CARA RASUL MEMPERLAKUKAN ANAK-ANAK
Oleh :
Abdul Wahid
Andrias harifa dalam bukunya yang
berjudul “Menjadi Manusia Pembelajar”, berpendapat; “Kanak-kanak memiliki pengetahuan
yang amat terbatas hampir dalam segala hal, baik tentang dirinya, orang lain,
alam semesta, apalagi tentang Sang
Khalik. Kanak-kanak juga belum mampu untuk menentukan sikap,
apakah harus positif atau negatif, kritis atau nrimo, terhadap hampir semua hal
yang terjadi di lingkungan sekitarnya.”
Anggapan ini menunjukan bahwa masa kanak-kanak merupakan masa dimana proses pembelajaran harus menjadi prioritas.
Ibarat kertas, maka anak-anak kita adalah kertas putih yang bersih, yang
belum ditulis siapapun, sehingga lingkungan diluar dirinya, terutama orang tuanya
yang akan memberikan pengaruh besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak,
baik dari segi fisik, psikis, mental dan ruhaninya.
Islam, sebagaimana yang
diajarkan dan diteladankan oleh Rasulullah SAW, menyuruh umatnya agar memperlakukan dan mendidik anak dengan sebaik mungkin.
Mendidik dengan penuh kesungguhan, dengan hati dan keteladanan. Dalam pandangan Rasul,
anak adalah calon manusia dewasa yang telah memiliki hati, perasaan, harga diri yang
sama dengan manusia dewasa, dan telah memiliki hak-hak tertentu. Berikut adalah cara Nabi
Muhammad dalam memperlakukan dan mendidik anak-anak.
1.
Tidak membedakan perlakuan antara anak kecil dan
orang dewasa
Ketika Nabi membagi madu kepada orang
dewasa dan di situ ada anak kecil, maka Rasul memberi jatah juga pada anak tersebut. Nabi pernah bersabda,
“Siapa yang mempunyai anak, hendaklah dia ‘menjadi anak’ pula (yakni memahami,
bersahabat, dan menjadi teman bermain anaknya).”
2. Tidak membedakan perlakuan antara anak laki-laki dan perempuan
Pernah suatu ketika ada seorang laki-laki duduk
di sebelah Nabi, hingga kemudian anak laki-lakinya datang dan duduk di pangkuannya. Tak
lama kemudian, datanglah anak perempuannya, tetapi laki-laki itu tidak memangkunya. Melihat kejadian ini,
kemudian Nabi bersabda, “Mengapa engkau tidak menyamakan keduanya?” Hal
ini menunjukan bahwa kita harus memperlakukan sama antara anak laki-laki dan anak perempuan
3. Memperlakukan anak dengan penuh kelembutan dan kasih sayang
Ketika ada anak seorang sahabat yang buang
air kecil di gendongan Beliau dan ibu anak tersebut membentaknya, Rasul menegur dengan mengatakan bahwa
air kencing bisa dicuci sedangkan sakit hati anak susah diobati.
Beliau tidak mengganggu anak-anak yang sedang bermain,
bahkan pernah menonton anak-anak yang sedang bermain dengan penuh senanghati. Rasul pun
tidak mengganggu boneka Siti Aisyah yang dinikahinya ketika masih kecil.
Rasulullah mendidik anak dengan penuh kasih sayang,
kehangatan, penuh perhatian dan tanggungjawab. Beliau bersabda, “Alzimuauladakum” yang artinya
“Dekatianak-anakmu!” Beliau sering menggendong anak sahabat yang
dibawa berkunjung kerumahnya. Beliau juga memangku Hasan di atas paha yang
satu dan memangku anak sahabat di atas paha lainnya kemudian memeluk mereka berdua.
Beliau tidak melakukan sesuatu yang
membahayakan anak. Walau sedang shalat, beliau tidak bangkit dari sujud karena cucunya sedang duduk
di pundaknya. Beliaupun kerap menyuruh untuk mencium dan mengusap kepala anak.
4. Mendidik anak dengan ketegasan yang didasari cinta
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Nabi memerintahkan
agar orangtua memerintahkan shalat kepada anaknya sejak umur tujuh tahun. Kemudian,
jika pada usia sepuluh tahun anak tidak shalat, maka Nabi memerintahkan
orangtua untuk memukul mereka.
Perintah beliau untuk memukul anak yang
tidak mau shalat pada usia sepuluh tahun bukanlah perintah untuk melakukan kekerasan.
Pukulan yang dilakukan adalah dharbanrafiiqan,
pukulan yang disertai rasa kasih sayang,
bukan pukulan sebagai luapan kemarahan. Pukulan itu tidak boleh mengenai wajah (falyajtanibal-wajha)
atau anggota tubuh yang vital. Pukulan itu juga tidak boleh menimbulkan bekas (dharbanghairamubarrih).
Nabi Saw. bersabda,
“Gunakanlah cinta dan kasih sayang dalam mendidik dan membina,
dan jangan menggunakan kekejaman. Sebab, seorang penasihat yang
bijak adalah lebih baik ketimbang seorang yang kejam.”
5. Tidak memanjakannya dengan berbagai fasilitias
Nabi tidak menganjurkan untuk memanjakan anak. Fathimah,
putri Nabi, melakukan semua pekerjaan rumahtangga, seperti menyapu rumah,
membuat tepung dan memanggang roti, serta mengambil air
dari sumur. Semua perkerjaan ini membuat warna kulitnya gelap dan tangannya kasar.
Ketika Fatimah
menemui Nabi untuk meminta seorang pembantu, beliau bersabda, “Orang-orang Suffah sangat miskin dan lebih membutuhkan bantuan dari pada Engkau. Akan
kuajarkan kepada mu tentang suatu hal yang
lebih baik dari pada memiliki seorang pembantu. Apabila Engkau pergi tidur, bertasbihlah sebanyak tiga puluh tiga kali, bertahmid sebanyak tiga puluh tiga kali, dan bertakbirlah sebanyak tiga pulu hempat
kali.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar