Aris Saptiono |
TASAWUF
Di zaman Nabi Nuh
a.s ada lima tuhan yang mereka sembah, Nuh a.s adalah Rasul pertama yang Allah
utus di bumi, kaumnya sengaja mempertahankan penyembahan tuhan-tuhan itu agar
Nuh a.s tidak didengar walaupun Nuh a.s sudah berusaha sedemikian rupa agar
kaumnya selamat dari azab Allah. Tuhan-tuhan yang mereka sembah itu, sengaja
diberi nama, paling tidak agar orang-orang meyakini kebenaran tuhan-tuhan itu.
Berkatalah mereka penyembah-penyembah berhala itu,
“Janganlah kamu meninggalkan tuhan-tuhan kamu, janganlah kamu meninggalkan
tuhan WAD, tidak SUWA’, tidak YAGUTS, YA’UQ, NASHR. Q.s Nuh : 23
Nama-nama diatas
adalah nama-nama orang yang saleh, yang mendapat simpati dari manusia banyak,
yang dianggap berjasa dan yang menjadi buah hati mereka, kemudian keberadaan
mereka dilestarikan dengan cara mempatungkan dan mengabadikan nama-nama mereka,
bukan hanya sampai disini, malah mereka lebih menghormati dan menganggap serba
bisa setelah mereka mati, terus menerus mereka bertawasul dengan cara berdiam
(semacam semedi) diatas kuburan-kuburannya dan menyampaikan permohonan agar
memberi jalan keluar dari berbagai macam kesulitan.
Ummu Salamah adalah salah seorang yang hijrah ke
Habsyah, muhajirin dari Mekkah ke Habsyah ini mendapat perlindungan dari
Ashamah raja Habsyah yang bergelah Najasyi. Setelah mereka mendengar bahwa
Rasulullah saw. telah hijrah ke Madinah dengan izin dan pengawalan tentara
Habsyah mereka kembali langsung ke Madinah. Ummu Salamah menerangkan kepada
Rasulullah saw, bahwa di Habsyah ia melihat sebuah runah ibadah ibadah (gereja)
bernama Maria, ternyata Rasulullah saw telah melihat pula (dengan wahyu) bahwa
mereka itu adalah suatu kaum yang bila orang-orang saleh dikalangan mereka mati,
kemudian mereka mendirikan bangunan tempat ibadah diatasnya dan mempatungkan
orang-orang yang mati itu, mereka itu adalah sejahat-jahat manusia menurut
pandangan Allah swt. H.R Al-Bukhari
Apa yang
dilakukan oleh kaum Nuh as. itu ada pengaruhnya pula terhadap orang-orang
Nashara yaitu mereka menyembah tuhan mereka dengan keharusan dhahir (tampak),
padahal bagaimana dapat dijamin, bahwa benar-benar patung yang mereka yakini
itu demikianlah adanya, apalagi bila patung itu dibuat setelah yang dipatungkan
itu telah terlalui oleh masa sekian lama dan dalam situasi dan kondisi
teknologi tidak seperti zaman sekarang ini dan bagaimana bila nanti Isa as
turun lalu ternyata bahwa gambar/patung itu tidak sesuai dengan kenyataannya.
Allah swt.
menarik perhatian manusia, tatkala Muhammad saw. diutus bagaimana keadaan zaman
yang terkenal dengan sebutan zaman Jahiliyyah, segolongan dari musyrikin
memiliki berhala yang mereka namakan dengan nama-nama perempuan yaitu Al Lat,
Al Uzza, Al Manat. Segolongan dari mereka juga mengatakan berhala-berhala
tersebut dan juga malaikat-malaikat itu, anak-anak perempuan Allah, sedang
mereka sendiri tidak suka kepada anak-anak perempuan, bahkan mereka bunuh, maka
diayat-ayat ini Allah bertanya : Tunjukkanlah
apa dia kekuasaan berhala-berhala (tuhan-tuhan kamu)! Patutkah kamu sandarkan
perempuan-perempuan kepada Allah, sedang buat kamu sendiri kamu pilih yang
laki-laki? Bukankah yang demikian itu pembagian yang tidak adil?
