Aris Saptiono |
SABAR MENGHADAPI MUSIBAH
"Dan
sesungguhnya Kami akan menguji kalian dengan sebagian dari ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berilah kabar gembira
mereka yang sabar. Yaitu yang apabila kena kepada mereka satu musibah, mereka
berkata, “Sesungguhnya kami milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nya lah kami
akan kembali. Kepada mereka akan turun karuni-karunia dan rahmat dari Tuhan
mereka dan merekalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” Q.S. Al Baqarah : 155-157
Tafsir
Mufradat
Ashshabru adalah
menahan diri dalam kesempitan berdasarkan pertimbangan akal, syariat atau
keduanya. Sabar memiliki makna yang luas dan nama yang berbeda bergantung
kepada kejadiannya. Jika menahan diri karena satu musibah dinamakan Ashshabru sebaliknya Aljazau’ (putus asa). Jika dalam
peperangan dinamakan Asysyajaa’atu
(pemberani) sebaliknya Aljubnu
(penakut). Jika ditimpa kegelisahan dinamakan Rahbush shadri (lapang
dada) sebaliknya Adhdhajru (gelisah).
Dan jika dalam menjaga ucapan dinamakan Almadzalu
(merahasiakan) sebaliknya AlKatmaanu
(membuka rahasia). Allah swt. menamakan semua itu sebagai suatu kesabaran. Ar
Raghib : 281
Almushiibatu adalah sesuatu yang menimpa
seorang hamba sekecil apapun bentuk dan sifatnya. Al Qurtubi,II:175
Tafsir
Ayat
Setiap peristiwa yang menimpa baik
senang ataupun susah, bergantung kepada siapa yang menerimanya. Jika yang
tertimpa itu kaum mukminin maka dinamakan ujian. Diuji dengan keadaan sehat,
senang dan untung, apakah syukur atau kufur? Serta diuji terbukti dengan
keadaan susah, sakit dan rugi, apakah sabar atau putus asa? Ujian yang paling
berat adalah kesenangan, dengan ujian ini banyak yang gagal. Sedangkan ujian
dengan penderitaan banyak yang sabar serta sadar, bahkan sering melahirkan
banyak cita-cita.
Adapun jika yang tertimpa itu kafir
atau pendurhaka, hal itu bukan ujian melainkan azab atau laknat. Diberi keadaan
sehat, senang dan untung, laknat atau istidraj-lah
namanya. Diberi keadaan susah, sakit dan rugi, azab disebutnya.
Ayat diatas dan beberapa ayat semisal
pada tempat lainnya, merupakan gambaran sebagian ujian dari Allah swt. terhadap
hamba-hambaNya yang mukmin. Apabila mereka sabar dalam menghadapinya, maka
layak mendapat pahala dari Allah swt. atas kesabarannya, apabila mereka malah
putus asa ketika menjalaninya, maka pantaslah ia mendapat murka-Nya.
Pada ayat diatas juga (Q.S. Al Baqarah : 155) terkandung satu
isyarat bahwa seorang yang telah mengaku beriman, tidak lantas terjamin akan
selalu diluaskan rezekinya, dimudahkan kehidupannya, dan dihilangkan segala rasa
ketakutannya. Agama Islam adalah agama fitrah. Segala sesuatu akan berjalan
sesuai dengan sunnatullah yang telah digariskan, ujian berupa kesenangan dan
kesusahan akan terjadi berdasar
hukum sebab akibat (kausalitas). Maka mukmin sejati akan sabar ketika
menghadapi kesusahan dan selalu bersyukur ketika menjalani kesenangan. Al
Maraghi, II:24
Allah swt. dalam menguji
hamba-hambaNya baik dengan kesenangan ataupun kesusahan, seperti dengan rasa
takut, kelaparan, kehilangan harta, jiwa dan hasil panen, ia berkehendak
menigkatkan derajat mereka. Sebab bagaimana mungkin derajat seorang hamba
bertambah mulia tanpa menempuh ujian terlebih dahulu. Hamba yang lulus ketika
diuji dengan satu ujian derajatnya akan dumuliakan, sedangkan hamba yang tidak
lulus derajatnya akan dihinakan.
Imam Al Qurtubi (II:174) membagi
sabar kepada dua bagian :
Sabar dalam menjauhi maksiat kepada
Allah orangnya dinamakan Mujahid. Dan
sabar dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah, orangnya dinamakan ‘Abid. Jika
kedua sifat ini sudah bersatu pada diri seorang hamba, Allah swt. Akan mewarisi rasa rida didalam
hatinya terhadap semua yang ditetapkan Allah baginya. Dan tanda keridaan itu
adalah sakinahnya hati terhadap semua yang menimpa dirinya baik disukai ataupun
dibenci.
Pada ayat selanjutnya (Q.S. Al Baqarah:156) Allah swt.
menerangkan sifat orang yang sabar, yaitu mereka yang apabila ditimpa satu
musibah, berkata, “Inna lillahi wa inna
ilaihi raji’un” (sesungguhnya kami ini milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nya lah kami akan kembali)
Ucapan “Inna Lillahi” merupakan satu pengakuan terhadap penghambaan diri
kepada Allah swt. dan pengakuan terhdap sifat kepemilikan-Nya. Dan ucapan wa inna ilaihi raji’un adalah satu
pengakuan terhadap kefanaan diri dan kebangkitan setelah mati, serta merupakan
satu keyakinan bahwa segala sesuatu tanpa terkecuali tempat kembalinya itu
hanya kepada Allah swt. Al Maraghi, II: 25
Jadi, orang yang sabar ialah orang
yang ketika menghadapi satu musibah, dengan penuh kesadaran dan keikhlasan
mengucapkan kalimat istirja, yakni mengakui
bahwa jangankan harta yang hilang, jabatan yang tertanggal, keluarga yang
meninggal serta cita-cita yang tidak terlaksanakan, diri kami pun milik Allah.
Bila Allah menghendaki untuk mengambilnya maka kami akan rela dan tidak akan mempertahankannya.
Dan orang yang sabar itu meyakini bahwa tidak ada satu pun yang kekal didunia
ini, termasuk dirinya sendiri. Semuanya akan kembali kepada Allah swt. jika
orang lain sekarang mungkin ia besok atau lusa.
Dalam hadits riwayat Ad Dailami, Siti
‘Aisyah menceritakan bahwa Rasulullah saw. pernah datang dan ibu jari kakinya
tertusuk duri, maka ia ber-istirja
dan mengusap-usapnya. Ketika aku mendengar istirja
Rasul aku mendekati dan melihatnya. Ternyata hanya luka kecil dan aku pun
menertawakannya, Kataku,”Ya Rasulullah,
demi Allah, apakah harus ber-istirja hanya karena tertusuk duri sekecil ini?”
Beliau tersenyum dan menepuk-nepuk pundakku. Sabdanya :
“Ya
‘Aisyah (ingatlah) sesungguhnya Allah Azza wa Jalla, apabila Ia berkehendak
menjadikan sesuatu yang kecil menjadi besar, maka akan terjadi dan sebaliknya
apabila Ia berkehendak menjadikan sesuatu yang besar menjadi kecil, itu pun
akan terjadi”. Ad Durrul Mantsur, I:381
Dari riwayat diatas terlihat,
bagaimana Rasulullah saw. memaknai satu musibah yang tidak mengenakkan,
menyakitkan serta menimpa seorang hamba sekecil apa pun termasuk hanya tertusuk
duri adalah musibah dan harus dihadapi dengan kesabaran, kesadaran dan
keikhlasan akan terlahir kalimat istirja.
Pada riwayat tersebut juga Rasulullah
saw. mengajarkan, jangan sekali-kali perkara yang kecil itu dianggap sepele dan
tidak ada artinya. Sebab terkadang sesuatu yang besar dan tidak terperhitungkan
itu justru berasal dari masalah-masalah kecil yang tidak terperhitungkan.
Selebih dari itu, ketika memahami
makna musibah pada ayat diatas, Hasan Al-Bisri pernah berkata,
Apabila
engkau ketinggalan salat berjamaah hendaklah ber-istirja, karena itu merupakan
satu musibah. H.R. Abd bin Humaid
Dari perkataan ini, kelihatannya
Hasan Al-Bisri ingin menanamkan satu pengertian bahwa yang namanya musibah itu
bukan hanya dikenai sesuatu yang tidak mengenakkan dan dibenci saja, tapi
ketinggalan dalam beramal saleh pun hendaknya dirasakan sebagai satu musibah.
Dan hendaknya kaum mukminin merasa terkondisikan pada pemahaman seperti itu.
Setelah menerangkan sifat orang yang
sabar, pada ayat selanjutnya (Q.S. Al Baqarah:157) Allah swt. menjanjikan bagi
hamba-hambaNya yang sabar ketika menghadapi musibah. Bagi mereka akan mendapat salawat dari Tuhan mereka, yakni pahala
atas kesabarannya, demikian pula limpahan rahmat, penggantian yang lebih dan
mereka diberi petunjuk kepada kebahagian akhirat yang abadi.
Umar bin Khattab pernah berkata,
“Ayat ini adalah sebagus-bagus bekal dan sebagus-bagus tambahan. Ayat kepada mereka itulah akan turun salawat dan
rahmat dari Tuhan mereka, ini adalah perbekalan dan ayat waulaika humul muhtadun inilah
tambahannya. H.R. Al-Hakim
Wallahu a’lam bish-shawab.
Aris saptiono
Griya
Mitra A4/21 Ds.Cinunuk Kec. Cileunyi 08179281752
Tidak ada komentar:
Posting Komentar