SHAUM ARAFAH
oleh :
Bp. Aris Saptiono
مَاضِيَةً سَنَةً يُكَفِّرُ عَاشُوراَءَ
وَصَوْمُ وَمُسْتَقْبِلَةً مَاضِيَةً سَنَتَيْنِ يُكَفِّرُ عَرَفَةَ يَوْمِ صَوْمُ:
وَسَلَّمَ اللَّه عَلَيْهِ اللهِ صَلَّى رَسُولُ قَالَ : قَالَ قَتَادَةَ أَبِي عَنْ
Dari Qatadah ia berkata :
“Rasululllah saw. bersabda, ‘Saum hari Arafah akan menghapus (dosa) dua tahun; yaitu
tahun lalu dan yang akan datang... H.r.
Al-Jamaah, Kecuali Bukhari dan At-Tirmidzi, Nailul Authar, IV:306 no. 1704
Syarah Mufradat
1.
Hari
Arafah
adalah nama hari yang jatuh pada tanggal 9 Dzulhijjah. Dinamai demikian karena
ada kaitannya dengan kegiatan orang-orang beribadah haji yang sedang wukuf di
Arafah. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Syakh Manshur ali Nashif;
Hari arafah adalah hari yang kesembilan bulan
dzulhijjah. Diberi nama demikian karena orang-orang yang sedang menunaikan
ibadah haji sedang wukuf pada hari itu di Arafah; yaitu tempat yang telah
dikenal dalam ibadah haji. At-Taaj,
II:95
2.
Menghapus
dosa, Imam An-Nawawi menyatakan :
Mereka (para ulama) berkata, “yang dimaksud dengan
dosa-dosa adalah dosa-dosa yang kecil, jika tidak ada dosa-dosa yang kecil,
diharapkan mengurangi dosa-dosa yang besar. Kemudian jika tidak ada maka akan
diangkat derajatnya.” Tuhfatul Ahwadzi,
III;377
3.
Dua
Tahun, yaitu tahun yang lalu dan yang akan
datang.
Saum tersebut
dapat menghapus dosa yang telah lalu, hal itu dapat dipahami, karena dosanya
telah ada (dilakukan). Akan tetapi menghapus dosa yang akan datang yang belum
kita lakukan, maka bagaimana bisa menghapus apabila dosanya pun belum ada. Hal
ini sepintas seperti terasa rancu.
Imam Muhammad bin Ali Muhammad Asy-Syaukani
menyatakan :
“Dan sungguh penghapusan (dosa) yang tahun akan datang
telah dianggap musykil (sulit dipahami), karena menghapus adalah berarti
manutupi dan hal itu tidak akan ada melainkan bagi sesuatu yang telah terjadi.
Akan tetapi hal tersebut telah dijawab, yaitu bahwa yang dimaksud adalah akan
menghapus setelah terjadi dosa atau Allah swt akan menjaganya sehingga ia tidak
akan melakukan dosa padanya”. Nailul
Authar,IV;308
Pada
hadis diatas, Rasulullah saw. men-targhib
(memberikan semangat) kepada umatnya agar menunaikan saum yang hukumnya sunat
tersebut dengan menerangkan pahalanya, yaitu dapat menghapus dosa tahun yang
lalu dan yang akan datang. Bahkan pada lanjutan hadis diatas, Beliau menerangkan
tentang saum Asyura’ (10 Muharam) yang pahalanya akan menghapus dosa yang telah
lalu.
Imam
Ash-Shan’ani menjelaskan; Hadis itu
menunjukkan bahwa Saum Arafah lebih utama dari pada saum Asyura’. Subulussalam,II;336
Syarah Hadis
Hadis
diatas secara mutlak menerangkan tentang sunatnya saum Arafah bagi seluruh umat
Nabi Muhammad saw. baik yang sedang menunaikan ibadah haji (sedang wukuf di
Arafah) ataupun tidak. Sehingga para sahabat ketika sedang melakukan wukuf di
Arafah, mereka telah berbeda pendapat tentang Rasulullah saw. apakah beliau
saum atau tidak pada saat itu? Hal ini sebagaimana hadis :
“Dari maemunah ra.
sesungguhnya orang-orang telah ragu terhadap Nabi saw. pada hari (beliau sedang
wukuf) di Arafah. Kemudian aku mengutus kepadanya dengan membawa bejana (alat
untuk memerah susu) sedangkan beliau sedang berdiri di tempat itu. Kemudian
beliau meminum (susu) daripadanya, sedangkan orang-orang melihatnya.” Sahih Bukhari, I;414 no. 1989
Dengan
peristiwa itu, maka seluruh sahabat mendapat kejelasan tentang amal beliau.
Ibnu Umar ra. pernah ditanya
tentang saum ketika sedang wukuf di Arafah, ia menjawab : “Aku menunaikan
ibadah haji bersama Rasulullah saw. maka beliau tidak saum, bersama Abu Bakar,
maka ia pun tidak saum, bersama Umar, maka ia pun tidak saum, dan bersama
Utsman, maka ia pun tidak saum. Kemudian aku pun tidak melakukannya, aku tidak
menyuruhnya dan tidak melarangnya, Abu Isa berkata: “ini adalah hadis Hasan”. Tuhfatul Ahwadzi, III;379.
Dengan
demikian, dapatlah kita simpulkan bahwa sunat hukumnya saum Arafah bagi orang
yang sedang tidak menunaikan ibadah haji. Sedangkan bagi yang sedang menunaikan
ibadah haji (sedang wukuf di Arafah), maka tidak saum itu merupakan sunah
Rasulullah saw. dan Khulafaur Rasyidin.
Wallahu ‘alam
Mohon maaf tulisan (arab) pada hadits tersebut redaksinya tidak beraturan..
BalasHapuskiranya mohon maklum terkait softwarenya yang berbeda, untuk revisi akan dilampirkan kemudian..
Nuhun