Ust. Aminudin, M.Ag |
AMALIYAH
BA’DA RAMADHAN
1.
Takbiran
Takbiran pada Idul Fitri dimaksud sebagai
sarana taqarun (mendekatkan) diri kepada Allah Swt dan terceminan rasa syukur
atas beragam ni’mat dan petunjuk yg diberikan oleh Allah Swt. Sebagaimana
disebutkan : … Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas
petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur. (QS. 2: 185)
Karena Takbiran merupakan sarana taqarub
kepada Allah Swt., maka mesti dilakukan dengan adab-adab tertentu, yaitu:
ikhlas, khidmat, menjauhi maksiat, dan tidak hura-hura. Adapun lafazh takbiran
dalam beberapa riwayat disebutkan sebagai berikut:
a.
Riwayat Abdul Razzak dari Salman
dengan sanadnya yang shahih, berkata: “Bertakbirlah: Allahu akbar, Allahu akbar,
Allahu akbar kabira
b.
Riwayat Umar dan Ibn Masud: Allahu
akbar, Allahu akbar, lailahaillallah wallahu albar, Allahu akbar walilahilhamd.
c. Menurut
madzhab Maliki dan Syafi’i: Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar.
Mengenai
waktu takbiran jumhur ulama mengatakan bahwa takbiran dapat dimulai saat hendak
pergi menuju shalat Idul Fitri sampai imam mulai khutbah. Tetapi pendapat lain
membolehkan dari mulai terbenam matahari sampai imam mulai khutbah.
2.
Mengisi Hari Raya Idul Fitri
Hari
raya Idul Fitri merupakan saat-saat umat Islam tasyakur atas kesuksesan
melaksanakan ibadah Ramadhan. Hari berbahagia dan bersuka cita dan juga hari
pengampunan. Dalam riwayat imam al-Zuhri disebutkan, bahwa ketika datang hari
Idul Fitri, maka manusia keluar menuju Allah Swt., dan Allah kemudian
mendatangi mereka seraya berkata: “Wahai hamba-Ku! Karena Aku engkau berpuasa,
karena Aku engkau beribadah. Sebab itu, pulanglah kalian sebagai orang yang
telah mendapat ampunan.”
Saat
Nabi Saw., tiba di Madinah kaum Anshar memiliki dua hari istimewa, mereka
bermain-main di dalamnya, lalu Nabi Saw. Bersabda: “Allah telah member ganti bagi
kalian dua hari raya yang jauh lebih baik, Idul Fitri dan Idul Adha.”
(HR. Ahmad, Abu Dawud, al-Nasa’i)
Hadits
ini menunjukkan bahwa menampakkan rasa suka cita di hari raya adalah sunnah dan
di syariatkan. Maka diperkenankan memperluas hari raya tsb. secara menyeluruh
kepada segenap kerabat dengan berbagai hal yg tidak diharamkan yang bias
mendatangkan kesegaran badan dan melegakan jiwa, tetapi tentunya tidak membuat
lupa untuk taat kepada Allah Swt.
3.
Shalat Hari Raya Idul Fitri
Mengenai
hukum shalat Idul Fitri para ulama berbeda pendapat, tapi jumhur ulama
menetapkan bahwa shalat Idul Fitri hukumnya sunnah muaqqadah. diterangkan dalam
sebuah riwayat pada saat hari raya Idul Fitri, Nabi Saw., mengenakan pakaian
terbaiknya dan makan kurma dengan bilangan ganjil tiga, lima atau tujuh sebelum
pergi melaksakan shalat Idul Fitri. Tetapi berbeda saat Idul Adha dimana beliau
tidak makan terlebih dahulu sampai beliau pulang, setelah itu baru memakan
sebagaian daging binatang sembelihannya.
Nabi
Saw mengakhirkan shalat Idul Fitri, hal ini memberikan kesempatan kepada kaum
Muslimin untuk menunaikan zakat fitrahnya, tetapi ketika Idul Adha beliau
mempercepat pelaksanaannya agar kaum Muslimin dapat segera menyembelih binatang
kurbannya.
Nabi
Saw. melaksanakan shalat dua terlebih dahulu kemudian berkhutbah. Beliau shalat
dua rakaat. Pada rakaat pertama beliau takbir tujuh kali berturut-turut dengan
takbiratulihram dan lima kali takbir pada rakaat yg kedua. Dalam setiap takbir
mengangkat kedua tangannya dan berhenti sebentar di antara tiap takbir.
Pada
rakaat pertama setelah takbir beliau membaca surat al- Fatihah dan Qaf,
sedangkan pada rakaat kedua setelah membaca surat al-Fatihah beliau membaca
surat al-Qamar. Kadang-kadang beliau membaca surat al-‘Ala pada rakaat pertama
dan al-Ghasyiyah pada rakaat kedua. Setelah selesai shalat kemudian menghadap ke
arah jamaah, lalu beliau menyampaikan khutbah yang berisi wejangan, anjuran dan
larangan.
4.
Puasa Enam Hari di Bulan Syawal
Abu
Ayub al-Anshari r.a. meriwayatkan, bahwa Nabi Saw., bersabda: “Sesiapa
orang berpuasa penuh di bulan Ramadhan, lalu menyambungnya dengan puasa enam
hari di bulan Syawal, maka pahalnya seperti berpuasa selama setahun.”
Orang
yang setelah Ramadhan berpuasa bagaikan orang yang cepat-cepat kembali dari
pelariannya, yakni orang yang baru lari dari peperangan fi sabilillah kemudian
kembali lagi. Dan sebagai bukti kecintaan terhadap ibadah puasa. Tidak merasa
bosan, berat apalagi benci.
Hanya
kepada Allah tempat memohon pertolongan. Shalawat dan slam semoga tercurah
selalu keharibaan Nabi Saw., segenap keluarga, dan sahabatnya.
(Diringkas
kembali dari buku Panduan Lengkap Ibadah Ramadhan, Sharia Consulting Centre, Jaktim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar