Aris Saptiono |
ULUMUL HADITS
ILMU HADITS DIRAYAH & RIWAYAH
Alquran dan
Sunnah merupakan sumber syariat Islam yang tidak dapat dipisah-pisahkan lagi,
karena umat Islam mustahil dapat memahami, apalagi mengamalkannya bila tidak
merujuk kepada keduanya.
Begitu pentingnya
keberadaan Sunnah disamping Alquran, maka kemurnian Sunnah tersebut harus
benar-benar terpelihara, agar fungsinya sebagai bayan (penjelas) Alquran dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Karena itu para
ulama telah berupaya menyusun suatu ilmu untuk menjaga keabadiannya. Ilmu ini
dapat memberikan gambaran tentang ketelitian mereka dalam meriwayatkan hadis
dan menetapkan berita, apakah datang dari Nabi atau yang lainnya, ilmu ini
disebut ilmu hadits.
Ilmu hadits
terbagi atas dua bagian besar, yaitu ilmu hadits riwayat dan ilmu hadis dirayah.
Ilmu Hadis Riwayah adalah suatu ilmu untuk mengetahui
cara-cara penukilan, pemeliharaan dan pendewanan sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi Muhammad saw, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun
persetujuannya.
Yang menjadi
maudhu’ (objek kajian) ilmu hadis riwayah adalah :
1.
Cara
periwayatan hadis, yang meliputi bagaimana cara penerimaan hadis dan
penyampaiannya kepada orang lain.
2.
Penulisan
atau pembukuan hadis.
Dengan demikian ilmu ini tidak
berkompeten membicarakan ke-tsiqah-an rawi, permasalahan sanad dan rukakah
(karancuan) matan hadis karena hal tersebut bukan merupakan objek kajian ilmu
hadis riwayah. Sedangkan faidah mempelajari ilmu ini ialah untuk menghindari
adanya kemungkinan salah kutip terhadap apa yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad saw.
Ulama pelopor dalam bidang ilmu ini
ialah Muhammad bin Syihab Az-zuhri (51-124 H), seorang imam dan ulama besar di
Hejaj dan Syam (Suriah), yang tercatat sebagai orang pertama yang menghimpun
hadis-hadis Nabi saw. atas perintah khalifah Umar bin Abdul Aziz (memerintah
99-102 H/717-720 M).
Ilmu Hadis
Dirayah
adalah ilmu tentang pokok-pokok dan kaidah-kaidah untuk mengetahui hal ihwal
sanad dan matan dari segi diterima dan ditolaknya.
Sasaran kajian ilmu ini adalah
keadaan matan, sanad dan rawi hadis. Diantara masalah yang menjadi bahasan ilmu
hadis dirayah adalah yang menyangkut pembagian hadis dari segi nilainya, yaitu
hadis sahih, hasan dan daif. Demikian juga masalah usia rawi ketika menerima
hadis, cara menerima dan menyampaikan hadis yang diriwayatkannya kepada orang
lain. Sedangkan kegunaannya adalah untuk mengetahui dan menetapkan maqbul
(diterima) dan mardud (ditolak)-nya suatu hadis.
Penelitian terhadap rawi untuk
mengetahui diterima atau ditolak riwayatnya meliputi penelitian tentang
keadaannya pada waktu menerima dan menyampaikan hadis kepada orang lain dan
sifat tercela atau adil yang dimilikinya serta pengetahuan tentang negeri,
keluarga, kelahiran dan wafatnya. Penelitian tentang hal ihwal marwi (yang
diriwayatkan/sanad dan matan) menyangkut syarat-syarat periwayatan ketika
menerima dan menyampaikan hadis kepada orang lain, bersambung atau terputus
sanadnya, pengetahuan tentang cacat-cacatnya dan hal-hal lain yang berkaitan
dengan diterima dan ditolaknya hadis tersebut. dan ilmu ini disebut juga
mushthalah hadits, ushulul hadits dan ilmu hadits.
Sejarah dan
Perintis Ilmu Dirayah
Ilmu dirayah menjadi alat bagi ilmu
riwayah. Walaupun ilmu dirayah telah menjadi pembahasan para ulama sejak abad
ke-2 H, namun ilmu ini belum tuntas dibahas secara khusus dalam sebuah kitab
tertentu. Baru pada awal abad ke-4, ilmu ini dibukukan dan dijadikan satu fan
ilmu yang berdiri sendiri, sejajar dengan ilmu-ilmu yang lain.