Yang tersebut
tadi (diatas), tidak lain melainkan nama-nama bikinan kamu dan orang-orang tua
kamu, yang mana tidak dengan izin Allah sedikit pun juga. Dalam hal tersebut,
mereka yang musyrik itu menurut hawa nafsu, padahal dengan perantara Muhammad,
Allah telah turunkan hidayah, tetapi mereka tidak mau turut. Apakah manusia
yang musyrik dan kafir itu menyangka, dengan membikin dan menyembah
berhala-berhala itu ia akan mendapat kebahagiaan di dunia dan dia akhirat. Maka
persangkaan kaum musyrikin itu salah, mereka tidak akan mendapatkan keselamtan
di dunia dan di akhirat, karena kedua-duanya itu adalah kepunyaan Allah, bukan
kepunyaan berhala-berhala. A.H Hasan Tafsir Al Furqan :1040-1041
Dengan
keterangan-keterangan diatas, sungguh telah jelas bahwa agama yang bersih itu
adalah kepunyaan Allah, tetapi
orang-orang yang menganggap tuhan-tuhan selain dari Allah itu mengatakan, “Kami
tidak menyembah mereka melainkan agar mereka menghampirkan kami dengan suatu
kedekatan dengan Allah.” Az-Zumar : 3
Allah telah
mengutus RasulNya dengan membawa keterangan-keterangan yaitu Quran dan
penjelasan-penjelasannya, tak ada yang beliau katakan dan beliau amalkan
kecuali ada pembenarannya dalam Quran itu. Hal ini telah terbukti dalam waktu
yang tidak singkat dan telah terbentuk sebuah jama’ah, yang terkenal dengan
Jama’atul Ula (Sawadul A’dlam), sehingga terkenal, bahwa siapa pun yang sesuai
dengan petunjuk Rasul dan amal para sahabatnya mereka itu adalah Ahlus Sunnah
wal Jama’ah dimana dan kapan pun mereka berada.
Para ahli ilmu
sepakat, bahwa yang dimaksud dengan Sunnah itu adalah : Kata, Perbuatan dan
persetujuan beliau terhadap kata dan perbuatan para sahabatnya.
Dengan demikian
Sunnah itu pun adalah wahyu sebagai penjelas Quran, sebagimana sabda beliau :
“Aku diberi Quran dan sebanyak itu pula bersamanya
(penjelasannya).” H.R. Ahmad
Para sahabat
pernah ditanya oleh beliau dengan pertanyaan sebagai berikut :
Bukankah kamu sudah bersaksi, bahwa tidak ada Tuhan
selain Allah dan sesungguhnya aku Rasulullah, mereka menjawab : “Benar”,
selanjutnya beliau besabda, “sesungguhnya Quran ini (seperti seutas tali) satu
ujung di tangan Allah dan ujung yang lainnya di tangan kamu, peganglah
erat-erat, pastilah kamu tidak akan tersesat sampai kapan pun.” H.R. At-Thabrani.
Bila kita
menyimak keterangan diatas, bahwa beliau itu adalah selaku penjelas Quran,
ambil contoh : “Aqimus Shalah” (dirikanlah shalat) secara pribadi baliau tidak
mengetahui, apa dan bagaimana itu? Karena itu dalam riwayat Isra Mi’raj,
setelah baliau dipanggil Allah Ke langit, hanya menerima perintah shalat yang
lima, belum jelas kapan waktunya, bagaimana caranya dan lain sebagainya.
Muhammad
Rasulullah diutus bukan untuk mensurgakan siapa pun termasuk putrinya, tetapi
beliau diutus untuk menunjukan jalan, karena siapa pun tak ada yang mengetahui
baik jalan ke surga maupun ke neraka.
“Beramalah engkau Fatimah, karena aku tidak dapat
membebaskanmu dari azab Allah sedikit pun.” H.R. Muslim
Disampaikan oleh
sahabat Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw. telah bersabda :
“Semua umatku akan masuk surga kecuali yang tidak mau.
Para sahabat bertanya, “siapakah yang tidak mau itu wahai Rasulullah?”
Sabdanya, “siapa yang taat kepadaku akan masuk surga dan siapa yang durhaka
keapdaku sungguh ia telah menolak (masuk surga itu).” H.R. Al-Bukhari, Fathul Bari, XII:310
Pernah pula para sahabat mendengar Aisyah ummul mukminin
berkata, “Rasulullah saw. apabila memerintah apa-apa yang mereka mampu
melakukannya”. Mereka berkat, “Sesungguhnya kami tidak sebagaimana engkau wahai
Rasulullah, Allah telah mengampuni dosa-dosamu yang telah lalu dan yang akan
datang.” Maka Rasulullah saw. marah sampai kemarahan itu terlihat diwajahnya yang
paling taqwa dan paling mengetahui Allah itu adalah aku.” H.R. Al-Bukhari, Fathukl Bari, I:95
Dari kedua hadis
diatas ini kita dapat mengambil kesimpulan bahwa siapa pun tidak akan mencapai
kesucian, kebersihan dan keistimewaan dalam ber-Taqarub kepada Allah kecuali bila beramal sesuai dengan contoh
Rasulullah saw.
Siapa pun tidak
diizinkan membuat atau menciptakan tarekat-tarekat sendiri, apalagi dengan
tarekat yang diciptakan itu lahir keyakinan akan memiliki kekuatan untuk
melintas batas-batas kegaiban.
Hal seperti ini
pada hakekatnya hanyalah merupakan tahayul belaka yang akan mengakibatkan
terciptanya ibadah-ibadah diluar Sunnah Rasulullah saw. Bukankah yang demikian
itumerupakan agama baru yang diciptakan atas nama Allah?
“Atau adakah bagi mereka sekutu-sekutu yang mengaturkan
bagi mereka sebagai agama sesuatu yang tidak Allah izinkan.” Q.S. Asy Syura : 21
“Ketahuilah, Hanya Alla-lah yang mengetahui hal yang
gaib dan Ia tidak menerangkan urusan gaib itu kepada siapa pun kecuali kepada
seorang Rasul yang diridoiNya. Maka sesungguhnya Ia adakan di depanNya serta di
belakangNya penjagaan.” Q.S. Jin : 26-27
Selain ayat ini
masih banyak ayat-ayat lainnya yang semakna bahwa urusan gaib itu hanyalah
dapat diketahui bila disampaikan oleh seorang nabi atau rasul dengan wahyu
Allah swt yang sampai kepadanya.
Didalam sebuah
hadis riwayat Muslim diceritakan bahwa Rasulullah saw pernah jatuh dari kudanya
hingga bagian samping kanan badannya terdapat banyak lecet dan beliau tidak
dapat mengimami shalat berjamaah sebagaimana biasanya. Maka para sahabat
menjenguk dirumahnya, dan beliau pun mengimami shalat berjamaah sambil duduk.
Dengan keterangan
ini jelaslah bahwa jika Rasulullah saw mengetahui hal gaib yaitu kejadian yang
akan menimpanya, tentu beliau tidak akan berangkat. Jadi jangankan tentang
gaibnya surga dan neraka, tentang apa yang akan menimpanya pun beliau tidak
mengetahuinya. Maka apabila sesorang dengan alasan apapun menyatakan mengetahui
hal gaib bukan karena berdasarkan wahyu dari Allah swt melalui NabiNya, maka ia
sesat dan menyesatkan.
Cukuplah bagi
yang beriman kepada Allah dan RasulNya, bahwa Rasulullah saw itu penuntun dan
pembimbing cara ber-taqarrub dan
beribadah kepada Allah swt. Yang pasti tidak ada satu pun jalan yang lain yang
akan diterima oleh Allah kecuali mengikuti petunjuk dan bimbingan RasulNya itu.
Diceritakan oleh
sahabat Ibnu Mas’ud bahwa pernah suatu ketika Rasulullah bersama-sama dengan
para sahabat, lalu beliau menggoreskan sebuah garis lurus dengan tangannya,
kemudian beliau pun membuat beberapa garis ke arah kanan dan kiri garis lurus
itu. Maka beliau bersabda, “inilah As
Subul (banyak jalan) yang tidak ada satu pun darinya kecuali niscaya padanya
terdapat syaitan yang menyeru agar kejalan itu. Lalu baliau membacakan ayat,
“Sesungguhnya inilah jalanku yang istiqamah, maka ikutilah oleh kalian jalan
ini dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan itu karena kalian akan menjauh
dari jalanku.” H.R. Ahmad-lihat Q.S Al
An’am : 153
Sahabat Qatadah
menjelaskan bahwa (makna) ayat ...”Sesungguhnya
inilah jalanku yang lurus, ikutilah oleh kamu jalan ini dan janganlah kalian
mengikuti jalan-jalan (lain) itu..” adalah jamaah alhuda (jamaah Rasul dan para sahabatnya) yang tujuan
lajunya adalah Al-Jannah (surga), sedangkan iblis sengaja menciptakan
jalan-jalan lain yang terpecah-pecah, jamaahnya adalah jamaah dhalalah (kesesatan) yang arah lajunya ke An-Naar (neraka).
Sesungguhnya aku telah meninggalkan pada kamu sekalian
yang apabila kalian berpegang teguh dengannya, kalian tidak akan tersesat
selamanya, kitab Allah dan Sunnah RasulNYa. H.R. Al Hakim
Dengan uraian
diatas telah gamblang, bahwa bila ada yang ber-taqarrub/beribadah kepada Allah swt untuk mencapai rahmat dan
keridoan-Nya lebih dari pada Nabi saw. pastilah wajib bagi kita untuk tidak mengambil
lebih itu, padahal tasawuf bukan bagian integral dari Islam.
Wallahu a’lam bish-shawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar