkah pada
setiap perkara dan akan tetap berkah itu ada selama dalam ketetapan ilahi.
Dan kita sebagai hamba Allah telah
menerima amanat itu dan wajib bagi kita semua untuk memelihara berkah itu.
Bagi siapa saja yang merasa
kehilangan berkah, janganlah mencari ke tempat-tempat yang dianggap keramat
atau kepada orang yang dianggap wali yang akibatnya akan lebih menjauhkan
berkah itu darinya. Tetapi hendaklah ia menyadari bahwa setiap langkah hidupnya
jika keluar dari pimpinan Allah, maka hakikatnya ia telah melepaskan diri dari
berkah Allah, karena itu segeralah kembali kepada pimpinan Allah, maka dengan
sendirinya berkah itu akan ada kembali.
Langganan:
Postingan (Atom)