MEMAKNAIIDUL
QURBAN
oleh:
Abdul Wahid
Idul adha atau idul qurban merupakan satu dari dua hari raya
(selain idul fitri) dalam Islam yang memiliki nilai tinggi bagi spiritualitas umat
Islam. Disebut idul qurban karena di dalamnya ada prosesi penyembelihan hewan qurban,
sebagaimana yang diteladankan oleh Nabi Ibrahim a.s. beserta Ismail a.s,
Selainteladan Ibrahim dan Ismail,
perintah qurban juga merupakan teladan dari anak-anak Nabi Adam a.s. Dalamsyari’at
Islam selanjutnyaqurbandijadikansebagaisalahsatuibadah yang
sangatdianjurkanbagimereka yang memilikikemampuanuntukmelaksanakannya.
Dalamhalhukumqurban, paraulamaterbagidalamduapendapat. Pertama, qurbanhukumnyawajibbagi orang
yang berkelapangan.Diantaradalilnyaadalahhadits Abu Hurairah yang
menyatakanbahwaRasulullahSAWbersabda, “Barangsiapa yang berkelapangan
(harta) namuntidakmauberqurbanmakajangansekali-kali mendekatitempatshalat
kami.”(HR. IbnuMajah)
Kedua, qurbanhukumnyasunnahmu’akkadah (sangatdianjurkan).
Iniadalahpendapatmayoritasulama. Merekaberdalildenganriwayat dari Abu
Mas’udr.a. bahwa Nabi bersabda; “Sesungguhnyaakusedangtidak akan berqurban,
padahalakuadalah orang yang berkelapangan.
Itukulakukankarenaakukhawatirkalau-kalauumatkumengiraqurbanituadalahwajibbagiku.”
(HR. AbdurRazzaq dan Baihaqi).
Sebagaimana
zakat, qurbanjugamemilikidimensisosial yang sangatkuat.
Denganpenyembelihanhewanqurban, ada pemerataanekonomiumat dan interaksisosial.
Fakir miskin dan kaumdhu’afalainnya
yang jarangsekalimakandaging, bahkan mungkintidakpernah,
makadenganqurbaninimerekaikutmerasakannikmatnyamakandaging. Para
peternakkeciljugaikutmerasakanuntung dari peristiwaidulqurbanini,
karenaadanyapeningkatanpermintaanhewanternakuntukdijadikanhewanqurban.
Qurban
sebagaimana dicontohkan oleh Nabin Ibrahim a.s. dan Ismail a.s. sesungguhnya
bukanlah semata-mata proses menyembelih hewan semata. Di dalamnya seolah ingin
diungkapkan bahwa kita harus menjadi umat yang memberi bukan umat yang meminta.
Umat yang optimis dan berinisiatif, bukan yang pesismis dan lemah kreatifitas.
Ada nilai-nilai
luhur yang sengaja Allah SWT. agendakan bagi umat manusia khususnya umat Islam
untuk dijadikan sebagai acuan dalam
hidup yang terdapat dalam perintah qurbanini.
Paling tidak
ada tiga nilai luhur yang dapat diambil dari peristiwa qurban ini. Pertama,taqarubilallah,
yaitu merasa dekat dengan Allah SWT. Kesediaan seorang muslim untuk
mengorbankan hartanya dalam bentuk hewan qurban akan semakin mendekatkan diri
yang bersangkutan dengan Allah SWT., sebagaimana Nabi Ibrahim a.s, yang rela
untuk menyembelih putra tercintanya, Ismail a.s., karena ingin
mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Peristiwa ini
Allah ungkapkan dalam Q.S. as-Shofaat (37) ayat 100-107, walaupun pada
akhirnya Ismail digantikan dengan perintah untuk menyembelih seekor domba,
sebagaimana yang dilakukan umat Islam
sekarang ini. Taqorrubilallah hanya bisa dicapai dengan menjalankan
segala apa yang Allah perintahkan dan meninggalkan
seluruh larangan-Nya. Dengan cara demikian, komunikasi
kita dengan al-Khalik semakin dekat dan erat.
Orang yang
sudah merasa dekat dengan seseorang maka ia akan rela untuk mengorbankan apa
yang dimilikinya. Begitupun seorang hamba yang sudah merasa dekat dengan
Tuhannya, maka apapun yang diperintahkan Tuhan akan ia laksanakan, termasuk
ketika harus merelakan sebagian hartanya untuk diberikan kepada orang lain. Ia
merasa bahwa harta dan pengorbanan yang ia keluarkan tidak ada nilainya sama
sekali dengan kenikmatan perasaan dekat dengan Allah SWT.
Kedua, tho’atillah,ketaatan
(loyalitas) kepada Allah.Ketika seorang hamba rela untuk mengorbankan hartanya
karena perintah Tuhannya, maka sejatinya itu merupakan bentuk ketaatan yang
paripurna. Secara matematis tentu hartanya akan berkurang, tetapi karena
ketaatan kepada Tuhan, maka apapun ia lakukan. Inilah yang dicontohkan oleh
Nabi Ibrahim a.s.
Menanti
bepuluh-puluh tahun kedatangan seorang anak yang dicintai, tentu membutuhkan
kesabaran yang luar biasa. Setelah lahir
anak laki-laki yang saleh, kemudian Allah justru menyuruh untuk
menyembelihnya. Inilah cobaan yang sangat berat bagi seorang ayah, tetapi
Ibrahim berhasil mengalahkan kecintaan-kecintaan yang bersifat dunia demi
ketaatan dan kecintaannya kepada Allah SWT.
Akhirnya
sejarah membuktikan, ternyata Allah hanya menguji Ibrahim, sejauhmana
kecintaannya kepada dunia ini mengalahkan kecintaan dan ketaatan kepada Allah
SWT., dan Ibrahim lulus sehingga mendapat predikat khalilullah (kekasih
Allah).
Ketiga,
nilai sosial kemanusiaan. Praktik membagi-bagikan daging qurban kepada fakir
miskin dan kaum dhu’afa lainnya yang disyariatkan Islam merupakan bentuk
kepedulian terhadap orang yang tidak mampu. Islam menegaskan bahwa ada hak kaum
dhu’afa dalam harta yang kita miliki, sehingga harus dibayarkan,
diantaranya adalah dengan menyembelih hewan qurban yang dagingnya
dibagikan kepada fakir, miskin dan kaum
dhuafa yang lainnya.
Nilai-nilai qurbantersebut
sangat relevan sekarang ini, ketika bangsa ini tengah berada dalam kondisi
sosial ekonomi yang kurang baik. Nilai qurban ini bukan hanya saat momentun idulqurban saja, akan tetapi sudah
selayaknya untuk diaplikasikan dalam keseharian diluar idul adha.
Semoga
dengan peristiwa idulqurban tahun ini
kita mampu untuk mengambil hikmah didalamnya sehingga dapat lebih meningkatkan ibadah
dan semangat sosial kemanusiaan kita di tengah suasana bangsa yang sedang ditimpa banyak persoalan.