Salurkan Zakat, Infaq, Shadaqah dan Wakaf anda ke ZISWAF al-Muhajirin

Panitia Renovasi Masjid Al-Muhajirin

renovasi Masjid Al-Muhajirin ke Bank Syariah Mandiri KCP Jatinangor an. Panitia Renovasi Al Muhajirin Nomor Rekening 1000-555-777

iklan

jazakamullah ahsanal jaza' semoga Allah SWT akan membalas kalian dengan balasan yang terbaik. aamiin yaa robbal 'alamiin...

Kamis, 31 Januari 2013

MENI’MATI NI’MAT



Ust. Aminudin

MENI’MATI NI’MAT

Ni’mah kemudian diadops dalam bahasa kita menjadi ni’mat/nikmat dalam bahasa bahasa aslinya (baca: Arab) dipergunakan untuk hal-hal yang menggambarkan kehalusan dan kelembutan, makanya taman yang indah yang penuh dengan bebunga berbagai warna dinamai (عمة النا) al-na’imah atau (مة نعا) nu’amah mengandung arti kegembiraan dan kesenangan. Dengan demikian ni’mat dari segi kata dipahami sebagai sesuatu yang memberi kelembutan, kesenangan dan kegembiraan. Sedangkan menurut istilah para ulama ni’mat itu dijelaskan dalam ari berbagai anugerah yang dilimpahkan Allah Swt baik yang bersifat materi maupun spiritual.
Ada satu tuntunan dan masih banyak lagi tuntunan lain bagaimana kita meni’mati  ni’mat, salah satunya dengan menyebut-nyebutnya . Sebagaiamna Allah swt firmankan dalam QS. 93 : 11
واما بنعمة ربك فحدث
 “ Dan terhadap nikmat Tuhanmu, Maka hendaklah kamu siarkan.”
Memberitakan anugerah yang didapat dari Allah Swt baik berupa materi maupun  berupa kedudukan kepada orangtua, tetangga dan teman sejawat, atau juga kepada saudara yang jauh maupun dekat yang disertai dengan rasa puas, dengan tidak disertai rasa dan maksud riya merupakan salah satu bentuk wujud dari kesyukuran kepada Allah Swt. dan merupakan bentuk pengejewantahan meni’mati ni’mat. Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa : jika engkau memperoleh kebajikan atau mengamalkan kebaikan maka ceritakanlah hal itu dianjurkan kepada saudaramu yang engkau percayai.
Menampakkan nikmat tidak hanya dalam bentuk kata-kata, tapi boleh juga dalam bentuk sikap praktis. Hal ini terungkap dalam satu riwayat dimana salah seorang sahabat yang sebetul ia kaya tapi dalam suatu majlis Rasulallah Saw ia berpenampilan jelek, berpakaian jelek. Rasul bertanya kepadanya: “Apakah engkau mempunyai harta?” sahabat itu menjawa: ”Saya mempunyai berbagai-bagai harta.” Mendengar jawaban itu Rasul melanjutkan lagi sabdanya: ”Apabila Allah menganugerahkan kepadamu harta hendaklah terlihat bekas/tanda (adanya anugerah itu) pada dirimu.”
Dalam riwayat lain dikatakan Rasulallah Saw bersabda: “Sesungguhnya Allah Mahaindah, senang akan keindahan dan senang pula melihat bekas/tanda (betapa besar) ni’mat (yang dianugerahkan-Nya) kepada hambanya.”
Dengan demikian bolehlah kita berpakaian yang bagus berkendaraan yang bagus saat kita mendatangi masjid untuk shalat, ta’lim maupun i’tikaf, tidak hanya mo’ kondangan ajach!






