Abdul Wahid |
RUMAHKU
SURGAKU
(INDIKATOR
KELUARGA SAKINAH)
Oleh
: Abdul Wahid
“Rumahku
Surgaku”, inilah ungkapan sederhana
rasul ketika menjelaskan kondisi keluarganya. Dengan kondisi keluarga
beliau yang penuh dengan kesederhanaan, ternyata beliau tetap berucap bahwa
rumahku adalah surgaku. Pertanyaannya adalah mengapa rasul mampu untuk itu?
Maka jawabannya adalah karena rasul mencintai pasangan hidup dan semua anggota
keluarganya.
Cinta
seorang suami kepada istrinya, dan sebaliknya, merupakan bibit yang harus ditumbuhkembangkan
dalam membina rumah tangga. Apapun kondisi keluarga yang dihadapi. Sebagaimana keimanan, maka rasa cinta juga
mengalami fluktuatif (naik dan turun). Antara cinta dan iman merupakan
sesuatu yang tidak berbeda. Keduanya merupakan bahasa hati dan jiwa yang
dimiliki manusia. Iman merupakan ungkapan jiwa manusia terhadap keberadaan
tuhannya, sedangkan cinta dalam pengertian secara khusus merupakan ungkapan
jiwa untuk sesamanya. Dalam arti yang lebih luas, pendefinisian cinta ini akan
merambah kemana-mana, akan tetapi dalam tulisan ini dibatasi pada hubungan
sesama manusia.
Dalam
kehidupan rumah tangga, seorang suami yang mencintai istri dan anak-anaknya
juga mengalami hal yang sama, yaitu naik dan turun. Uangkapan di atas mungkin
dapat diralat menjadi, cinta seorang suami kepada istrinya dan juga sebaliknya
akan mengalami fluktuasi. Kenapa penulis kemudian menghilangkan unsur anak?
Maka jawabannya adalah karena orang tua mustahil untuk tidak mencintai anaknya.
Kenapa kita
sering mendengar berita ada orang tua yang menganiaya anaknya? Itu barangkali
kejadian yang sifatnya sangat sangat kecil persentasenya, atau mungkin orang
tua yang melakukannya adalah mereka yang tergolong ke dalam kelompok orang tua
yang punya gangguan jiwa.
Kembali pada
naik turunnya cinta seorang suami kepada istrinya dan istri kepada suaminya.
Seorang suami dan istri merupakan pasangan yang berasal dari keluarga dan latar
belakang yang sangat berbeda. Hal ini menyebabkan mereka mempunyai karakter dan
kebiasaan yang berlainan pula. Tekad untuk membentuk sebuah keluarga yang
harmonis atau sakinahlah yang menjadi bibit cinta mereka.
Namanya juga
bibit, maka ia akan tumbuh berkembang menjadi besar dan berbuah atau sebaliknya
ia kering dan akhirnya mati. Faktor yang mempengaruhinya adalah sejauh mana
pemeliharaan dari sang empunya bibit tersebut, apabila ia siram tiap hari dan
dikasih pupuk, maka insya Allah akan tumbuh subur dan menghasilkan buah yang
diinginkan, akan tetapi jika yang empunya lalai untuk menyiram dan memberi pupuk
maka bibit akan kering dan mati.
Seorang
suami dan istri jika ingin mendapatkan sebuah cinta diantara mereka yang
harmonis, maka yang harus dilakukan adalah “menyiram” dan “memupuk” bibit cinta
yang telah ada. Ada beberapa hal yang patut dilakukan dalam rangka menumbuh
kembangkan cinta yang telah ada, dan ini nantinya akan berimplikasi pada
kesehatan mental suami istri tersebut, yaitu:
- Merasa Amanah
Ikatan suami istri yang terjalin harus
diyakini oleh keduanya sebagai sebuah amanah yang Allah titipkan kepada
mereka. Keyakinan ini akan berdampak pada satunya visi mereka dalam mengarungi
bahtera kehidupan, sehingga apapun aral melintang yang menghadang, maka mereka
akan siap menghadapinya.
- Saling Percaya
Kepercayaan dari pasangan hidup merupakan
modal utama dalam hidup berumah tangga. Seorang istri percaya kepada suaminya
ketika beraktifitas di luar rumah, begitupun suami percaya kepada istrinya
ketika ditinggalkan di rumah. Hal ini akan menyebabkan suami tenang menjalankan semua tugasnya, dan istri
merasa lega melepas kepergian suami ke luar rumah.
- Menerima apa adanya dan saling memahami kondisi pasangan (deep understanding).
Menerima apa adanya adalah sebuah respon
positif yang harus dikembangkan. Suami istri merupakan manusia biasa yang
tentunya memiliki keterbatasan. Apapun yang ada dan terjadi sekarang ini, maka
itulah adanya yang harus diterima dan dinikmati. Ketika perasaan untuk menerima
apa adanya ini tidak ada, maka yang akan timbul adalah rasa tidak puas, apalagi
yang dijadikan pembanding adalah mereka yang berada pada strata yang
lebih tinggi.
- Tidak suka mencari-cari kesalahan dan kekurangan pasangan, tetapi sebaliknya pandai melihat kekurangan dan kesalahan diri.
Seorang suami dan istri harus selalu
melihat sisi positif dari pasangannya, tidak sebaliknya melihat yang negatif.
Akibat yang akan timbul jika selalu melihat yang negatif dari pasangannya
adalah adanya ketidakpuasan dan perselisihan, karena a merasa lebih dibanding
pasangannya. Yang seharusnya dilakukan adalah saling mencari kekurangan
masing-masing, setelah itu bicarakan diantara keduanya dan cari jalan pemecahan
dari kekurangan tersebut.
- Memiliki kendali diri yang kuat di kala menghadapi situasi kritis
Pengendalian diri merupakan kata kunci
dalam rumah tangga. Ketika semua unsur dalam keluarga sudah mampu untuk
mengendalikan dirinya, maka keharmonisan akan tercapai. Bahkan Nabi pernah
bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Hakim, “Ada empat situasi kritis yang Allah
mengharamkannya masuk neraka dan menjauhkannya dari syetan yaitu orang yang
dapat menguasai diri ketika senang, susah, nafsu syahwatnya yang memuncak, dan
marah”
Kelima hal tersebut diatas menurut hemat
penulis akan mampu menjadi pupuk bagi tumbuh kembangnya cinta suami dan istri
dalam sebuah rumah tangga, sehingga bisa mewujudkan sebuah keluarga harmonis
yang sakinah yang didasari rasa cinta diantara semua anggota keluarga tersebut.
Begitu berat tantangan keluarga pada zaman
sekarang ini. Penetrasi budaya dan aliran informasi yang tak terbendung
mengakibatkan rentannya daya tahan dari sebuah rumah tangga. Tiap hari mereka
disuguhi dengan berita-berita tentang perceraian dan perselingkuhan dalam
berbagai infotainment yang tak terhitung jumlahnya di media massa.
Disadari atau tidak asupan informasi tersebut akan masuk dalam diri dan membuat
sebuah pencitraan bahwa apa yang terjadi tersebut (konflik rumah tangga)
merupakan hal yang biasa yang tidak perlu dirisaukan.
Na’udzu billah dari sikap tersebut.
Maka sudah seharusnyalah sebuah keluarga muslim mengkondisikan keluarganya
sehingga terhindar dari konflik rumah tangga, yang pada akhirnya akan berdampak
negatif pada generasi mendatang yaitu anak-anak kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar