Mendampingi Anak Merayakan Tahun Baru
Abdul Wahid |
Ada pebedaan mencolok dalam menghadapi pergantian tahun baru hijriyah dan masehi. Dalam pergantian tahun baru hijriyah,
walaupun ditetapkan pemerintah sebaga hari libur nasional,
masyarakat cenderung cuek. Tidak ada bunyi terompet di malamhari,
juga hiruk pikuk perayaaan dan kegiatan yang meriah.Yang ada adalah kegiatan di
tempat peribadatan, seperti masjid, mushala, dan majlis taklim yang
biasanya mengadakan acara keagamaan, itu pun bagi mereka yang
membolehkan kegiatan dalam konteks pergantian tahun hijriyah,
dan itupun tetap sepi pengunjung.
Memang, ini terjadi karena
label yang menempel pada tahun hijriyah adalah Islam, sehingga bagi sebagian orang
akan merasa risih dan takut dianggap ”soleh”
ketika mengajak sianak pada momen pergantian tahun baru hijriyah.
Hal ini sangat berbeda dengan perayaan
pergantian tahun baru Masehi. Bunyi terompet, saling mengucapkan selamat
menjadi ciri khas momen ini. Sebagian masyarakat juga mengagendakan berbagai
acara untuk menghadapi pergantian tahun baru. Ada yang sudah merencanakan jauh-jauh
hari, mau tahun baruan di mana, acara
apa yang akan dilakukan dan lain sebagainya.
Program acara di televisipun menyuguhkan tayangan
yang berbeda dan menarik, sehingga pemirsa tertarik untuk menontonnya dengan
rela untuk begadang sampai lewat tengah malam.
Untuk anak-anak kita yang remaja, momen
pergantian tahun baru biasanya bertepatan dengan libur sekolah, hal ini semakin
menjadi saat yang ”tepat” untuk tahun baruan, karena mereka merasa tidak akan
mengganggu kegiatan belajar di sekolah.
Biasanya, sebagian remaja mengadakan kegiatan
yang bersifat hura-hura dan hedonistik, bahkan cenderung maksiat, mulai dari
nonton bareng, pesta-pesta, konvoi di jalanan dan sejenisnya, yang
penting mereka melewati malam pergantian tahun dengan hal-hal yang membuat
senang.
Sesungguhnya, acara tahun baruan atau apapun
namanya dalam kontek pergantian tahun adalah sesuatu yang boleh-boleh saja
dilakukan sepanjang dalam pelaksanaannya tidak melakukan yang dilarang oleh
aturan, norma agama dan adat istiadat.
Inilah yang
menjadi persoalan kita bersama. Anak-anak kita yang notabene sedang dalam masa pertumbuhan secara fisik dan perkembangan psikis sangat rentan dengan persoalan-persoalan ini. Dalam benak mereka hanyalah main-main,
hura-hura, foya-foya, dan lain sejenisnya. Yang penting senang dan terpuaskan emosi keremajaannya.
Fakta yang
membuat kita merasa miris adalah hasil survey BKKBN beberapa tahun yang
lalu menunjukan bahwa sekitar lima puluh persen pelajar usia SMP di Jabodetabek pernah melakukan
sex pranikah (zina). Inipun kemungkinan tidak jauh berbeda dengan Kota Bandung yang
kita cintai. Mereka melakukan
hal tersebut biasanya ketika ada momen. Momen yang sering jadiajang tersebut
adalah ulang tahun, valentineday,
waktu jadian pacaran, tahun baruan, dan sejenisnya.
Pertanyaannya adalah bagaimana kita selaku orang
tua dapat memberikan pembimbingan dan pendampingan kepada mereka. Beberapa hal
yang dapat dilakukan oleh orang tua, guru, dan masyarakat secara adalah;
Petama, tanamkan pemahaman bahwa pergantian
tahun merupakan sesuatu yang alamiah sebagaimana bergantinya hari, minggu dan
bulan, sehingga kita rayakan ataupun tidak, pasti akan terjadi. Tidak perlu
merasa ketinggalan zaman ketika tidak
melakukan kegiatan yang bersifat hiburan dan senang-senang.
Kedua, adakan kegiatan positif sebagai
alternatif untuk menghindari kegiatan yang kurang baik. Ini merupakan upaya pengalihan
kegiatan. Keluarga bisa mengadakan kegiatan di rumah yang menarik. Serahkan
bentuk kegiatan pada mereka. Idenya berasal dari anak-anak kita. Yang
pentinganak-anaktidakkeluyurankeluarrumahpadamalamitu.
Ketiga,
beri penjelasan dengan benar, akibat buruk perilaku menyimpang yang dilakukan remaja.
Tentu penjelasan yang
diberikan bersifat persuasif dan mengakomodasi perkembangan psikisnya. Tanpa harus mendikte dan
”khutbah” di depananak-anak. Bisa sambil nonton tv, makan malam atau suasana lainnya.
Dan keempat,
jelaskan kepada mereka, bahwa yang harus dilakukan adalah evaluasi diri (muhasabah),
mencoba untuk merenungkan perbuatan-perbuatan yang selama ini dilakukan.
Apakah lebih banyak yang baiknya ataukah yang jeleknya. Lebih banyak pahala ataukah dosa
yang dilakukan. Dengan kesadaran ini, maka, ketika memasuki tahun baru diharapkan akan mendapatkan sesuatu
yang baru, semangat baru dan prestasi baru.
Hal-hal tersebut di
atas bisa dijadikan sebagai upaya kita dalam meningkatkan kualitas generasi muda. Kesadaran
orang tua, lembaga pendidikan,
dan masyarakat untuk aktif dalam membimbing remaja adalah kunci untuk menghambat dampak negatif dari perkembangan teknologi informasi.
Semoga dengan pergantian tahun dapat menumbuhkan semangat baru dalam berkarya dan berprestasi. Selamat tahun baru
2014 M!
sepakat ustad...semoga kita diberikan kemampuan untuk memberi tauladan yang baik untuk anak-anak kita, karena ternyata tauladan lah yang merupakan guru yang terbaik
BalasHapus