Minggu, 27 Januari 2013

MURKANYA TUHAN PEMILIK KA’BAH


Aris Saptiono

MURKANYA TUHAN PEMILIK KA’BAH
Apakah engkau tidak memperhatikan Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara gajah. Bukankah Ia telah menjadikan tipu daya mereka sia-sia. Ia mengirim kepada mereka burung yang berbondong-bondong. Yang melempari mereka dengan batu dari tanah yang terbakar. Lalu ia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat). Q.S. Al-Fiil:1-5
Tafsir Mufradat
Al-Kaidu adalah kehendak menimpakan kecelakan kepada yang lain dengan cara tersembunyi. Al-Maraghi,XXX:241
Abaabiil merupakan bentuk jamak dari Abiil yang artinya kelompok unta. Disebut abaabiil karena bagaikan sekawanan unta. Ar-Raghib:3
Sijjiil adalah batu yang bercampur tanah, berasal dari bahasa farsi yang diarabkan.               Ar-Raghib:230
Tafsir Ayat
Peristiwa “gajah” merupakan peristiwa yang sudah mashur dikalangan bangsa Arab, sampai mereka menjadikannya awal penanggalan waktu dan kejadian. Mereka suka mengatakan, ‘Ia dilahirkan pada tahun gajah, peristiwa itu terjadi dua tahun setelah tahun gajah, dan seterusnya.’
Para ulama ahli tafsir berkata, “Diriwayatkan bahwasannya Abrahah Al-Asyran penguasa Yaman membangun tempat ibadat di Shan’a, ia hendak memalingkan jamaah haji berkunjung ke sana. Kemudian datanglah seorang laki-laki dari Kinanan buang hajat disana pada malam hari, lalu melumuri temboknya dengan kotoran untuk menghinakannya. Abrahah pun marah, dan ia bersumpah untuk menghancurkan Ka’bah. Lalu ia menuju Ka’bah dengan jumlah tentara yang besar menunggangi gajah, ia berada paling depan menunggangi gajah yang paling besar. Ketika sampai mendekati Mekah, penduduk Mekah lari ke gunung-gunung karena takut kebengisan mereka. Kemudian Allah swt. mengutus kepada tentara Abrahah sekelompok burung, setiap burung membawa tiga buah batu, satu diparuhnya dan dua dikakinya. Lalu burung-burung itu melempari mereka hingga batu itu menembus kepala sampai duburnya dan melemparinya sampai tubuhnya kering. Dan Allah membinasakan mereka seluruhnya. Dan kisah mereka ini merupakan pelajaran bagi yang mau mengerti”. Al-Qurtubhi,XX:187
Begitulah Allah swt. bila sudah berkehendak. Tentara gajah yang begitu gagah dan bengis, disegani dan ditakuti, binasa oleh selemah-lemahnya makhluk yakni burung yang tidak biasanya membunuh. Dan ini merupakan suatu kehinaan yang menyakitkan.
Penghancuran tentara gajah ini bertepatan dengan tahun dilahirkannya Nabi saw., ini merupakan irhash akan kenabian beliau, ketika datangnya sekelompok burung yang merupakan sesuatu diluar kebiasaan dan seperti mukjizat terdahulu yang pernah diberikan kepada para Nabi a.s. Al-Bahrul Muhith,VII:512
Bangsa Quraisy sudah meyakini bahwa binasanya tentara gajah itu bukan karena kemurkaan Ka’bah dan Hajar Aswad itu sendiri, karena Ka’bah hanyalah sebuah rumah tua yang tidak ada bedanya dengan rumah-rumah lainnya dan Hajar Aswad hanyalah sebuah batu hitam yang tidak ada bedanya dengan batu-batu lainnya, akan tetapi Allah swt,-lah sang Pemilik-Nya yang murka ketika makhluk-Nya dizalimi.
“Diriwayatkan bahwa Abrahah merampas 200 ekor unta milik Abdul Muthalib, maka dengan tegar ia keluar menemui abrahah. Ia itu seorang yang gagah dan tegap perawakannya. Dikatakan kepada Abarahah bahwa ini pemimpin Quraisy pelayan ahli Mekah yang memberi makan orang-orang pada waktu senang dan susah diatas-atas bukit. Ketika abdul Muthalib menceritakan maksudnya (untuk mengambil unta kembali), Abrahah berkata,’Aku heran, Aku datang untuk menghancurkan Ka’bah yang dia itu merupakan (lambang kebesaran) agamamu, agama nenek moyangmu, dan kemuliaan kamu sejak dulu. Tapi mengapa engkau hanya tersibukkan dengan untamu?’. Abdul Muthalib menjawab, ‘Aku ini hanyalah pemilik unta, sedangkan untuk Baetullah ada pemiliknya yang akan menyelamatkannya”. An-Nasafi,II:377
Sebelum peristiwa penghancuran tentara gajah pun, suku Quraisy adalah suku yang sangat dihormati oleh kabilah-kabilah Arab lainnya, karena kedekatan mereka dengan Ka’bah. Dan setelah Allah swt. membinasakan tentara gajah mereka lebih disegani dan dihormati lagi.
Dengan adanya peristiwa itu mereka mendapatkan keamanan, tidak ada yang berani mengganggu ketika melakukan perjalanan perdagangan ke negeri Yaman dimusim dingin dan ke negeri Syam dimusim panas. Dengan adanya jaminan keamanan ini tentu saja perdagangan mereka selalu mendatangkan keuntungan yang besar.
Akan tetapi mereka telah lupa kepada Allah swt. yang memberi rezeki dan keamanan kepada mereka, mereka bukannya beribadat kepada Tuhan pemelihara Ka’bah tetapi malah menyembah Ka’bah itu sendiri dan membuat patung-patug lain disekitarnya.
Wallahu a’lam bish-shawab

Selasa, 22 Januari 2013

Muhammad Dan Spirit Pembebasan



 

Ust. Abdul Wahid

Muhammad Dan Spirit Pembebasan

 

 

Maulid Nabi Muhammad SAW diperingati sebagai hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, penutup para Nabi, yang paling sempurna dari seluruh makhluk Allah SWT. dan kekasih Tuhan.
Beliau dilahirkan tepat pada 12 Rabiul Awal tahun Gajah atau bertepatan dengan tahun 571 Masehi. Nabi  Muhammad yang penuh berkah ini dilahirkan di sebuah kota yang bernama Makkah. Di kota suci tersebut, terdapat Ka'bah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim, bapak agama monoteisme(agama yang meyakini satu Tuhan) dan leluhur bangsa Arab serta Yahudi.
Iroisnya, dalam masa-masa menjelang kelahiran Muhammad masyarakat Makkah berubah menjadi penganut polyteisme(agama yang meyakini beberapaTuhan), sehingga mereka dijuluki sebagai jahiliyah(bodoh).
Fakta ini dibenarkan oleh Sayyed Hossen Nasr dalam Muhammad Man of Allah (1982). Ia mengemukakan  bahwa lebih dari seribu tahun di Arabia, ajaran monoteistik telah ditinggalkan. Mayoritas bangsa Arab telah jatuh ke dalam jurang kemusyrikan yang paling buruk. Mereka telah melupakan kebenaran dan tenggelam dalam zaman kejahilan (jahiliyah) yang menjadi latar belakang lahirnya Islam.
Satu-satunya pengecualian, di samping sejumlah kecil umat Kristen dan Yahudi yang berdiam di wilayah jazirah Arabia, adalah terdapat beberapa orang yang menyendiri dan yang ingat terhadap ajaran asal Nabi Ibrahim, yaitu orang-orang yang disebut al-Qur'an sebagai kaum hanif atau hunafa.
Dalam kondisi masyarakat yang demikian, lahirlah seorang anak manusia yang  bernama Muhammadyang tidak hanya menjadi nabi dan rasul Allah, tetapi juga kekasih Allah SWT. dan rahmat yang dikirimkan ke muka bumi, sebagaimana disebutkan dalam al-Quran (21: 107);”Dan tidaklah kami utus engkau (Muhammad), kecuali sebagai rahmat bagi sekalian alam”.
Islam yang diturunkan Allah melalui Rasulullah Muhammad adalah agama yang membebaskan kaum tertindas, mengangkat derajat orang-orang yang kalah, dan membebaskan umat manusia dari hegemoni tradisi dan sistem yang membelenggu. Hal ini karena Muhammad, sang pembawa risalah,  adalah nabi yang lahir dengan spirit teologi pembebasan (liberation theology) berupa tauhid yang hanya meyakini satu tuhan.
Muhammad membebaskan para hamba sahaya dari cengkeraman majikannya. Muhammad juga membebaskan kaum perempuan dari belenggu otoritas kaum lakilaki. Dan Muhammad pula yang membebaskan sistem ekonomi dari ribawi menjadi maslahat bagi umat.
Ada pendapat yang menarik dari Thaha Husein, seorang intelektual dari Mesir, berkaitan dengan teologi pembebasan ini. Thaha menyatakan bahwa andaikan Muhammad hanya membawa tauhid, tanpa mengajarkan sistem sosial dan ekonomi, tentu banyak orang Quraisy menyambut seruan Muhammad dengan mudah.
Penolakan kaum Quraiys  adalah karena mereka merasa terancam secara sosial, politik dan ekonomi dengan kehadiran Islam  sebagai agama yang juga membawa ajaran-ajaran tentang ekonomi, politik dan tata kelola kemasyarakatan lainnya.
Muhammad adalah manusia biasa. Namun, karena perjuangannya melampaui egoisme, Muhammad manusia pun berubah menjadi Muhammad dengan predikat nabi dan rasul. Proses itulah yang membutuhkan pengorbanan besar dan perjuangan yang berdarah-darah. Sehingga, tidak ada umat manusia yang melebihi penderitaan yang dipikul Nabi Muhammad. Tidak ada kesengsaraan di muka bumi ini sebagaimana dalam sejarah hidup Muhammad. Dari pergulatan sosial dan pergulatan spiritual inilah, kemudian Allah mengangkatnya menjadi utusan sekaligus pemimpin bagi umat manusia menuju cakrawala ketuhanan.
Penghormatan terhadap Nabi yang berjuang untuk umat manusia dan menebar cinta untuk semesta (rahmatan lil 'alamin) itulah yang melahirkan peringatan Maulid Nabi.
Perayaan Maulid Nabi pertama kali diperkenalkan pada masa pemerintahan Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (1138 M-1193 M). Tujuannya adalah membangkitkan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW. sehingga mampu meningkatkan semangat juang kaum Muslim saat itu yang sedang terlibat dalam Perang Salib melawan pasukan Kristen Eropa dalam upaya memperebutkan kota Yerusalem.
Dengan memperhatikan perjuangan Nabi Muhammad, maka sudah selayaknya kita menjadikannya sebagai teladan hidup sehingga mampu menjadi penerang dalam kegelapan dan penunjuk arah ketika kebingungan. Dalam perkembangan dunia sekarang ini yang semakin pesat dibutuhkan keteladanan yang paripurna, dan semua itu ada pada diri rasulullah SAW.

By; www.infoabdulwahid.wordpress.com

Selasa, 15 Januari 2013

BERJABAT TANGAN


Aris Saptiono

BERJABAT TANGAN

Dari Al-Bara bin ‘Azib, ia berkata. “Rasulullah saw. bersabda, ‘Tidaklah dua orang muslim bertemu, lalu berjabat tangan melainkan mereka berdua akan diampuni (dosanya) sebelum keduanya berpisah’”. Sunan Abu Daud, IV:394 no.5212; Sunan At-Tirmidzi,IV:333 no.2736; Sunan Ibnu Majah, II:403 no.3707

Syarah Mufradat
Pada hadis diatas terdapat kalimat (fayatashafahaani) yang berasal dari kata (Al-Mushafahah) yaitu : meletakan sisi (muka) telapak tangan dengan tangan dan menghadapkan wajah atas wajah (berhadapan). An-Nihayah,III:34
Imam Al-Mubarakafuri menyatakan :
Ketahuilah sesungguhnya sunah itu ialah berjabat tangan dengan satu tangan, yaitu tangan yang kanan dari kedua belah pihaknya, baik ketika berjumpa atau ketika berbai’at. Tuhfatul Ahwadzi,VII:429
Imam An-Nawawi menyatakan:
Disunatkan jabat tangan itu dengan tangan kanan, dan itulah lebih utama. Tuhfatul Ahwadzi,VII:430
Yang menjadi dasar keterangan bagi pendapat diatas diantaranya ialah :
Dari Amr bin Al-‘Ash, “Aku menjumpai Nabi saw, lalu berkata, ‘Bukalah (ulurkanlah) tangan kananmu, aku akan berbai’at kepadamu’, maka beliau membuka (mengulurkan) tangan kanannya”. Shahih Muslim,I:71 no.121
Telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya dengan sanad yang shahih dari Anas bin Malik, ia berkata, “Aku berbai’at kepada Rasulullah dengan tanganku ini, yaitu tangan kanan, untuk mendengar dan menaati apa yang aku mampu”. Tuhfatul Ahwadzi,VII:432
Apabila ada yang berpendapat bahwa hadis-hadis diatas menunjukan sunahnya berjabat tangan dengan tangan kanan ketika berbai’at bukan ketika berjumpa, sehingga tidak tepat menjadikan dalil berjabat tangan dengan tangan pada saat berjumpa dengan dalil-dalil berjabat tangan ketika berbai’at, maka Imam Al-Mubarakafuri menjawab,”Hadis-hadis sebagaimana menunjukan sunahnya berjabat tangan dengan tangan kanan ketika berbai’at, maka demikian juga menunjukan sunahnya berjabat tangan ketika berjumpa, karena berjabat tangan ketika berjumpa dan ketika berbai’at itu pada hakikatnya adalah sama dan tidak didapatkan dalil yang membedakannya”. Tuhfatul Ahwadzi,VII:432
Syarah Hadis
Berjabat tangan merupakan sunah Rasulullah saw. walaupun pada awalnya dilakukan oleh orang-orang Yaman. Hal ini sebagaimana hadis :
Dari Anas bin Malik, ia berkata, “Tatkala penduduk Yaman datang, Rasulullah saw. bersabda, “Sungguh telah datang pada kalian penduduk Yaman, mereka adalah orang-orang yang pertama mendatangkan jabat tangan”. Sunan Abu Daud,IV:395 no.5213
Imam Ibnu Hajar menyatakan :
Dan dalam kitab jami’ Ibnu Wahab dari jalan ini : “Dan mereka (orang Yaman) adalah orang yang pertama memperlihatkan berjabat tangan”. Fathul Bari,XI:64
Bahkan pada awalnya ada diantara para sahabatnya yang beranggapan bahwa berjabat tangan itu termasuk kebiasaan orang asing. Sebagaimana keterangan :
Telah diriwayatkan oleh Abu Bakar Ar-Rauyani dalam musnadnya dari arah yang lain dari Al-Bara : “Saya bertemu Rasulullah saw. kemudian beliau menjabat tangan saya. Lalu saya berkata : ‘Ya Rasulullah, saya mengira bahwa berjabat tangan ini termasuk cara orang ‘azam (asing). Beliau bersabda, Kami lebih berhak (melakukan) jabat tangan”. Fathul Bari,XI:65
Dengan jawaban Nabi saw. tersebut, maka berjabat tanga menjadi sunah Rasulullah saw. yang mesti kita hidupkan bersama. Bahkan Rasulullah saw. pada hadis diatas menjanjikan ampunan kepada orang yang melakukannya. Sedangkan dalam riwayat yang lain, beliau bersabda:
Dari Salman Al-Farisy ra. Sesungguhnya Nabi saw. bersabda, “Sesungguhnya seorang muslim itu apabila bertemu dengan saudaranya kemudian ia memegang (menjabat) tangannya, maka gugurlah dari mereka berdua dosa-dosanya sebagaimana daun yang gugur dari pohon yang kering pada hari (bertiup) angin kencang. Dan melainkan mereka berdua akan diampuni, walaupun dosa mereka sebesar (sebanyak) buih lautan”. Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dengan sanad yang hasan. At-Targhib Wat-Tarhib,III:291no.4119, Tuhfaul Ahwadzi,VII:429 dari Salman Al-Farisy
Tidak heran bila para sahabat sangat antusias untuk melakukannya, hingga hal itu mejadi kebiasaan mereka dalam kehidupannya.
Dari Qatadah, ia berkata, “Saya bertanya kepada Anas (bin Malik), ‘Apakah jabat tangan itu ada (dilakukan) pada sahabat-sahabat Nabi saw.? Ia menjawab, ‘Ya”. Shahih Al-Bukhari,IV:106 no.6263
Ubaidillah bin Busr dengan bangga menyatakan di depan para sahabatnya :
Kalian melihat tangan saya ini, saya berjabat tangan dengan (tangan) Rasulullah saw. (Aunul Ma’bud,XIV:80, Ibnu Abdil Barr dalam kitabnya At-Tahmid menerangkan sanadnya sahih.
Adanya fadilah (keutamaan) diatas bukan karena jabat tangan semata, tetapi niat dan caranya harus benar. Sebagaimana hadis :
Dari Abu Daud, ia berkata, “Aku bertemu dengan Al-Bara bin ‘Azib. Kemudian ia mengucapkan salam kepadaku dan mejabat tanganku sambil tersenyum di wajahnya. Ia berkata, ‘Apakah engkau tahu kenapa aku lakukan ini kepadamu?’. Aku menjawab, ‘Tidak tahu, akan tetapi aku tidak melihatmu melakukannya melainkan karena kebaikan’. Ia berkata, ‘Sungguh Rasulullah saw. pernah bertemu denganku, lalu beliau melakukan kepadaku seperti yang aku lakukan kepadamu. Kemudian beliau bertanya kepadaku, maka aku menjawab seperti yang kamu katakan kepadaku. Lalu beliau bersabda, ‘Tidaklah dua orang muslim berjumpa, lalu salah seorangnya mengucapkan salam kepada sahabatnya sambil menjabat tangannya, ia tidak menjabatnya melainkan karena Allah Azza wa jalla. Maka keduanya tidak berpisah melainkan akan diampuni (dosa-dosa)nya. Musnad Ahmad,IV:289 no.18571
Jabat Tangan dengan Bukan Mahram
Haram hukumnya berjabat tangan dengan yang bukan mahramnya, baik waktu berjumpa ataupun waktu berbai’at (janji tha’at). Hal ini sebagaimana keterangan berikut :
Dari ‘Aisyah istri Nabi saw. berkata, “Demi Allah, tangan Rasulullah saw. tidak pernah menyentuh tangan seorang perempuan pun, akan tetapi beliau membai’at mereka dengan ucapan”. Shahih Al-Bukhari,III:294 no.5288; Shahih Muslim,II:206 no.1866
Umaimah berkata sesudah mubaya’ah, “Wahai Rasulullah, tidakkah engkau mau berjabat tangan dengan kami?”. Beliau bersabda, ‘Aku tidak berjabat tangan dengan perempuan. Tidak ada perkataanku kepada seorang perempuan melainkan seperti perkataanku kepada seratus perempuan”. H.r. Ath-Thabrani, Al-Mu’jamul Kabir, XXIV:186 no.470
Dari Ma’qil bin Yasar, ia berkata, ”Rasulullah saw. bersabda, ‘Ditusuk dengan jarum dari besi pada kepala seorang diantara kalian lebih baik daripada menyentuh perempuan yang tidak halal baginya”. H.r. Ath-Thabrani, Rawi-rawinya shahih, Majma’uz Zawaid,IV:326
A.Hasan menegaskan, “Kalau ada orang bawakan riwayat bahwa rasulullah saw. pernah berjabat tangan dengan perempuan waktu bai’ah, ketahuilah bahwa omongan itu bohong. Tidak ada satupun riwayat yang shah tentang Nabi saw. berjabat tangan dengan perempuan”. Wanita Islam:112
Pada hadis diatas dianyatakan bahwa Rasulullah saw. membai’at perempuan hanya dengan ucapan tanpa berjabat tangan sebagaimana yang biasa dilakukannya kepada laki-laki. Bahkan ‘Aisyah ra yang meriwayatkan hadis tersebut menyatakan (Wallahu) (Demi Allah) sebagai penguat terhadap berita tersebut.
Ada satu hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Ummu ‘Athiyah yang menyatakan bahwa perempuan-perempuan pernah berbai’at (janji ta’at) kepada Rasul dengan perantara Umar. Pada hadis itu dinyatakan :
Kemudian ia menjulurkan tangannya dari luar pintu atau rumah dan kami pun menjulurkan tangan-tangan kami dari dalam rumah. Tafsir Ath-Thabrani, XXVIII:81
Ini bukan berjabat tangan, tetapi sebagai seorang pemimpin menjulurkan diatas podium dan pengikutnya menjulurkan tangan mereka dari bawah ketika mengadakan perjanjian tha’at atau satu kesanggupan.
Dalam buku yang berjudul “WANITA ISLAM” buah karya A.Hasan dikutip munazarahnya (tukar pikirannya) dengan Al-Ustadz Hasbi Ash-Shiddieqy. Pada buku tersebut A.Hasan membantah Al-Ustadz Hasbi yang dimuat dalam harian Suara Ummat Yogyakarta tertanggal 22 Juni, 13 dan 20 Juli 1956 yang masing-masing berjudul “Qiyas Tarjih yang Tidak Rajih”, “Istilah hukum yang Tidak Tepat” dan Istinbath Hukum Yang Tidak Tepat”. Yang pada intinya A.Hasan mengharamkan berjabat tangan yang bukan mahram. Sedangkan Al-Ustadz Hasbi membolehkannya.
Munazarah-nya disusun secara alfabet dari mulai “A” sampai “Z” pada bagian “U” tuan Hasbi menulis : Alusie sebut dalam tafsirnya, bahwa Nabi menjabati tangan wanita dengan berlapis kain, dan Alusie berkata, bahwa orang yang berpegang kepada riwayat itu berkata, “Mubaya’ah Rasulullah dengan perempuan-perempuan itu bukan dengan omongan saja, bahkan dengan berjabat tangan.
Saya (A.Hasan) jawab : Alusie bawakan riwayat itu dengan tidak menunjukan shahnya. Oleh yang demikian sudah tentu alasan yang begini tidak boleh dimasukkan didalam medan munarah sebagai pokok. Cobalah Tuan Hasbi berusaha menunjukan sahnya riwayat itu lebih dahulu. Tuan Hasbi tahu betul-betul, bahwa sesduah membawakan riwayat yang tidak bersanad itu Alusie sendiri berkata :
Pendapat yang paling masyhur yang dijadikan pegangan ialah bahwa tidak ada jabat tangan.
Perkataan Alusie tersebut Tuan Hasbi tidak nukil, padahal perkataan orang yang memfatwakan tidak haram lihat aurat perempuan walaupun dengan syahwat itu ia tonjolkan kepada umum.
Pendeknya, tidak perlu kita hiraukan riwayat-riwayat yang mengatakan :
a.    Rasulullah saw. mubaya’ah dengan berlapis kain.
b.    Umar bermubaya’ah dengan mushafahah.
c.    Rasulullah saw. bermubaya’ah dengan bermasuk tangan didalam air.
d.    Dan lain-lain
Kecuali kalau Tuan Hasbi terangkan rawi-rawinya yang biasa dipercaya.
Jangan Tuan Hasbi minta hadis yang shahih dan qath’i dari orang lain. Sedangkan ia sendiri bawakan riwayat-riwayat rombongan. Wanita Islam:157
Jabat Tangan dengan Anak Kecil
Imam Al-Bukhari membuat bab dalam kitabnya Al-Adabul Mufrad bab berjabat tangan dengan anak kecil.
Dibawah bab tersebut beliau bawakan sebuah hadis :
Dari Salamah bin Wardan, ia berkata, “Saya melihat Anas bin Malik menjabat tangan orang-orang. Kemudian ia bertanya kepadaku, ‘Siapa kamu?’ Aku menjawab, ‘Anak laki-laki Bani Laits’. Kemudian ia mengelus kepalaku tiga kali seraya berdoa, ‘Semoga Allah memberikan berkah kepadamu’”. Al-Adabul Mufrad:286 no.966
Jabat Tangan Setelah Shalat
Berjabat tangan yang disunahkan menurut hadis-hadis diatas ialah jabat tangan ketika berjumpa dan berbai’at. Adapun berjabat tangan ketika selesai shalat berjama’ah yang sering dilakukan oleh sebagian kaum muslimin, tidak ada satupun hadis yang menerangkannya. Siapa yang melakukannya dengan keyakinan bahwa berjabat tangan tersebut merupakan amalan yang berkaitan dengan ibadah shalat atau rangkaian ibadah shalat tersebut, maka jelaslah bahwa hal itu termasuk bid’ah, karena Rasulullah saw. dan para sahabatnya tidak pernah melakukannya.
Walaupun berjabat tangan itu merupakan kegiatan yang positif untuk menambah erat silaturrahmi, akan tetapi bila salah menempatkannya, maka justru akan terjerumus kedalam jurang perbid’ahan.
Al-‘Alamah Ali Al-Qary menyatakan dalam syarah Musykat :
“Sesungguhnya tempat berjabat tangan yang disyariatkan ialah pada awal pertemuan. Kadang-kadang sekelompok orang saling bertemu dengan tidak berjabat tangan dan mereka asyik bercakap-cakap dan membicarakan tentang ilmu dan lain-lain dengan menghabiskan waktu yang panjang. Kemudian apabila mereka telah selesai shalat, mereka saling berjabat tangan. Maka bagaimana termasuk yang disyari’atkan?. Oleh karena itu, sehingga ulama kami menerengkan bahwa hal itu tidak disenangi (dibenci). Termasuk bid’ah-bid’ah yang yang tercela.” Aunul Ma’bud,XIV:81, Tuhfatul Ahwadzi,VII:427
Imam An-Nawawi didalam kitabnya Al-Adzkar menyatakan : Ketahuilah sesungguhnya berjabat tangan ini mustahabah (sunat) ketika setiap kali berjumpa. Adapun apa yang dibiasakan orang dari berjabat tangan setelah dua shalat, yaitu Shubuh dan Ashar, maka tidak ada dasar (keterangan) dalam syara dari hal itu, akan tetapi tidak apa-apa. Karena berjabat tangan itu asalnya sunat. Al-Adzkar:227
Syekh Al-Imam Muhammad bin Abdussalam rhm. dalam kitabnya Al-Qowaid menerangkan bahwa bid’ah itu terbagi lima bagian, yaitu : wajib, haram, makruh, sunat dan mubah. Dan yang termasuk contoh bid’ah-bid’ah mubah ialah berjabat tangan setelah selesai shalat Shubuh dan Ashar. Al-Adzkar:227
Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah menegaskan :
“Dan yang dikatakan oleh Ali Al-Qary (diatas) dialah yang hak dan yang benar. Sedangkan perkataan An-Nawawi adalah salah. Dan pembagian bid’ah kepada lima bagian sebagaimana pendapat Imam Ibnu abdis-Salam dan diikiuti oleh Imam An-Nawawi telah dicela oleh sekelompok ulama muhaqiqin. Diantara yang paling akhir ialah guru kami Al-Qadhi al’Alamah Basyiruddin Al-Qinnaujiy rhm. ia telah menolaknya dengan penolakan yang keras. Aunul Ma’bub,XIV:82
Imam Al-Hafidz Al-Mubarakafuri menambahkan :
“Sungguh Al-Qadhi Asy-Syaukani telah mengingkari juga atas pembagian bid’ah kepada lima bagian dalam kitabnya Nailul Authar,II:64. Tuhfatul Ahwadzi,VII:427
Dengan keterangan-keterangan diatas jelaslah bahwa hukum berjabat tangan setelah shalat hukumnya bid’ah dan setiap bid’ah adalah zhalalah (sesat). Sebagaimana sabdanya :
Sesungguhnya sebaik-baik perkataan ialah kitab Allah dan sebaik-baik petunjuk ialah petunjuk Muhammad. Sejelek – jelek urusan ialah diada-adakan dan setiap bid’ah adalah sesat”. Shahih Muslim,I:380 no.867 dari jabir bin abdillah r.a.
Dengan demikian, melakukan berjabat tangan setelah selesai shalat bukan akan menghapus dosa sebagaimana hadis diatas, akan tetapi justru menjerumuskan diri kedalam kesesatan dan dosa.
Wallahu a’lam bish-Shawab