LAPORAN KEU DKM & PAN.PEMB. MASJID AL-MUHAJIRIN PER.31 MEI 2014
http://www.mediafire.com/view/x0bi538dx1dgbsx/lap._keuangan_panitia_pemba.masjid_per_31_mei_2014.xlsx
http://www.mediafire.com/view/0ihkdi8id7k9kb3/lap_keuangan_dkm_PER_31_MEI_2014.xlsx
Blog Resmi DKM al-Muhajirin, berisikan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh pengurus dan juga informasi-informasi yang diperuntukan untuk jamaah al-muhajirin khususnya dan ummat Islam umumnya, juga sebagai sarana berdakwah bagi kaum muslimin dan muslimat. kirimkan artikel jamaah ke almuhajirin026@gmail.com
Panitia Renovasi Masjid Al-Muhajirin
iklan
Rabu, 18 Juni 2014
Selasa, 03 Juni 2014
HAFIDZUN ALIMUUN
HAFIDZUN ALIMUUN
Oleh:
Abdul Wahid
قَالَ اجْعَلْنِي عَلَى خَزَائِنِ الْأَرْضِ إِنِّي حَفِيظٌ عَلِيمٌ
Artinya: ''BerkataYusuf, 'Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir), sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga (hafidzun), lagi berpengetahuan (alimun).'' (QS Yusuf [12]: 55).
Islam memberikan perhatian besar dalam masalah kepemimpinan.
Rasulullah SAW memerintahkan untuk memilih seorang pemimpin jika ada tiga orang
yang bepergian. Dalam sebuah riwayat dinyatakan; ''Jika tiga orang bepergian,
mereka wajib menunjuk salah seorang di antara mereka sebagai pemimpinnya.'' (HR.
Abu Dawud).
Salah satu panduan bagi kita adalah firman
Allah dalam Q.S. Yusuf ayat 55 yang mengisyaratkan tentang dua kriteria mendasar
yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin.
Pertama, hafidzun (yang pandai menjaga).
Seorang pemimpin harus mampu menjaga agamanya dengan selalu menjaga hubungan dengan
Allah SWT (hablumminallah). Seorang pemimpin juga harus mampu menghadirkan
Allah SWT dalam setiap aktivitas dan perilakunya (muraqabatullah).
Melalui hablumminallah dan
muraqabatullah ini, seorang pemimpin tidak akan menjatuhkan dirinya kedalam
perilaku negatif, seperti korupsi,
kolusi, dan nepotisme (KKN). Ia akan bekerja dengan amanah, jujur, memiliki integritas,
dan komitmen terhadap kemajuan bangsa dan negara.
Kedua, 'alimun (berpengetahuan). Seorang pemimpin harus memiliki
dan menguasai beragam disiplin ilmu untuk menunjang keberhasilan kepemimpinannya.
Di antara ilmu itu adalah ilmu agama, manajerial dan leadership,
ketatanegaraan, pengetahuan tentang problematika masyarakat, dan ilmu kepemimpinan
lainnya. Dengan kekuatan keilmuan yang dimilikinya, seseorang dapat memimpin secara
profesional, sehingga kebijakan yang dibuatnya akan berorientasi pada kemaslahatan
rakyat yang dipimpinnya.
Rakyat Indonesia, terutama umat Islamnya, yang
saat ini sedang berada dalam suasana hiruk pikuk pemilihan presiden, seyogyanya
mampu untuk mengedukasi dirinya
sehingga menjadi pemilih yang cerdas, yaitu pemilih yang bebas dari berbagai
tekanan dan iming-iming materi. Ingatlah salah dalam memilih pemimpin dan wakil
rakyat akan berakibat fatal bagi masa depan bangsa ini.
Memang, sulit bagi
kita untuk mendapati manusia yang sangat istimewa yang tidak memiliki kekurangan.
Dengan mendasarkan pada keyakinan bahwa manusia adalah mahluk yang pasti
melakukan kesalahan dan dosa, maka, tindakan calon pemilih seperti kita adalah menentukan
mana diantara calon pemimpin itu yang paling sedikit memiliki cela dan paling
banyak memiliki kompetensi. Inipun tentunya akan sangat subyektif, tergantung
dari sudut mana dan siapa yang melihatnya.
Saya mencoba untuk menganalogikan ‘kewajiban’ memilih
ini sebagai upaya seorang muslim dalam berijtihad untuk menentukan sebuah
kepastian hukum. Bukankah Rasulullah SAW dalam sebuah kesempatan dengan para
sahabatnya pernah menyatakan bahwa dua pahala diberikan kepada yang benar dalam
mengambil keputusan (ijtihad) dan satu pahala bagi yang keliru dalam mengambil
keputusannya.
Peristiwa ini terjadi dalam konteks pelaksanaan
sholat wajib lima waktu dalam perjalanan, yang kemudian para sahabat berbeda
dalam memahami perintah yang diungkapkan
oleh rasul sebelum mereka pergi. Dari sini nampak betul bahwa rasul sangat
menghargai keputusan yang diambil seseorang yang dilandasi atas niat baik untuk
menjalankan perintah Allah dan rasulNya.
Begitupun dalam kaitannya dengan pemilihan
presiden Republik Indonesia saat ini. Tentu menjadi masalah yang sulit bagi
kita untuk mendapatkan pilihan yang sempurna. Masing-masing menawarkan dirinya
sebagai calon pemimpin yang memiliki kapasitas, kapabilitas dan kompetensi yang
mumpuni.
Dengan mengacu pada peristiwa sahabat rasul di
atas, maka, kita harus berani untuk mengambil keputusan, apapun dan siapapun
pilihannya. Sambil berharap agar pilihan kita yang terpilih nantinya, maka kita
serahkan “ijtihad” kita tersebut kepada Allah SWT. Mudah-mudahan saja kita tetap
mendapatkan pahala, seandainya nanti pilihan yang kita tentukan ternyata
melenceng dari kesempurnaan sebagaimana sahabat Nabi yang berbeda dalam
menjalankan sholat dalam perjalanan.
Dan, sebagai bekal kita dalam berijtihad adalah kandungan makna dalam Q.S. Yusuf ayat
55 di atas. Semoga Allah senantiasa menganugerahkan hidayahNya kepada kita
semua, sehingga kita mampu menjadi pemilih yang cerdas dan pada akhirnya nanti
bangsa dan negara kita akan menjadi negara dan bangsa yang sejahtera, aman,
adil dan makmur.
Langganan:
Postingan (Atom)