LEGALITAS
PHBI
Oleh:
Ust. Aminudin, M.Ag |
Dari
literature yang sempat saya baca memang tidak ditemukan landasan yang kuat dan
tegas yang memerintahkan untuk melakukan PHBI ( baca tahun baru hijrah, maulud
Nabi, Isra Miraj, nuzul al-Quran). Namun didapati dari literature tersebut mengapa
mereka terutama para ulama Syafi’iyah
berani melakukannya. Dan ternyata mereka melakukan hal itu bukan
terdorong oleh syahwat dan nafsunya, ternyata mereka terinspirasi oleh
pernyataan-pernyataan nash, al-Quran maupun Hadis.
Mereka
melakukan peringatan tersebut dengan
mengambil dalil dari nash yang bersifat umum yang secara tersirat di dalam nash yang bersifat umum itu menyuruh
untuk merayakannya. Dalil-dalil yang
dipergunakan sebagai dasar untuk melakukan hal itu antara laian :
(Yaitu)
orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang umi yang (namanya) mereka dapati
tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh
mereka mengerjakan yang makruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang
mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi
mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan
belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman
kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang
diturunkan kepadanya (Al Qur'an), mereka itulah orang-orang yang beruntung.
(Al-Araf: 157)
“Dari
ibn Abbas r.a. beliau berkata, bahwa sannya Rasulallah Saw. Ketika tiba di
Madinah beliau mendapati di sana orang Yahudi puasa pada hari Asyura. Maka Nabi
bertanya kepada mereka: Hari apakah yang kamu puasakan ini? Mereka menjawab:
ini hari besar di mana Allah telah membebaskan Musa dan kaumnya dan telah
mengkaramkan Firaun dan kaumnya, maka Musa berpuasa pada hari semacam in karena
bersyukur kepada Allah, dan kamipun mempuasakan pula. Lalu Rasulallah Saw.
Berkata: Kami lebih berhak dan lebih patut menghormati Musa dibandingkan kamu.
Maka Nabi berpuasa pada haru Asyura itu dan beliau menyuruh umat berpuasa pada hari itu.” (HR Muslim)
Menurut
Al-Hafizh Ibn Hajar al Asqalani, yang dikutip oleh KH. Sirajudddin Abas ,bahwa
dari hadits ini dapat dipetik hukum :
1. Umat
Islam boleh bahkan dianjurkan, agar memperingati hari-hari bersejarah,
hari-hari yang dianggap besar, semisal maulid Nabi.
2. Nabi
pun memperingati hari karamnya Firaun dan bebas Musa, dengan melakukan puasa
Asyura sebagai bersyukur atas hapusnya yang bathil dan tegaknya yang baik.
Jadi
sampai di sini PHBI merupakan product
baru yang sudah menjadi agenda mayoritas
kaum Muslimin Indonesia dari tingkat RT sampai Pemerintah Pusat. Ternyata memiliki landasan yang cukup kuat.
Untuk itu
mari kita lihat dan pahami pula Hadis berikut dari perspektif yang lain:
عن عا ءشة
(رض) قالت قال رسول الله (صعم) من احدث في امرنا هذا ماليس منه فهو رد
Diriwayatkan
dari Sayidatina Aisyah Ra. katanya, “Rasulallah Saw bersabda, Sesiapa yang
mengada-adakan sesuatu dalam urusan agama
yang bukan dari agama, maka dengan sendirinya ia akan tertolak .”
Hadis
di atas menjelaskan larangan membuat acara baru dalam urusan agama dalam
kondisi sebagai berikut:
Yang
bukan dari agama (yang tidak bersumber pada agama) (ما ليس منه )
Yang
bukan dari agama, yaitu suatu amal yang tidak ada hubungan dari sumbernya,
Maka sebaik apapun amal seseorang yang tidak ada hubungan dengan sumber ajaran Islam dan di luar jalur syariat, amalan tersebut adalah tertolak.
Maka sebaik apapun amal seseorang yang tidak ada hubungan dengan sumber ajaran Islam dan di luar jalur syariat, amalan tersebut adalah tertolak.
Lalu
bagaimana dengan PHBI, tentu hal ini tidak tertolak sebab masih bersumber pada
ajaran agama Islam.