Yang pertama kali menyusun sebagai
aspek pembahasan ilmu dirayah itu ialah Ali bin Al Madini, guru imam
Al-Bukhari, sebagaimana juga dibahas oleh Al-Bukhari, Muslim dan At-Tirmidzi
pada berbagai pembahasan mereka dalam beberapa risalah terpisah, yang belum
tersusun secara berkaitan antara satu sama lainnya. Tetapi yang pertama kali
membahas masalah ini secara benar-benar ilmiah dengan menyatukan bab-bab dan
bahasan-bahasannya dalam satu karangan ialah Al-Qadhi Abu Muhammad
Ar-Ramahhurmuzi (w.360 H), dengan kitabnya berjudul “Al-Muhadditsul Fashil
bainar Rawi wal Wai’iy”, namun belum juga lengkap benar. Kemudian tampil
Al-Hakim Abu Abdullah An-Naisaburi (w.405 H), yang menulis buku Ma’rifat Ulumul
Hadits. Ini pun belum benar-benar cermat dan tertib. Maka diteruskan oleh Abu
Nu’aim Al-Asbahani (w.430 H), yang menyusun prinsip-prinsip penuturan atau
riwayat dalam buku yang dinamainya Al-Kifayah fi ilmir riwayah dan dalam buku
lain yang bernama Al-Jami’ liadabisy syaikh was sami’, yang didalamnya dibahas
secara rinci setiap cabang ilmu hadis dalam bagian-bagian yang tersendiri.
Kemudian muncul Al-Qadhii ‘Iyadh (w. 544 H), yang menulis kitab Al-Ilma’ ila
ma’rifati ushulil riwayah, yang dalam pembahasannya ia bersandar kepada karya
Al-Khatib. Ia diikiuti oleh tampilnya syaikh Ibnu Shalah (w. 642 H), ia menulis
buku yang terkenal dengan sebutan Muqaddimah Ibnu Shalah, yang ia diktekan
kepada muridnya di Madrasah Asyrafiyyah di Damaskus tanpa tata urut yang mantap,
namun merupakan kitab yang memuat berbagai hal yang terpancar dalam berbagai
buku para ulama sebelumnya. Karena itu orang bersandar kepada buku itu dan
banyak yang mencurahkan pikiran untuk mengkolaborasinya, baik dalam bentuk
puisi maupun prosa, seperti kitab Alfiyah karya Al-Iraqi dan syarahnya oleh
As-Skhawi, lalu kitab At-Taqrib karya An-Nawawi serta syarahnya Tadribur Rawi
oleh As-Suyuti, dan banyak lagi kitab-kitab lain dalam bidang yang sama. Kitab
Ibnu Shalah juga diringkaskan oleh Ibnu Katsir (w. 774 H) dalam kitabnya
Ikhtishar Ulumil Hadits, lalu bermunculan berbagai karangan dalam bidang ini,
yang paling terkenal ialah Alfiyah karya Al-‘Iraqi (w. 806 H) dan Nukhbatul
Fikar fi Mushthalahil Atsar oleh Ibnu Hajar, dan yang terakhir ialah kitab
Qawaidut Tahdits karya Al-Qasimi.
Cabang-cabang
Ilmu Mushthalah Hadits
Ilmu Mushthalah Hadits atau ilmu
dirayah terus berkembang menuju kesempurnaanya. Dalam perkembangan selanjutnya
muncullah beberapa cabang ilmu hadis yang mempunyai objek pembahasan yang lebih
spesifik yang berpangkal pada sanad, matan dan keduanya. Walaupun pembahasan
ilmu-ilmu ini lebih mengarah kepada suatu objek tertentu, tetapi saling
diperlukan dan erat hubungannya antara satu sama lain.
Cabang - cabang ilmu yang berkaitan
dengan sanad :
-
Ilmu
Rijalul Hadits
-
Ilmu
Thabaqatur Ruwat
-
Ilmu
Tarikhur Ruwat
-
Ilmu
Al-Jarh wat Ta’dil
Cabang – cabang
ilmu yang berkaitan dengan matan :
-
Ilmu
Gharibil Hadits
-
Ilmu
Asbabu Wurudil Hadits
-
Ilmu
Tawarikhul Mutun
-
Ilmu
Nasikh wal Mansukh
-
Ilmu
Talfiqil Hadits
Cabang – cabang
yang berpangkal pada sanad dan matan :
-
Ilmu
‘ilalul Hadits
Kajian – kajian
terhadap sanad dan matan pada hakikaktnya adalah kajian kritis dan telah muncul
sejak masa yang dini dari perkembangan hadis, baik itu dilakukan oleh para
sahabat, para penulis hadits, maupun ulama – ulama hadits yang datang kemudian.
Secara demikian, ilmu hadits memiliki peran yang sangat penting dalam menjamin
terpeliharanya keaslian hadits sejak penerimaan pertama dari Nabi saw. sampai
masa hadits dibukukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar